PENAFAKTUAL.COM – Seorang wartawan media online di Kendari mengalami pencegatan saat melakukan liputan di Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Kamis, 22 Mei 2025. Pencegatan tersebut dilakukan oleh seorang pegawai Ditjenpas bernama Rio.
Kejadian bermula ketika wartawan tersebut ingin meliput dan mendokumentasikan agenda hearing antara Kepala Bagian (Kabag) Tata Usaha dan Umum, Nasihul Hakim dengan perwakilan mahasiswa yang melakukan demonstrasi.
Namun, Rio mencegahnya dan menutup kembali gerbang kantor dengan alasan bahwa hanya 5 orang mahasiswa yang diperbolehkan masuk.
Wartawan Telisik.id, Hamlin, menyatakan bahwa kehadirannya dalam hearing adalah untuk menjalankan tugas jurnalistik. Ia merasa bahwa tindakan pencegatan tersebut menghalangi kemerdekaan pers dalam mencari dan mengumpulkan informasi.
“Kita hanya menjalankan tugas profesi yaitu mencari dan mengumpulkan informasi guna di kabarkan kepada masyarakat tetapi malah di cegah tampa alasan yang jelas,” ungkap Hamlin.
Ia juga menunjukkan surat tugas sebagai bukti bahwa ia memiliki hak untuk meliput acara tersebut.
Namun, Rio tetap bersikukuh menghadang wartawan tersebut dengan dalih belum ada arahan dari atasan untuk diliput. Tindakan ini menimbulkan kekhawatiran bagi kerja-kerja jurnalis yang melakukan peliputan dan mengumpulkan informasi untuk kepentingan publik.
Insiden ini mendapat perhatian dari Ketua Asosiasi Jurnalis Indonesia (AJI) Sultra, Sada, yang menekankan bahwa tindakan tersebut merupakan ancaman bagi kebebasan pers. Pihaknya meminta agar pegawai tersebut diberi sanksi.
“Tindakan tersebut adalah menghalangi kerja-kerja jurnalistik dan kebebasan pers,” tegas Sada.
Ia juga menerangkan bahwa tindakan intimidasi tersebut dapat menimbulkan rasa takut bagi jurnalis dalam menjalankan tugas.
Sementara itu, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sultra, Sarjono, berharap agar semua pihak saling menghormati dalam menjalankan profesi, termasuk insan pers dalam menjalankan tugas peliputan.
“Pers harus optimistis, praktek merintangi kerja-kerja Pers harus dilawan,” tegas Sarjono.
Ia juga menghimbau agar para wartawan tetap menjalankan tugas dengan profesional dan tidak takut untuk menyuarakan kebenaran.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Tindakan pencegatan wartawan ini dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap UU Pers.
Dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers juga diatur bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000.
Oleh karena itu, insiden pencegatan wartawan ini perlu mendapat perhatian serius dari pihak terkait untuk memastikan kebebasan pers dan hak-hak jurnalis dalam menjalankan tugas.hadap UU Pers.(red)