PENAFAKTUAL.COM – Dugaan korupsi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Kabupaten Muna Barat menyeruak ke permukaan. Aliansi Mahasiswa Pemerhati Hukum Indonesia (AMPHI) Sulawesi Tenggara mendesak Kepolisian Daerah (Polda) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) segera turun tangan menyelidiki indikasi penyimpangan yang dinilai sistematis dan tertutup.
Ketua AMPHI Sultra, Ibrahim, menyebut praktik dugaan penyelewengan dana BOS tak bisa lagi ditutupi dalih birokrasi. Ia menuntut transparansi total dari Dinas Pendidikan Muna Barat, mulai dari tingkat PAUD hingga SMP.
“Kami minta Dinas Pendidikan segera merilis data penggunaan dana BOS secara rinci: kegiatan apa saja yang dilakukan, sekolah mana saja yang aktif, dan berapa jumlah anggaran yang digunakan. Masyarakat berhak tahu. Ini uang negara, bukan milik pribadi,” tegas Ibrahim, Senin, 16 Juni 2025.
Menurut AMPHI, sikap tertutup justru memperkuat dugaan bahwa ada permainan kotor dalam pengelolaan anggaran. Jika tak segera diusut, spekulasi publik akan semakin liar dan mencederai kepercayaan terhadap lembaga pendidikan.
Ibrahim juga mengungkap adanya indikasi pencairan rutin ke PAUD yang tidak aktif. Lembaga-lembaga tersebut diduga tetap menerima dana meski tak menjalankan proses belajar-mengajar.
“Ini ironis. Bahkan ada dugaan PAUD yang tidak aktif, tidak melaksanakan proses pendidikan, tapi dana BOS-nya tetap cair. Ini jelas-jelas praktik yang harus diusut,” ujarnya.
AMPHI turut menyinggung kasus tragis di SDN 4 Tiworo Selatan, di mana seorang siswa mengalami luka serius hingga menerima 50 jahitan karena terjatuh di bangunan sekolah yang rusak parah. Insiden yang terjadi pada 26 Oktober 2024 itu memicu aksi protes orang tua murid dan sempat viral di media sosial.
“Perbaikan baru dilakukan setelah viral di publik. Ini bukan hanya lamban, tapi bukti nyata gagalnya pemanfaatan dana BOS secara tepat,” jelas Ibrahim.
Ia menyindir diamnya Kepala Dinas Pendidikan Muna Barat, Ahmad Ramadhan, sebagai bentuk kegagalan kepemimpinan.
“Diamnya kepala dinas bukan bentuk kehati-hatian, tapi cerminan lemahnya kepemimpinan. Kalau tidak ada yang disembunyikan, mengapa takut bicara? Mengapa harus tunggu izin bupati untuk menjelaskan ke publik?”
AMPHI menyayangkan pernyataan Ramadhan yang seolah bersembunyi di balik alasan birokrasi.
“Kepala dinas seharusnya bukan juru bicara kekuasaan, tapi pelayan publik. Kalau hanya bisa diam, lebih baik mundur,” kecam Ibrahim.
Lebih jauh, AMPHI menilai lamanya jabatan Ahmad Ramadhan turut memperkuat dugaan keterlibatan struktural dan teknis dalam tata kelola dana BOS yang bermasalah.
“Kalau benar ada korupsi atau kelalaian, maka itu mencerminkan kegagalan Kepala Dinas selama menjabat. Ia tidak bisa cuci tangan. Ini menyangkut masa depan pendidikan anak-anak Muna Barat,” tambahnya.
AMPHI juga meminta penegak hukum turut memeriksa Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Kabid Dikdas) Dinas Pendidikan yang menangani langsung dana BOS. Kabid tersebut diketahui dimutasi menjadi Kabid Pengelolaan Arsip Dinas Perpustakaan dan Kearsipan pada 5 Juni 2025 lalu.
“Meski masih asumsi, pemindahan itu patut dicermati sebagai bentuk sanksi awal dari ketegasan Bupati baru, La Ode Darwin. Kita berharap ini bukan sekadar rotasi biasa, tapi bagian dari upaya pembenahan total dari seorang pemimpin yang menginginkan Muna Barat lebih baik,” tegas Ibrahim.
Tak hanya dinas, AMPHI juga menyoroti peran kepala sekolah dan operator BOS sebagai bagian dari mata rantai pengelolaan.
“Kami mendesak agar kepala sekolah dan operator BOS juga diperiksa. Jangan sampai mereka hanya jadi pelaksana kebijakan yang cacat sejak perencanaan. Semua pihak yang terlibat harus dimintai pertanggungjawaban,” imbuhnya.
AMPHI pun mendesak Bupati La Ode Darwin segera mengevaluasi menyeluruh Dinas Pendidikan. Pejabat yang terbukti lalai atau membiarkan korupsi harus segera dicopot.
“Kalau Bupati serius mau membangun generasi cerdas, Liwu Mokesa, maka harus mulai dari membersihkan sistem. Jangan biarkan korupsi tumbuh subur di daerah, khususnya di sektor pendidikan,” pungkas Ibrahim.(red)