Menu

Mode Gelap
Parah! Aktivitas Tambang PT Timah Diduga Cemari Laut di Kabaena Menebak Arah Kasus Supriyani Tepis Isu Amplop Kepala Desa, Ketua APDESI Sultra Bentuk Satgas Anti Money Politik Oknum TNI AL di Kendari Diduga Hamili Kekasihnya, Korban Minta Keadilan! Diduga Lakukan Pengrusakan dan Penyerobotan, Warga Desa Tapuhaka Dipolisikan

Daerah · 16 Sep 2024 19:40 WITA ·

WALHI Sultra Soroti Dugaan Pencemaran Udara PT OSS di Morosi


 Masyarakat menggelar unjuk rasa dan membentang poster terkait pencemaran udara akibat aktivitas PLTU milik PT OSS. Foto: Penafaktual.com Perbesar

Masyarakat menggelar unjuk rasa dan membentang poster terkait pencemaran udara akibat aktivitas PLTU milik PT OSS. Foto: Penafaktual.com

PENAFAKTUAL.COM, KENDARI – Walhi Sultra kembali mendampingi warga Kapoiala demo soal dugaan pencemaran udara PLTU PT OSS di Kecamatan Kapoiala, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Masyarakat menggelar unjuk rasa dan membentang poster terkait pencemaran udara akibat aktivitas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PT OSS, Senin, 16 September 2024.

Direktur Eksekutif Walhi Sultra, Andi Rahman, mengatakan aktivitas PLTU PT OSS telah menyebabkan kerusakan ekologi dan merugikan masyarakat lokal. Dia menyebut, PT OSS telah mengoperasikan PLTU batu bara berkapasitas 1.820 megawatt di Desa Tani Indah dan Kapoiala Baru yang berdampak pada penurunan kualitas udara.

Kerusakan tambak pada beberapa desa di Kecamaran Kapoiala. Foto: Penafaktual.com

“Aktivitas perusahaan pemurnian nikel itu disinyalir berkontribusi pada penurunan kualitas lingkungan, seperti pencemaran udara,” kata Andi Rahman, Senin, 16 September 2024.

Andi menyebut aktivitas PLTU juga berdampak pada kerusakan tambak di Desa Labotoy, Tani Indah, Lalimbue, dan Kapoiala Baru. Padahal desa-desa tersebut merupakan kawasan basah dengan komoditas unggulan seperti kepiting, udang, dan ikan bandeng.

“Pada 2018, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat hasil produksi perikanan budidaya Kabupaten Konawe mencapai 40.356 ton. Namun angka itu terus menurun di tahun-tahun berikutnya seiring masifnya aktivitas perusahaan,” ungkapnya.

Usaha masyarakat lokal seperti budidaya ikan dan pertanian pun terus tergerus. Walhi Sultra mencatat 18 nelayan terpaksa berhenti karena tidak lagi menghasilkan ikan dari laut yang tercemar. Sementara sekira 151 haktare tambak tidak lagi digunakan karena rusak akibat debu batu bara.

Hingga berita ini ditayangkan, awak media masih berusaha mengkonfirmasi pihak terkait lainnya.(rok)

Artikel ini telah dibaca 99 kali

badge-check

Publisher

Baca Lainnya

Selama Tahun 2024, KUPP Pomalaa Cetak PNBP Rp2,5 Miliar

24 Januari 2025 - 20:02 WITA

Hingga Kini, PT Tekonindo Belum Ganti Rugi Lahan Warga yang Longsor

24 Januari 2025 - 16:36 WITA

Aktivitas PT WIN di Belakang SDN 12 Laeya Atas Permintaan Pemilik Lahan

24 Januari 2025 - 13:12 WITA

Laporan Soal Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Mandek di Polres Muna

23 Januari 2025 - 18:08 WITA

Manajemen PT TBS Komitmen Patuhi Kaidah Lingkungan

22 Januari 2025 - 16:25 WITA

Polres Konut Gelar Zoom Virtual Launching Penanaman Jagung Serentak Bersama Forkopimda

21 Januari 2025 - 17:17 WITA

Trending di Daerah