PENAFAKTUAL.COM – Sebuah benang kusut sedang terbuka perlahan di jantung tambang nikel Sulawesi Tenggara. PT Dharma Bumi Kolaka (PT DBK) salah satu pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang terdaftar resmi, lengkap dengan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) di tangan.
Namun, di balik kertas sah negara ini, tersimpan pertanyaan besar: Bagaimana sebuah perusahaan bisa menghasilkan ore nikel tanpa pernah menambang?
Terhitung sejak tahun 2022 hingga 2023, PT DBK tercatat menjual ore menggunakan kuota berdasarkan RKAB, namun menjadi pertanyaan kemudian, dari mana ore tersebut berasal. Apakah benar PT DBK melakukan penambangan dan produksi ore nikel di lokasi konsesi mereka? Atau apakah ada modus operandi lain yang digunakan untuk memperoleh ore nikel tersebut?
RKAB Resmi, Produksi Nihil
Hasil penelusuran investigasi menunjukkan PT DBK tercatat memiliki RKAB aktif pada 2022-2023. Dokumen ini adalah “paspor” wajib bagi setiap perusahaan tambang untuk memulai aktivitas produksi, hauling, dan penjualan ore.
Namun, anehnya, tidak ada satu pun aktivitas produksi tercatat di lapangan. Tidak ada bukaan tambang, tidak ada jalur masuk yang layak, tidak ada pergerakan alat berat di dalam lokasi konsesi.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang keabsahan RKAB yang dimiliki PT DBK. Apakah RKAB tersebut hanya sekedar formalitas ataukah benar-benar digunakan untuk melakukan produksi ore nikel? Jika tidak ada produksi, maka dari mana ore nikel yang dijual PT DBK berasal?
Satu-satunya Jalur Hauling: Tertutup dan Tidak Terawat
Akses fisik menjadi titik kunci kebohongan ini terbongkar. Hanya ada satu jalur hauling yang memungkinkan ore keluar dari lokasi PT DBK — yaitu jalur hauling milik PT Toshida.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa jalan tersebut tidak pernah di-maintenance dan tidak ada kendaraan hauling yang bisa melintas. Kondisi jalan yang rusak dan tidak terawat membuat mustahil bagi kendaraan berat untuk melintas di jalur tersebut.
Ore Misterius: Milik Siapa? Dari Mana?
Laporan internal dan temuan di lokasi berdasarkan hasil investigasi tim “cari” menduga PT DBK “mengamankan” ore dari pihak ketiga. Polanya: Penambang ilegal melakukan penambangan liar di luar IUP PT DBK. Ore tersebut kemudian “disahkan” memakai RKAB PT DBK dan pelabuhan/jetty yang siap kerja sama di dalam konspirasi “Dokumen Terbang”. Dokumen RKAB dipakai untuk penjualan ke pembeli seperti smelter agar seolah-olah legal.
Dalam praktiknya, bukan ore yang berasal dari IUP pemegang RKAB dijual, tetapi dokumen RKAB dijual ke penambang ilegal. Aktivitas curang ini terjadi sejak tahun 2022-2023 dengan total kuota yang diberikan sekitar 1 juta metrik ton.
Diketahui, jalur hauling milik PT Toshida baru di maintenance pada akhir tahun 2024. Hal ini menguatkan dugaan bahwa PT DBK memang tidak pernah produksi ore dalam kurun waktu tersebut yakni tahun 2022-2023, dengan kata lain ore nikel PT DBK tercatat terjual namun fakta lapangan tidak pernah ada produksi.
Kerugian Negara: Diam-diam Mengalir
Setiap ton ore nikel yang dijual tanpa produksi resmi berarti rugi negara dan rugi daerah setempat yang signifikan. Padahal, tonase nikel yang beredar dari modus seperti ini bisa mencapai ratusan ribu metrik ton per tahun. Jika DBK saja di 2022 quota adalah 650.000 metrik ton, maka potensi kerugian negara bisa mencapai puluhan miliaran rupiah.
Dugaan Konspirasi: Siapa Bermain di Balik Meja?
Fakta di lapangan menyimpan kecurigaan lebih dalam. Warga sekitar menduga praktik ini bisa berlangsung mulus karena “didiamkan” oleh oknum-oknum tertentu. Izin RKAB yang lolos meski tidak ada rencana produksi realistis, dokumen ore yang mulus keluar pelabuhan, dan jalur pengawasan yang longgar membuat masyarakat curiga ada permainan di balik layar.
Masyarakat mendesak Kejaksaan Tinggi Sultra (Kejati Sultra) segera turun tangan. Dugaan konspirasi antara pengusaha hitam, oknum aparat, dan pemilik RKAB harus diungkap seterang-terangnya. Direktur utama PT DBK harus diperiksa sebab bertanggungjawab besar dalam pusaran penjualan dokumen terbang di wilayah itu.
Tuntutan Investigasi Lanjutan
Tim “cari” mendesak:
- Kejati Sultra segera memeriksa izin RKAB PT DBK, validasi produksi riil vs dokumen penjualan tahun 2022-2023.
- Investigasi jalur penjualan dan audit pelabuhan yang terlibat.
- Lacak pergerakan ore yang dijual — dari mana diambil, siapa penambang sesungguhnya, ke mana disuplai.
- Tindak tegas oknum yang terlibat jual-beli dokumen RKAB.
Penutup
Di atas kertas, PT DBK sah. Di lapangan, PT DBK nyaris fiktif. Di pasar, ore nikel tetap mengalir. Di balik itu, negara diam-diam merugi.
Publik menanti penegak hukum menjawab satu pertanyaan sederhana: Di mana sebenarnya ore nikel PT DBK ditambang?
Dan kalau tidak ada tambang — ke mana uangnya pergi?
Tim “CARI” di bawah pengawasan Asosiasi Wartawan Internasional (Aswin) akan melaporkan Dirut PT DBK.
Pihak PT DBK hingga saat ini belum dapat dihubungi untuk dimintai keterangan. Namun media ini membuka ruang jika ada pihak yang ingin memberikan tanggapan sebagai hak jawab.(red)