Menu

Mode Gelap
Tiga Napi Korupsi di Sultra Dapat Asimilasi dari Pihak Ketiga, Salah Satunya Keponakan Gubernur Dari Kebun ke Gerbang Masa Depan: Menghadapi Cemohan dan Mencapai Impian Ridwan Bae: PT SCM dan Perkebunan Sawit Penyebab Banjir di Jalur Trans Sulawesi Korban Tenggelam di Pantai Nambo Ditemukan Meninggal Dunia Pembentukan Kaswara: Langkah Awal Kolaborasi Alumni SMP Waara

Hukrim · 3 Des 2025 20:59 WITA ·

Demo di MA, Relawan Keadilan Desak Eksekusi Lahan Kopperson Harus Segera Dilaksanakan


 Gerakan Relawan Keadilan Sulawesi Tenggara menggelar aksi demonstrasi di Mahkamah Agung (MA) RI. Foto: Istimewa Perbesar

Gerakan Relawan Keadilan Sulawesi Tenggara menggelar aksi demonstrasi di Mahkamah Agung (MA) RI. Foto: Istimewa

JAKARTA — Gerakan Relawan Keadilan Sulawesi Tenggara menggelar aksi demonstrasi di Mahkamah Agung (MA) RI pada Rabu, 3 Desember 2025. Dalam aksi ini, Relawan Keadilan menegaskan bahwa negara tidak boleh tunduk pada permainan oknum pejabat yang menghambat pelaksanaan putusan inkrah terkait lahan Koperasi Perikanan dan Perempangan Saonanto (KOPPERSON).

Koordinator aksi, Akbar Rasyid, menyatakan bahwa penerbitan penetapan non-eksekutabel oleh Pengadilan Negeri Kendari merupakan tindakan tidak sah, tidak memenuhi syarat hukum, dan bertentangan dengan asas kepastian hukum.

“Penetapan non-eksekutabel itu cacat! Lahan Kopperson jelas, sah, dan telah inkrah sejak 1995. Tidak ada alasan hukum untuk menghalangi eksekusi,” kata Akbar Rasyid

Akbar Rasyid menegaskan bahwa alasan yang digunakan oleh pihak pengadilan — yaitu bahwa lokasi lahan Kopperson dianggap “tidak jelas dan HGU mati” — sama sekali tidak berdasar.

Menurutnya, keabsahan lahan sudah sangat jelas secara administratif maupun yuridis, sebab:

  1. Kopperson memiliki Surat Ukur resmi dari BPN
  2. Kopperson memiliki sertifikat asli yang dikeluarkan negara
  3. Seluruh upaya hukum pihak yang kalah sejak 1995 telah selesai

Termasuk banding, bahkan upaya pihak ke tiga dalam verzet telah dinyatakan ditolak oleh pengadilan (kalah) serta seluruh proses hukum sudah final.

Terdapat tiga pihak yang mengajukan verzet pada tahun 2017 dan 2018, semuanya ditolak dan sudah berkekuatan hukum tetap.

Dengan demikian, menurut Akbar, tidak ada celah hukum apa pun yang dapat dijadikan alasan untuk menunda atau membatalkan eksekusi.

“Kalau semua upaya hukum sudah habis, dan bukti administrasi lengkap, lalu apa lagi yang dicari? Alasan ‘lokasi tidak jelas’ itu akal-akalan pihak yang ingin menghambat eksekusi,” tegasnya.

Hambatan Justru Datang dari Penyerobot dan Aparat yang Tidak Maksimal

Akbar juga mengungkap bahwa pada saat proses konstatering, pihak penyerobot lahan menghalangi, mengancam, dan menciptakan situasi intimidatif.

Yang membuat situasi semakin parah, kata Akbar, adalah aparat keamanan tidak berhasil memberikan pengamanan maksimal, sehingga konstatering tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

“Bagaimana negara bisa kalah dari para penyerobot? Tugas aparat adalah mengamankan pelaksanaan putusan inkrah, bukan membiarkan ancaman dan intimidasi menunda eksekusi,” ujar Akbar.

Tuntutan Gerakan Relawan Keadilan Sulawesi Tenggara

Gerakan ini secara tegas meminta:

  1. Mahkamah Agung dan Badan Pengawasan MA

Memeriksa dan mengevaluasi pejabat pengadilan yang mengeluarkan penetapan non-eksekutabel tanpa dasar hukum dan alsan yang mendasar.

Mengeluarkan fatwa pembatalan penetapan non-eksekutabel dan memerintahkan PN Kendari melaksanakan eksekusi.

  1. ATR/BPN RI

Melakukan audit administrasi pertanahan di Sultra.

Menindak oknum yang menerbitkan dokumen tumpang tindih dan memicu sengketa.

  1. Copot dan Periksa Oknum Pejabat yang Dianggap Menghambat Eksekusi

Ketua PN Kendari yang mengeluarkan penetapan non-eksekutabel tanpa dasar.

Ketua PT Sultra yang dinilai tidak menjalankan fungsi pengawasan.

Kakanwil ATR/BPN Sultra yang dianggap lalai dan tidak becus.

Kakantah Kota Kendari yang diduga menerbitkan sertifikat tumpang tindih serta berupaya menolak perintah negara.

Kapolda Sultra yang dinilai gagal memberikan pengamanan saat konstatering.

“Ini bukan sekadar soal tanah. Ini soal marwah hukum negara!” — Akbar Rasyid

Akbar menutup dengan menegaskan bahwa putusan inkrah adalah perintah negara yang wajib dijalankan. Membiarkannya tidak dieksekusi sama saja dengan meruntuhkan sistem hukum dan membuka ruang korupsi hukum.

Gerakan Relawan Keadilan menyatakan akan terus melakukan aksi, termasuk di Mahkamah Agung, Kementerian ATR/BPN, dan lembaga terkait, hingga eksekusi benar-benar dilaksanakan.

“Kami tidak akan berhenti. Keadilan tidak boleh ditunda, apalagi diperdagangkan,” tutup Akbar.(red)

Artikel ini telah dibaca 7 kali

badge-check

Publisher

Baca Lainnya

Kapolres Konawe Utara Tekankan Pola Hidup Sederhana, Hindari Gaya Hidup Hedon!

3 Desember 2025 - 08:40 WITA

Kejati Sultra Didesak Tetapkan 4 Tersangka Baru dalam Kasus Korupsi Tambang Kolaka Utara

3 Desember 2025 - 08:28 WITA

Kuasa Hukum Guru Mansur Bantah Tuduhan Nasruddin: Pernyataan Lucu dan Tidak Berdasar!

3 Desember 2025 - 08:11 WITA

Demo Keluarga Terdakwa BDM, Sebut Peradilan Sesat dan Rekayasa Perkara

1 Desember 2025 - 12:23 WITA

LBH HAMI Sultra Soroti Hukuman Ringan bagi ASN yang Serang Guru Honorer: Hukum Tajam di Bawah, Tumpul di Atas!

1 Desember 2025 - 10:40 WITA

BDM Didakwa Pelecehan Anak, Kuasa Hukum Sebut Ada Rekayasa

27 November 2025 - 19:47 WITA

Trending di Hukrim