KENDARI – Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) menjatuhkan sanksi 4 tahun demosi kepada oknum polisi Bripda La Ode Isnardin.
Bripda Isnardin terbukti melanggar Kode Etik Profesi Kepolisian (KEEP) karena telah menganiaya kekasihnya inisial AR (25).
Kuasa hukum AR, Muhammad Saleh mengatakan berdasarkan informasi yang diterima olehnya dari pihak Propam bahwa penjatuhan hukuman Bripda Isnardin melalui sidang putusan Komis Etik Polri yang di gelar pada Selasa, 23 Desember 2025.
Menurut Saleh, putusan 4 tahun demosi tidak setimpal dengan perbuatan pelaku. Sebab, pelaku menganiaya kliennya hingga babak belur bahkan sampai mengalami trauma psikologis.
“Dari kemarin kami memang berharap diberikan ganjaran yang setimpal sesuai dengan perbuatannya, makanya kami heran juga kenapa tidak diberhentikan secara langsung, karena ini sudah terbukti penganiayaannya,” ujar Saleh di Mako Polda Sultra, Rabu, 24 Desember 2025.
Padahal kata Saleh, berdasarkan fakta yang terungkap di muka persidangan, Bripka Isnardin mengakui jika dirinya telah menganiaya RR.
“Itu sudah dibuktikan di meja persidangan, hanya kan kita tidak tahu kenapa pihak Hakim Majelis Kode Etik ini memutuskan untuk putusan lain,” kata Saleh.
Kekecewaan pihak keluarga juga diungkapkan oleh tante AR, Romi Indrayanti (39). Romi mengatakan bahwa pada agenda sidang tuntutan, Majelis Kode Etik diminta agar memberikan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada Bribda Isnardin.
“Tapi kemarin putusannya kaya berbanding terbalik, cuma 4 tahun demosi, tidak setimpal apa yang dilakukan pelaku penganiayaannya pada korban dengan putusan ini,” kata Romi.
“Kami pihak keluarga sangat menyayangkan,” Romi menambahkan.
Sebelum sidang vonis digelar, kata Romi pihaknya diinformasikan oleh pihak Unit PPA Polda Sultra jika tuntutan PTDH terhadap pelaku sudah bulat.
“(Sanksi) tidak bisa diganggu gugat, tapi ternyata kemarin, jauh dari tuntutan,” pungkasnya.(lin)












