PENAFAKTUAL.COM, KENDARI – Kejati Sultra saat ini menangani 50 (lima puluh) Perusahaan Tambang di Sultra yang mesti menyelesaikan denda administratif PNBP IPPKH berdasarkan SK keterlanjuran dari KLHK.
Salah satu perusahaan yang mesti membayarkan denda administratif PNBP IPPKH berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.1217/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2021 adalah PD Aneka Usaha Kolaka.
Hal itu dibenarkan Asintel Kejati Sultra Ade Hermawan bahwa PD Aneka Usaha Kolaka adalah salah satu perusahaan yang mesti membayarkan denda administratif PNBP IPPKH dan sementara ditangani oleh pihaknya.
“Kita lagi melakukan verifikasi apakah terkait bagaimana tata kelola terkait keterlanjuran ini, kita undang, sementara masih tahap penyelidikan, ada yang terbuka, ada yang tertutup,” katanya.
Ia juga menambahkan dari 50 Perusahaan itu dibagi menjadi 2 (Dua) Gelombang.
“Untuk PD Aneka Usaha sudah diundang dan hadir,” tambahnya.
Pihaknya juga menuturkan bahwa untuk saat ini sementara dilakukan penghitungan.
“Untuk penanganan perkara ini kita bekerjasama dengan GAKKUM KLHK,” sambungnya.
Ditanyakan terkait aktivitas dugaan PD Aneka Usaha Kolaka, pihaknya mengatakan bahwa bisa dilakukan aktivitas selama memiliki RKAB.
“Boleh ada aktivitas selama ada RKAB,” katanya saat ditemui di ruangan kerjanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Minerba ESDM Sultra, Muhammad Hasbullah menerangkan bahwa sejauh ini belum ada tembusan RKAB Perusda Kolaka ke Dinas ESDM Sultra.
“Untuk PD Aneka Usaha Kolaka belum ada yang ditembuskan, Kalau mau tau pastinya, kordinasinya ke pusat,” katanya saat dihubungi via WhatsApp, Senin 23 Oktober 2023.
Pihaknya juga mengungkapkan bahwa terkait kewenangan penerbitan RKAB untuk pertambangan nikel telah menjadi kewenangan pusat.
“Karena mereka yang terbitkan, Kami hanya menerima tembusan,” tuturnya.
Selain itu terkait dugaan aktivitas PD Aneka Usaha Kolaka juga dibenarkan oleh Kepala Desa Pesouha, Kecamatan Pomalaa, Yastin Sutrisno. Ia menyebut, jalan poros tersebut saat ini tengah dilintasi oleh tiga perusahaan tambang yakni, PT Vale, Perusda Kolaka, dan PT PMS.
“Ada tiga perusahaan yaitu, PT Vale, Perusda Kolaka, dan PT PMS, ujarnya, Rabu 27 September 2023.
Sebelumnya, pada 28 September 2023 lalu, Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sultra, Hendro Nilopo menyoroti soal kegiatan pertambangan dan pengangkutan ore nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PD Aneka Usaha Kolaka.
Dalam keterangan yang diterima media ini, Ampuh Sultra menyebut bahwa saat ini PD Aneka Usaha Kolaka tengah melakukan kegiatan baik penambangan maupun pengangkutan ore nikel. Padahal menurut dia, PD Aneka Usaha Kolaka belum mendapatkan persetujuan RKAB dari Kementerian ESDM RI.
“Sangat aneh, ketika PD Aneka Usaha Kolaka bisa melakukan penambangan saat ini. Karena setahu kami PD Aneka Usaha Kolaka belum mendapatkan persetujuan RKAB,” ujar Hendro.
Bahkan, Hendro bilang, PD Aneka Usaha Kolaka tercatat sebagai perusahaan yang melanggar Undang-undang Cipta Kerja tentang perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di dalam kawasan hutan tanpa izin.
“Selain belum ada RKAB, PD Aneka Usaha Kolaka ini masih harus melunasi tunggakan pembayaran denda administrasi terkait penambangan di kawasan hutan tanpa izin,” ucapnya.
Oleh karena itu, Hendro Nilopo mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memanggil dan memeriksa pimpinan PD Aneka Usaha Kolaka.
“Ini tidak boleh luput dari APH, Dirut PD Aneka Usaha Kolaka harus di panggil dan diperiksa terkait kegiatan yang sedang berlangsung di WIUP PD Aneka Usaha Kolaka,” tandas Mahasiswa S2 Ilmu Hukum UJ Jakarta itu.
Untuk diketahui berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.1217/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2021 tentang data dan informasi kegiatan usaha yang telah terbangun di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan tahap III (Tiga) menyebutkan PD Aneka Usaha Kolaka adalah salah satu perusahaan yang mesti membayarkan denda administratif PNBP IPPKH.
PD Aneka Usaha Kolaka mesti menyelesaikan skema penyelesaian yang telah diatur dalam UU Cipta Kerja (Omnibus Law) Pasal 110 B. Sementara itu bunyi Pasal 110 B sebagai berikut:
(1) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (II huruf b, huruf c, dan/atau huruf e, dan/atau Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf c, dan/atau huruf e, atau kegiatan lain di Kawasan Hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha yang dilakukan sebelum tanggal 2 November 2020 dikenai sanksi administratif, berupa:
a. Penghentian sementara kegiatan usaha; b. Pembayaran denda administratif; dan/atau c. Paksaan pemerintah.
(2) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar Kawasan Hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus dengan luasan paling banyak 5 (lima) hektare, dikecualikan dari sanksi administratif dan diselesaikan melalui penataan Kawasan Hutan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata cara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.**)