PENAFAKTUAL.COM,.KENDARI– Aliansi Mahasiswa Pemerhati Lingkungan dan Kehutanan (AMPLK) Sultra menduga Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan (BPKHTL) wilayah XXII Kendari, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) diduga tercoreng akibat perbuatan Oknum yang memiliki kewenangan di instansi tersebut, Selasa 13Juni 2023.
Pasalnya menurut Ketua Aliansi Mahasiswa Pemerhati Lingkungan dan Kehutanan (AMPLK) Sultra, Ibrahim hal tersebut bermula dari salah satu item kegiatan yang dikerjakan oleh instansi tersebut.
“Awalnya bermula saat terjadi MoU antara Balai Wilayah Sungai IV Kendari selaku penanggungjawab anggaran dengan BPKHTL wilayah XXII Kendari sebagai pelaksana swakelola,” kata Alumni Hukum UHO.
Ia menambahkan bahwa kegiatan swakelola tersebut berupa kegiatan fasilitasi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) pembangunan bendungan Pelosika dan sarana penunjangnya.
“Berdasarkan dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK. 341/MENLHK/SETJEN/PLA0/8/2020 tanggal 24 Agustus 2020 tentang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk Kegiatan Pembangunan Bendungan Pelosika dan Sarana Penunjangnya Atas Nama Kementerian PUPR Seluas ±1.917,05 Ha pada Kawasan Hutan Lindung, Kawasan Hutan Produksi Tetap dan Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi di Kabupaten Konawe dan Kolaka Timur, Provinsi Sulawesi Tenggara, Kementerian PUPR merupakan salah satu Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang berkewajiban menyelesaikan tata batas areal Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan,” jelas salah satu Aktivis Sultra.
“Dan berdasarkan Surat Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan atas nama Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Nomor S. 222/PKTL-KUH/ PKHW2/PLA.2/3/2021 tanggal 10 Maret 2021, BPKHTL Wilayah XXII Kendari berkoordinasi dengan Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Kendari terkait pelaksanaan penataan batas areal kerja. Selanjutnya, pelaksanaan penataan batas areal kerja tersebut dilaksanakan oleh BPKHTL Wilayah XXII Kendari dengan dibiayai oleh Kementerian PUPR selaku Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan,” ungkapnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa yang menjadi problem adalah temuan kelebihan alokasi anggaran.
“Biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut adalah sebesar Rp269.909.100,00, yang terdiri dari, Supervisi penataan batas areal kerja yang dilaksanakan oleh Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Kendari sebesar Rp179.021.600,00, Pengukuran batas sendiri sekaligus batas luar kawasan hutan yang belum pernah ditata batas, sepanjang lebih kurang 1.942,07 m dengan rincian kegiatan inventarisasi trayek batas, pemancangan batas sementara dan identifikasi hak-hak pihak ketiga dan pemancangan batas definitif sebesar Rp90.887.500,00 dan Bukti pertanggungjawaban,” ungkapnya.
Berdasarkan data yang diperoleh AMPLK Sultra dari BPK RI ada temuan sisa anggaran dari kegiatan swakelola tersebut.
“Sesuai dengan data dari Kementerian Keuangan, realisasi belanja terkait pelaksanaan kegiatan penataan batas areal kerja adalah sebesar Rp352.049.549,00. Dengan demikian masih terdapat sisa sebesar Rp82.140.449,00 (Rp352.049.549,00 Rp269.909.100,00), yang masih berada dalam tanggung jawab pemberi kerja,” bebernya.
Terkait hal tersebut pihaknya menduga ada oknum yang mempunyai kewenangan di BPKHTL Wilayah XXII Kendari yang bermain dengan anggaran tersebut.
“Kami duga ada oknum yang memiliki kewenangan di instansi tersebut yang kami duga bermain dan mendapatkan sisa anggaran tersebut, karena mereka yang memiliki kewenangan, dan berdasarkan data yang kami peroleh dari BPK RI ada sisa anggaran dari kegiatan Swakelola tersebut,” tuturnya.
Ibrahim juga mengungkapkan bahwa hasil kunjungannya di Kantor BPKHTL XXII Kendari terpampang jelas Baliho yang menerangkan bahwa wilayah kantor tersebut masuk wilayah Zona Integritas, wilayah bebas bersih melayani (WBBM) dan Wilayah Bebas Korupsi.
“Balihonya ZI, WBK dan WBBM dan bahkan info yang kami dapatkan sudah dua tahun belakangan ini, jangan hanya karena dugaan perbuatan salah satu oknum mencoreng instansi tersebut,” ujarnya.
AMPLK Sultra juga berharap dengan adanya temuan tersebut Aparat Penegak Hukum (APH) dapat mengambil langkah tegas.
Selain itu pihaknya meminta kepada Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengevaluasi Kepala BPKHTL Wilayah XXII Kendari, pasalnya Pihaknya menduga oknum tersebut yang memiliki kewenangan selaku yang menandatangani MoU dan penanggung jawab atas kegiatan swakelola tersebut.
“Kami minta APH dapat memproses temuan BPK RI dan Dirjen KLHK dapat mengevaluasi Kepala BPKHTL Wilayah XXII Kendari atas adanya temuan tersebut, yang kami duga dapat mencoreng instansi yang dua tahun belakangan ini telah memperoleh Zona Integritas sebagai wilayah yang bebas bersih melayani atau WBBM dan Wilayah Bebas Korupsi atau WBK,” pungkasnya.
Sementara itu berdasarkan pantauan media ini pada Senin 12 Juni 2023, masih terpampang jelas Baliho yang menerangkan wilayah Kantor tersebut masuk kategori Zona Integritas dan Wilayah Bebas Bersih Melayani (WBBM) dan Wilayah Bebas Korupsi (WBK)
Terkait hal tersebut Kepala BPKHTL Wilayah XXII Kendari Pernando Sinabutar saat dikonfirmasi terkait zona integritas, pihaknya mengatakan bahwa kantor sementara berproses untuk meraih predikat tersebut.
“Berproses, lagi membangun dan itu tidak mudah, tapi akan terus kita bangun, tidak mudah mengubah cara pikir dalam pembangunannya,” katanya saat dikonfirmasi via WhatsApp, Minggu 11 Juni 2023.
“Membangun cara berpikir pegawai untuk berakhlak tidak mudah, tapi kami tidak pernah surut, mohon dukungannya,” tambahnya.
Selain itu saat dikonfirmasi terkait pengerjaan proyek swakelola IPPKH Bendungan Pelosika, pihaknya mengatakan bahwa pengerjaannya sudah batal.
“Ini sudah batal, termasuk ini, ini kerjaan orang-orang yang tidak bertanggung jawab, Karena sudah batal, sudah dikembalikan semua ke negara, Itu bukan urusan BPKH, konfirmasi ke BWS, Tidak ada temuan BPK, karena sudah dikembalikan semua,” ungkapnya.
Selain itu ia juga menuturkan bahwa ada proses pengerjaan yang tidak pas.
“Sudah dikembalikan semua, karena semua prosesnya tidak pas,” pungkasnya.
Sementara itu Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi IV Kendari Agus Safari mengatakan “Konfirmasi ke PPK Tanah, karena ini pekerjaannya,” ujarnya saat dikonfirmasi via WhatsApp.
Terkait hal tersebut saat PPK Bendungan Pelosika Arsamid Watadinata mengatakan “Swakelola ini terkait supervisi tata batas kawasan, dan ini memang mesti diawasi oleh BPKHTL, mereka juga yang menerbitkan, kan kalau berhubungan dengan lahan masyarakat kita selesaikan dengan masyarakat dan kalau soal kehutanan kita berurusan dengan BPKHTL,” jelasnya saat di wawancarai langsung.
“Itu memang kemarin ada laporan dari Inspektorat mereka (KLHK) ada yang tidak tertagging, tidak terdata, kan kalau swakelola mesti dibuat rekening tersendiri, dan kemarin memang ada dana lebih tetapi mereka sudah kembalikan lewat PUPR, mereka minta kode Billing dan sudah kembalikan,” ungkapnya.
“Kita kan ini sebagai penyedia dana, mereka pelaksana, dan sebenarnya ini menurut mereka sudah dilaksanakan tetapi Inspektorat menganggap ini tidak dilaksanakan mereka sudah kembalikan semuanya termasuk semua dana itu baik kelebihan dan dana swakelola tersebut,” ungkapnya.
Ia juga menuturkan bahwa karena ada penilaian inspektorat BPKHTL Wilayah XXII Kendari mengembalikan ke Negara.
“Intinya karena ada penilaian inspektorat karena tidak dilaksanakan makanya mereka mengembalikan ke negara dan ini pekerjaan tahun 2022,” tuturnya.
“Di MoU juga tertera bahwa kami penyedia anggaran dan mereka sebagai pelaksana pekerjaan swakelola tersebut,” tutupnya
TIM