KENDARI – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kendari memberikan perhatian serius terhadap skandal tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang bersumber dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2020-2023.
Dalam perkara ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI telah menetapkan dua orang mantan anggota Komisi XI DPR RI sebagai tersangka, yakni Heri Gunawan dari Partai Gerindra dan Satori dari Partai NasDem.
Namun, Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi (Infokom) HMI Cabang Kendari, Rasidin, menilai bahwa penetapan dua tersangka tersebut belum menyentuh aktor-aktor utama.
Rasidin menyebut bahwa berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh pihaknya, terdapat nama-nama besar yang ikut menerima dana, namun hingga kini belum tersentuh hukum.
Rasidin membeberkan bahwa dalam sejumlah kegiatan penyaluran bantuan CSR, Bahtra Banong (Mantan anggota Komisi XI DPR RI) tercatat sering tampil bersama dengan Kepala KPw BI Sultra, Doni Septadijaya termasuk dalam penyaluran bantuan sembako saat masa pandemi Covid-19.
Fakta-fakta ini diperkuat oleh pengakuan warga di beberapa lokasi penerima bantuan, yang menyatakan bahwa bantuan tersebut disalurkan atas nama program kerja sama antara Bahtra Banong dan BI Sultra.
“Namun, tak ada informasi jelas mengenai legalitas program tersebut, mekanisme pendanaan, maupun laporan pertanggungjawabannya,” ujar Rasidin.
“Berdasarkan informasi dan data yang kami himpun, kegiatan penyaluran dana CSR BI-OJK di Sulawesi Tenggara dilakukan melalui lembaga atau yayasan yang kami duga fiktif. Yayasan tersebut tidak ditemukan dalam basis data resmi, tidak memiliki kantor yang jelas, dan tidak memiliki aktivitas sosial yang berkelanjutan,” imbuh Rasid.
HMI Cabang Kendari menilai bahwa dugaan keterlibatan Doni tidak bisa diabaikan, sebab kegiatan pencarian dana CSR dari BI berlangsung di masa jabatannya dan menggunakan platform resmi institusi negara.
“Kami menilai modus penggunaan yayasan fiktif ini adalah bentuk baru dari kejahatan terstruktur. Lembaga sekelas BI dan OJK harusnya punya standar akuntabilitas tinggi, tapi ini justru dimanfaatkan untuk memperkaya segelintir pihak dengan bungkus kegiatan sosial,” tegas Rasidin.
Ia menyatakan bahwa kegiatan penyaluran CSR yang sejatinya bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat justru dijadikan alat pencitraan dan dugaan korupsi oleh oknum elite. Bahtra Banong sendiri sebelumnya telah disorot oleh publik karena lonjakan kekayaannya yang signifikan dalam waktu singkat. HMI mencatat bahwa pada tahun-tahun terakhir masa jabatannya, terjadi kenaikan harta kekayaan yang tidak sebanding dengan profil pendapatannya sebagai wakil rakyat.
Lebih parah lagi, kegiatan ini terjadi di tengah situasi krisis—seperti pandemi—di mana rakyat kecil sangat membutuhkan bantuan nyata. Korupsi dana sosial dalam situasi bencana adalah bentuk kejahatan moral yang paling keji dan tidak bisa ditoleransi.
HMI Cabang Kendari menyampaikan tuntutan resmi, antara lain:
- KPK RI harus memanggil dan memeriksa Bahtra Banong dan jajaran KPw BI Sultra, termasuk Kepala Perwakilan sebelumnya, dalam rangka pendalaman kasus CSR BI-OJK.
- Audit menyeluruh terhadap seluruh penyaluran dana CSR BI dan OJK di Sulawesi Tenggara, dari tahun 2019 hingga 2024.
- Publikasi daftar lembaga/yayasan penerima dana CSR dan legalitasnya.
- Penindakan hukum tegas terhadap semua pihak yang terlibat, tanpa tebang pilih, baik dari kalangan legislatif maupun institusi negara.
- Keterlibatan masyarakat sipil dan lembaga mahasiswa dalam pengawasan penggunaan dana CSR ke depan, agar tidak terjadi kembali penyalahgunaan.
HMI Cabang Kendari menyatakan akan terus mengawal kasus ini secara terbuka, dan bila dalam waktu dekat tidak ada progres hukum yang berarti, maka mereka akan melakukan aksi massa di KPw BI Sultra dan DPRD Sultra, serta mengirimkan laporan resmi investigasi ke KPK RI di Jakarta.(red)








