KONAWE – PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) yang beroperasi di Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe, diwajibkan membayar denda administratif berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.1217/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2021 tentang Data dan Informasi kegiatan usaha yang telah terbangun dan kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang Kehutanan Tahap III (Tiga).
Perusahaan ini merupakan salah satu dari 140 perusahaan yang harus melakukan pembayaran denda administratif PNPB PPKH.
Keputusan tersebut mewajibkan PT SCM untuk mengikuti skema penyelesaian sesuai UU Cipta Kerja atau Omnibus Law. PT SCM dikenakan Pasal 110 B yang berbunyi:
“(1) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (II huruf b, huruf c, dan/ atau huruf e, dan/atau Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf c, dan/atau huruf e, atau kegiatan lain di Kawasan Hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha yang dilakukan sebelum tanggal 2 November 2020 dikenai sanksi administratif, berupa: a. Penghentian sementara kegiatan usaha; b. Pembayaran denda administratif; dan/atau c. Paksaan pemerintah.”
Pemerintah Republik Indonesia telah membentuk Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) di bawah Kementerian Pertahanan berdasarkan Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Satgas ini akan menindaklanjuti penertiban kawasan hutan dan diketuai oleh Menteri Pertahanan, dengan wakil dari Jaksa Agung, Panglima TNI, dan Kapolri.
PT SCM memiliki kuota RKAB terbanyak dibandingkan 62 perusahaan di Sulawesi Tenggara yang telah memiliki kuota RKAB, yaitu sebesar 19.356.000 MT.
Perusahaan ini dimiliki oleh Penanaman Modal Asing (PMA) HT Asia Industry Limited dengan komposisi saham 49% dan 51% saham lainnya dimiliki oleh Perusahaan Umum Merdeka Industri Mineral.
Komposisi direksi perusahaan diisi oleh sepuluh orang, termasuk Komisaris Santoso Kartono, I Ketut Pradipta Wirabudi, Wang Renghui, Lin Jiqun, dan Xiang Jinyu sebagai Presiden Komisaris. Sementara itu, posisi Direktur diisi oleh Zhang Fan, Wu Huadi, Shi Hingchao, Boyke P. Abidin, dan Adi Adriansyah Sjoekri sebagai Presiden Direktur.
Dengan adanya Perpres Nomor 5 Tahun 2025, pemerintah menunjukkan komitmennya untuk menertibkan kawasan hutan dan memastikan bahwa perusahaan-perusahaan yang beroperasi di dalamnya mematuhi peraturan yang berlaku.(red)







