PENAFAKTUAL.COM, BOMBANA – Kepala Desa Watukalangkari Kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana, Sahrir, diduga menggunakan ijazah palsu saat mendaftar sebagai calon kepala desa (Kades) pada pemilihan kepala desa (Pilkades) yang digelar pada 20 Februari 2022 lalu.
Dari beberapa sumber yang dihimpun media ini, ijazah yang diduga palsu atau diragukan keabsahannya tersebut dikeluarkan pada tahun 2000 di SMP Terbuka atau SLTP Negeri 1 Rumbia yang saat ini berubah nama menjadi SMPN 02 Rumbia.
Dugaan penggunaan ijazah palsu itu telah dilaporkan oleh Martinus (45) ke Polres Bombana pada 30 Maret 2022 lalu namun hingga kini belum ada perkembangan terkait laporan tersebut.
“Kemarin itu memang sempat saya melaporkan tentang dugaan ijazah palsu namun setelah kami masukkan laporan di pihak kepolisian kami tidak pernah dipanggil untuk memberikan keterangan”, kata Martinus saat diwawancarai awak media ini, Rabu, 20 September 2023 malam.
Martinus, mengungkapkan ia pernah disampaikan oleh penyidik Polres Bombana bahwa laporan tersebut akan ditindaklanjuti jika ada indikasi yang terlapor diduga menggunakan ijazah palsu.
“Tapi setelah beberapa bulan kami tidak pernah dipanggil dan di BAP”, ungkap Martinus.
“Kemudian, penyidiknya dia ketemu kita di luar, dia sampaikan bahwa yang kamu duga itu ternyata ada ijazah aslinya”, kata Martinus menirukan ucapan salah satu penyidik.
Laporan yang dilayangkan Martinus bukan tanpa alasan. Ia juga sudah melakukan pengecekan ke SMPN 02 Rumbia sebagai sekolah tempat Sahrir memperoleh ijazah namun tidak menemukan arsip ataupun bukti-bukti yang mendukung terkait dengan keabsahan ijazah tersebut.
“Kita duga ijazah palsu, karena setelah kita cek di SMP yang bersangkutan itu di sana (SMPN 02 Rumbia) tidak ada datanya. Artinya kepala sekolah itu tidak bisa menjamin bahwa data yang bersangkutan yang terlapor itu ada di situ atau tidak”, beber Martinus.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Bombana AKP Muhammad Nur Sultan saat ditemui di ruang kerjanya enggan memberikan komentar terkait dengan kasus dugaan ijazah palsu yang dilaporkan Martinus.
Ketua BPD Watukalangkari, Edihasry saat diwawancarai mengaku sangat prihatin atas adanya dugaan penggunaan ijazah palsu oleh kepala desa karena selama ini ia sebagai ketua BPD maupun masyarakat setempat tidak pernah terpikir akan ada kejadian seperti ini.
Ia mengaku saat ini sudah banyak masyarakat yang mendesak agar BPD segera mengambil langkah-langkah terkait dengan kasus dugaan ijazah palsu yang menyeret kepala desa.
“Sebenarnya kita diam-diam saja, tapi karena banyak warga yang tanya dan mendesak bahwa ini BPD harus bergerak tanyakan keaslian ijazahnya, apakah ini memang asli atau bukan supaya kami ini juga masyarakat dapat kepastian”, kata Edihasry menyampaikan desakan dari masyarakat.
“Makanya masyarakat dorong kami untuk menanyakan langsung ke Polres. Oleh karena itu beberapa hari yang lalu saya adakan rapat internal bersama teman-teman BPD, saya tanya ini bagaimana teman-teman BPD sebagai perwakilan masyarakat masing-masing dusun terkait adanya riak-riak di masyarakat masalah dugaan ijazah palsu ini. Dan saat itu teman-teman BPD sampaikan bahwa kita harus kompak untuk menindaklanjuti dugaan masyarakat terkait penggunaan ijazah palsu saudara Sahrir selaku kepala desa sekarang ini pada saat pendaftaran pencalonan kepala desa”, beber Edihasry.
Selaku ketua BPD ia berharap supaya Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini Polres Bombana dapat mengusut tuntas kasus ini dan membuktikan keabsahan ijazah yang dimiliki Kepala Desa Watukalangkari apakah ijazah asli atau bukan.
“Tapi bukan hanya dilihat secara kasat mata, tapi harus ditelusuri sumber-sumbernya, kalau perlu ijazah ini harus dilakukan tes di laboratorium forensik karena kita membutuhkan kebenaran yang sesungguhnya”, tegas Edihasry.
Selanjutnya, awak media ini melakukan penelusuran ke SMPN 02 Rumbia dan melakukan wawancara dengan kepala sekolah (Kepsek). Dari hasil wawancara tersebut, Kepala SMPN 02 Rumbia mengaku tidak menemukan arsip atau rekapan peserta ujian yang tamat pada tahun 2000.
“Kami sudah bongkar juga lemari, kita cari arsip-arsip yang lama tapi kami tidak temukan arsip atau rekapan data peserta ujian yang tamat tahun 2000”, jelas Kepala SMPN 02 Rumbia, Samsu.
Tak sampai di situ, awak media juga melakukan penelusuran dan mengambil keterangan dari beberapa saksi yang tamat tahun 2000 di SMP Terbuka atau SLTP Negeri 1 Rumbia. Sebanyak empat orang yang diwawancarai mengaku tidak pernah melihat Sahrir mengikuti ujian kelulusan di SLTP Negeri 1 Rumbia pada tahun 2000.
Mariana (42) salah satu peserta yang tamat di SLTP Negeri 1 Rumbia pada tahun 2000 menjelaskan bahwa pada saat mereka ujian kelulusan berjumlah 8 orang dan tidak ada Sahrir. Ia mengatakan bahwa Sahrir memang sempat bersekolah di SMP Terbuka namun berhenti saat kelas 2 dan langsung pergi ke Makassar dan tidak mengikuti ujian kelulusan.
“Saat kelas dua sudah tidak ada dia (Sahrir), jadi kelas 3 juga tidak ada dia. Dia sudah berhenti, dia tidak ikut ujian”, ungkap Mariana.
Lebih lanjut Mariana mengungkapkan, bahwa pada saat ujian, mereka (Siswa SMP Terbuka) digabung dalam satu ruangan dan tidak ada Sahrir dalam ruangan tersebut sehingga ia memastikan bahwa Sahrir tidak ikut ujian di SMP Terbuka pada tahun 2000.
“Karena memang saya tidak lihat, padahal kita ujian itu dikumpulkan satu ruangan semua yang dari SMP Terbuka. Kita ujian di Kasipute di SLTP Negeri 1 Rumbia, sekarang sudah jadi SMPN 02 Rumbia”, jelas Mariana.
Mariana juga menyebutkan nama-nama peserta yang mengikuti ujian tahun 2000 di SMP Terbuka Rumbia (SLTP Negeri 1 Rumbi). Mereka adalah: 1. Mariana, 2. Hartina, 3. Suharni, 4. Muliadi, 5. Asniar, 6. Rosnia, 7. Hasna, 8. Uni (Mamanya Tia).
Sementara itu, Kepala Desa Watukalangkari Hasri bersikukuh bahwa ijazah yang dimilikinya merupakan ijazah asli bukan palsu.
Terkait dengan adanya informasi tidak pernah mengikuti ujian kelulusan menurut Sahrir hal itu sama sekali tidak benar.
“Karena saya melakukan, saya ikut ujian. Dulu itu waktu saya ikut ujian malah saya pinjam baju”, kata Sahrir saat dikonfirmasi.
Sahrir pun membantah tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepadanya terkait dengan dugaan ijazah palsu. Menurutnya, tuduhan tersebut sengaja dihembuskan oleh oknum-oknum yang sakit hati terhadap dirinya.
“Karena pada dasarnya saya ikut ujian, saya tamat tahun 2000. Ada ijazah ku, ijazah inilah yang saya bawa di Makassar mau mendaftar kemarin tapi uangku tidak cukup. Saya kerja di kawasan mi selama 3 tahun pakai ijazah itu juga”, beber Sahrir.
Penulis: Husain