PENAFAKTUAL.COM, KENDARI – Kepala Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Pertanahan Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) memberikan klarifikasi terkait tudingan dari Forum Komunikasi Pemuda Indonesia (FKIP) Sultra yang menyebut beberapa polemik.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman Sultra, Muhammad Nurjaya mengatakan bahwa tuduhan yang dilontarkan FKPI tersebut semua sudah selesai dan tidak ada lagi persoalan.
Misalnya, terkait dengan adanya temuan BPK RI sebesar Rp874.984.000 pada pekerjaan jasa Konsultasi tahun 2021-2022 sudah dikembalikan ke kas daerah.
“Terkait temuan BPK 2021-2022 semua sudah dikembalikan ke kas daerah. Ini ada bukti pembayaran di kas daerah, ada yang satu juta, ada juga sampai 300 juta. Itu semua pada saat LHAP BPK keluar mereka langsung mengembalikan. Penyediaan langsung mengembalikkan”, kata Muhammad Nurjaya sambil menunjukkan bukti pengembalian ke kas daerah.
“Justru Dinas Perumahan yang paling cepat menindaklanjuti temuan-temuan ini. Jadi terkait temuan ini semua sudah tuntas dan sudah ada tindak lanjut oleh BPK RI melalui inspektorat. Dan semua sudah ada bukti setoran”, lanjutnya.
Kemudian, ia juga membantah tudingan adanya dugaan pemufakatan jahat dan kejanggalan dalam proses lelang setiap proyek di Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman sehingga menguntungkan atau melibatkan rumpun keluarganya sebagai pelaksana setiap proyek.
“Sampai saat ini tidak ada kontraktor yang saya kenal yang kerja proyek di sini (Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman). Jadi sangat tidak benar kalau semua proyek dikerjakan oleh keluarga saya”, ungkap Nur Jaya.
Selanjutnya, terkait pegawai honorer di lingkup Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Pertanahan Sultra sebanyak 39 orang memang benar. Hal itu berdasarkan SK Gubernur Sultra H Ali Mazi nomor SK 419 2023 mulai Bulan Juni sampai Desember 2023.
Namun, dari jumlah 39 orang itu, hanya 6 orang yang selalu masuk kantor. Selebihnya, tidak pernah masuk kantor sampai saat ini.
Sehingga, kata Nurjaya hanya 6 orang tersebut yang dibayarkan honornya. Sementara yang 33 orang lainnya tidak bisa dibayar honornya karena tidak pernah masuk kantor.
“Jadi hanya 6 orang itu yang saya bayarkan honor, kan tidak mungkin saya bayarkan honornya orang yang tidak pernah masuk kantor. Kalau saya bayarkan justru saya yang salah”, tukasnya.(rok)