PENAFAKTUAL.COM, KENDARI – Desa Baliara, Kecamatan Kabaena Barat, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra) diterjang banjir, usai diguyur hujan Selasa, 26 Maret 2024 kemarin.
Genangan banjir setinggi lutut dewasa bercampur material tanah merah itu merendam sebagian besar rumah masyarakat di wilayah Desa Baliara.
Kepala Desa (Kades) Baliara, Ancu mengatakan beberapa hari belakangan ini, sebagian besar wilayah di Kabupaten Bombana, termaksuk Desa Baliara terus diguyur hujan.
“Tempat wilayah banjir itu di rumpun Kabeana dan Bugis, akibat hujan yang turun kemarin,” kata dia saat dihubungi dari Kendari, Rabu, 27 Maret 2024.
Ancu menerangkan, sebelumnya di daerah tersebut kerap terjadi banjir, ketika memasuki musim penghujan. Namun air yang menggenang rumah-rumah warga masih relatif jernih, tidak keruh seperti saat ini.
“Bedanya hari ini, ketika banjir airnya keruh (bercampur lumpur). Itu memang kawasan dataran rendah, kemudian karena kebetulan hujan kemarin ditambah air pasang, sehingga airnya tidak langsung turun ke laut. Apalagi dia punya parit, saluran airnya juga tidak baik,” ujar Kades Baliara.
Terkait air banjir bercampur lumpur, lanjut Kades Baliara ini menuturkan bahwa salah satu faktor yakni adanya aktivitas tambang ore nikel oleh perusahaan yang melakukan penambangan di Desa Baliara.
Namun untuk kasus ini, ada hal lain yang membuat air banjir menjadi keruh, karena ada penimbunan pemakaman yang tidak ditalud. Akhirnya tanah yang dibawa air hujan memperparah keruh airnya.
Meskipun begitu, ia menyebut, pihak perusahaan sudah membangun cekdam sebagai penyaring air, agar tidak keruh sewaktu turun hujan. Namun, cekdam tersebut tak mampu menampung debit air, dan meluap turun ke bawah (perkampungan).
“Namun mungkin penyebabnya, adanya perusahaan (aktivitas tambang nikel) begitu,” jelas dia.
Ancu juga mengaku, sejak perusahaan tambang melakukan aktifitas, memang air laut disepanjang garis pantai sudah keruh, dan itu telah berlangsung lama.
Sehingga, berbicara dampak, yang paling merasakan dampaknya rumpun Bajo yang tinggal atau mendiami pesisir Pantai Desa Baliara. Walupun dampaknya, tidak begitu signifikan, sebab rata-rata masyarakat Bajo yang berpofesi nelayan itu, wilayah tangkap ikannya jauh dari pemukiman mereka.
Paling, sebut dia, air laut keruh membuat jarak pandang masyarakat Bajo ketika turun menyelam menombak ikan tidak terlihat jelas.
“Salah satu penyebab air keruh juga, pernah masyarakat Bajo kena gatal-gatal, mungkin penyebabnya itu (air keruh campur lumpur), karena lumpur pasti ada pengaruhnya,” tuturnya.
Kendati demikian, Kades Baliara terpilih tahun 2022 kemarin itu menjelaskan, pihak perusahaan sudah melakukan upaya mengantisipasi supaya tanah bekas galian tambang yang dibawa air hujan tidak langsung turun ke perkampungan, salah satunya dengan membuat cekdam.
Namun lagi-lagi, cekdam tersebut tidak dapat menampung debit air terlalu banyak. Sehingga, saat turun hujan dengan intensitas tinggi, airnya meluap dan turun ke laut.
Kondisi ini pun, tambah dia membuat masyarakat Bajo yang mendiami Pesisir Pantai Desa Baliara pasrah menerima dampak, akibat aktifitas penambangan nikel.
Meski begitu, masyarakat berharap perusahaan memberikan kompensasi sebagai ganti pemukiman mereka tercemar, termasuk kompensasi dampak debu bagi masyarakat tinggal di daratan.
“Itu saja (kompensasi dampak) yang belum terealisasi. Tetapi secara umum, kehadiran perusahaan memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat, dan banyak warga disini yang dipekerjakan, termaksuk CSR perusahaan juga selalu disalurkan dalam bentuk fisik,” tukasnya.(hsn)