KENDARI – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) menjatuhkan vonis lima (5) tahun penjara kepada BDM terdakwa kasus pencabulan anak.
Pembacaan vonis tersebut dibacakan dalam sidang putusan oleh Ketua Majelis Hakim PN Kendari, Frans Wempie Supit, disaksikan dua anggota Majelis Hakim, terdakwa, dan keluarga terdakwa, Senin, 15 Desember 2025.
Dengan hasil putusan itu, Kuasa Hukum BDM, Andri Darmawan mengatakan akan mengajukan banding di tingkat Pengadilan Tinggi (PT) Sultra.
“Kita akan banding setelah Majelis Hakim memvonis terdakwa lima tahun penjara,” kata dia, Selasa, 16 Desember 2025.
Menurut Andri Darmawan, pengajuan banding PT Sultra tersebut, didasarkan beberapa hal, diantaranya dalam proses sidang sebenarnya banyak fakta yang meringankan kliennya.
Namun, dalam putusan akhir, justru Majelis Hakim memvonis bersalah kliennya, hanya karena berdasarkan keterangan anak yang tidak disumpah, dan mengabaikan kesaksian saksi yang dihadirkan.
Misalnya, saksi dari penyelenggara pengajian di rumah salah satu calon Bupati Konawe, tempat atau lokasi terjadinya pencabulan.
Kata Andri, dalam kesaksiannya, saksi tersebut menyatakan waktu kejadian dalam suasana ramai, dan tidak ada yang melihat terdakwa melakukan pencabulan sebagaimana yang disangkakan.
Kemudian, adanya pernyataan berbeda oleh korban pencabulan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan waktu korban bersaksi di pengadilan.
“Waktu di BAP dia (korban) tidak ada mengatakan adanya tonjolan atau melihat klien kami membuka resleting celananya saat korban dipangku. Tapi, pernyataan berbeda diutarakan ketika sidang, korban menyebut bahwa dia merasakan ada tonjolan,” tutur Andri.
Selanjutnya, hal yang mencengangkan, lanjut Andri bukti visum korban yang dikeluarkan Rumah Sakit Umum (RSU) Bhayangkara Kendari, tidak dimunculkan di persidangan.
Padahal pihaknya sudah menyurat ke RSU Bhayangkara Kendari meminta bukti visum akan tetapi tidak ditanggapi, lalu meminta Jaksa untuk menghadirkan bukti visum juga tidak lakukan.
Terakhir, pihak terdakwa meminta Majelis Hakim agar bukti visum dihadirkan di dalam sidang, sesuai kewenangan Majelis Hakim yang diatur dalam Pasal 180 ayat (1) KUHAP, namun tak diindahkan.
“Ini sebenarnya ada kejadian lain, ketika visum dimunculkan akan meruntuhkan dakwaan Jaksa terkait dengan pelecehan tersebut, dan itu terungkap di dalam hasil visum itu. Hanya sayangnya hasil visum itu disembunyikan mulai dari Kepolisian, Jaksa, maupun Hakim,” tegas Andri.
“Ini menunjukkan persekongkolan yang luar biasa dari Kepolisian, Jaksa dan Hakim untuk menyembunyikan fakta sebenarnya di hasil visum. Sehingga saya katakan lagi-lagi ini merupakan peradilan sesat,” tutup Andri Darmawan.(red)












