PENAFAKTUAL.COM, KENDARI – Perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Antam site Konawe Utara (Konut) terus bergulir baik di PN Tipikor Kendari maupun PN Tipikor Jakarta Pusat.
Pada Senin 29 Januari 2024, Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kendari kembali menggelar sidang terkait kasus tersebut.
Pada sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan enam orang saksi diantaranya Ferry Irawan (Kuasa Direktur PT Najwa Mulia Mandiri), Galih Ajibrata (Operator Senior Manager PT Antam Tbk), Rizky Parayou (Kepala Cabang Surveyor PT Tribhakti Inspektama Wilayah Sultra), Selamet Hartono (Inspektur Tambang Kementerian ESDM RI), Ketut Artawan (PNS) dan Muhammad Akbar Ibrahim AS (Direktur Utama PT Anakia Sultra Perkasa).
JPU juga menghadirkan ke empat terdakwa yaitu Eks GM PT Antam UBPN Konut Hendra Wijayanto, Direktur PT Kabaena Kromit Pratama (KKP) Andi Andriansyah, Direktur PT Tristaco Rudi Tjandra, dan Kuasa Direktur PT CJ AS.
Usai persidangan berlangsung JPU Fadly A Safaa mengatakan ada kejanggalan dalam penerbitan kuota Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT KKP. Pasalnya, ada beberapa item yang tidak dipenuhi namun RKAB tersebut tetap diterbitkan.
“Jadi yang diperiksa, salah satunya Inpsektur Tambang, selain Inspektur Tambang dia juga di tahun 2021 itu mendapatkan surat dari Dinas ESDM untuk melakukan evaluasi terhadap persetujuan RKAB PT KKP yang mendapatkan kouta 1,5 juta metrik ton,” katanya.
Ia melanjutkan, bahwa dari hasil pemeriksaan di persidangan ada aspek teknis yang menjadi temuan.
“Temuannya tadi dia sebutkan mengenai peta citra satelit yang tidak ada, dan peta realisasi penambangan sebelumnya tidak ada (2020),” tambahnya.
Pihaknya juga menuturkan bahwa dalam penerbitan kuota RKAB harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan Kepmen ESDM 1806.
“Jadi berdasarkan Kepmen ESDM 1806 itu salah satu aspek teknis yang mesti diperhatikan, ada aspek teknis, aspek lingkungan, aspek finansial di Kepmen 1806,” ungkapnya.
Fadly menyebut bahwa pada tahun 2022 saat kewenangan penerbitan RKAB ditarik ke Kementerian ESDM hal tersebut kembali terulang.
“Kalau tahun 2022 kan ada saksi yang diperiksa, tapi saksi yang diperiksa itu Inspektur Tambang yang bukan bertindak sebagai evaluator, tapi dia bertindak dalam melalukan pembinaan dan pengawasan, nah itu ada beberapa yang jadi temuan juga yang diteruskan ke Direktorat Lingkungan ESDM, Temuannya hampir sama yang sebelumnya,” bebernya.
Ia juga menuturkan bahwa PT KKP melakukan penjualan ore nikel melebihi kuota RKAB yang telah diberikan.
“Ada yang kelebihan penjualan dari kouta RKAB yang diberikan”, tuturnya.(hus)