PENAFAKTUAL.COM, KOLUT – Jaringan Advokasi dan Pemerhati Hukum (Japemkum) menemukan adanya keganjilan dalam proses penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) PT Mining Maju
Koordinator Japemkum, Harsan membeberkan, sebelumnya perizinan PT Mining Maju masih berstatus izin eksplorasi berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Kolaka Utara (Kolut) Nomor 540/400 Tahun 2010 Tentang Persetujuan Penyesuaian Kuasa Pertambangan Eksplorasi Menjadi IUP Eksplorasi kepada PT Mining Maju tertanggal 22 Maret 2010 .
Akan tetapi pada tahun 2014, Bupati Kolut yang saat itu dijabat Rusda Mahmud menerbitkan SK Nomor 540/197 Tahun 2014 tanggal 12 Juni 2014 tentang Persetujuan Pencabutan IUP Eksplorasi PT Mining Maju.
Atas penerbitan itu, PT Mining Maju kemudian menggugat Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) dan Kementerian Investasi/BKPM di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari, dengan alasan bahwa, akibat diterbitkannya SK Pencabutan IUP Eksplorasi PT Mining Maju, perusahaan mengalami kerugian karena tidak bisa melakukan kegiatan usaha penambangan.
“Atas gugatan tersebut, PTUN Kendari melalui putusan 24/G/2021/PTUN.KDI yang dibacakan pada Rabu tanggal 8 Desember 2021, telah menyatakan Gugatan Penggugat (PT Mining Maju) tidak diterima serta menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp10.705.000,” ungkap Hersan, Jumat, 27 Oktober 2023.
Akibat putusan PTUN Kendari tersebut, sambung Hersan, PT Mining Maju kemudian melakukan upaya hukum banding ke PTTUN Makasar. Namun putusan PTTUN Makassar justru menguatkan putusan PTUN Kendari.
Selanjutnya, PT Mining Maju kemudian melakukan upaya hukum kasasi pada Mahkamah Agung (MA). Dalam putusan kasasi nomor 384/K/TUN/2022 tanggal 23 Agustus 2022, MA memutuskan menolak permohonan kasasi dari pemohon (PT Mining Maju) dan menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp500.000.
“Berdasarkan gugatan yang dilayangkan oleh PT Mining Maju pada PTUN Kendari sampai permohonan kasasi pada Mahkamah Agung, telah memberikan gambaran jelas bahwa PT Mining Maju belum memiliki IUP OP sebagaimana tersebut di dalam data perizinan PT Mining Maju pada Mineral One Data Indonesia (MODI),” kata Hersan.
Ia menambahkan, setelah pencabutan IUP Eksplorasi milik PT Mining Maju, Gubernur Sultra kemudian menerbitkan IUP Eksplorasi untuk PT Mining Maju Utama.
Berdasarkan penelurusan data pada Minerba One Map Indonesia (MOMI), ungkap Hersan, disebutkan IUP Eksplorasi PT Mining Maju Utama tersebut untuk penambangan komoditas Batuan jenis Peridotit, dengan Nomor SK 12290003122540006 yang diterbitkan oleh Gubernur Sultra dan berlaku sampai tanggal 25 Februari 2026.
“Artinya sampai hari ini IUP Eksplorasi PT Mining Maju Utama tersebut masih berlaku atau sah untuk digunakan,” ujarnya.
Atas polemik perizinan tersebut, pihaknya menyampaikan sejumlah poin tuntutan. Pertama, meminta Kementerian ESDM bertanggungjawab atas segala kondisi yang ditimbulkan atas terbitnya PT Mining Maju pada MODI, serta segera melakukan penghapusan data tersebut.
Kesua, terbitnya IUP OP berdasarkan SK Bupati Kolut Nomor 540/173 tahun 2021 harus mendapat klarifikasi dari Rusda Mahmud yang saat itu menjabat bupati.
Ketiga, Kejaksaan Agung melalui Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra untuk segera memanggil dan memeriksa pejabat Kementerian ESDM terkait, mantan Bupati Kolut Rusda Mahmud, dan juga Direktur PT Mining Maju atas terbitnya PT Mining Maju pada MODI serta terkait terbitnya IUP OP yang dinilai cacat prosedur dan diduga telah melanggaran ketentuan perundang-undangan yang berimplikasi pada tindak Pidana.
“Keempat, kepada Kementerian dan Lembaga terkait untuk tidak memberikan izin dalam bentuk apapun terhadap PT Mining Maju untuk melakukan aktifitas dalam Wilayah IUP PT Mining Maju Utama, termasuk dalam hal ini mengangkut dan menjual ore nikel,” pungkasnya.**)