PENAFAKTUAL.COM, KENDARI – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tenggara (Sultra) menyoroti aktivitas penambangan nikel PT Wijaya Inti Nusantara (WIN) di area pemukiman warga di Desa Torobulu, Kecamatan Laeya, Konawe Selatan (Konsel).
Direktur Eksekutif Walhi Sultra, Andi Rahman menjelaskan, penambangan di area pemukiman warga, itu melanggar ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Penambangan Mineral dan Batu Bara.
Sehingga, Walhi Sultra menduga PT WIN dalam melaksanakan penambangan di area pemukiman telah melanggar hukum berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
“Normatifnya sudah diatur, lantas kemudian dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan aturan yang ada. Aktivitas penambangan di area pemukiman minimal jaraknya 500 meter,” ujar dia kepada awak media ketika dihubungi lewat via telepon, Kamis, 28 September 2023.
Menurutnya, aturan penambangan mineral dan batu bara dibuat dengan sedemikian rupa, supaya tidak ada yang dirugikan, terkhusus masyarakat. Karena, apabila jarak aktivitas penambangan tidak diatur, maka ada banyak dampak yang diterima oleh masyarakat yang di wilayah konsesi.
Dia menyebutkan, dampak negatif yang nantinya ditimbulkan misal debu akibat pengerukkan tanah. Kemudian ancaman terjadinya banjir dan longsor ketika memasuki musim hujan.
Akibat dampak ini tentu menurut dia dapat membahayakan nyawa masyarakat yang berada di daerah-daerah penambangan tersebut, khususnya masyarakat Desa Torobulu.
“Penambangan ini kan kalau dimusim panas itu, sudah pasti debu bertebaran kemana-mana, dan masyarakat yang akan menjadi korban karena tiap harus menghirup debu itu. Belum lagi kalau musim hujan, ancaman banjir dan longsor, rumahnya bisa rusak dan nyawa mereka akan ikut terancam. Sehingga dasar itulah UU dibuat,” ucap dia.
Andi Rahman menerangkan, salah satu syarat terbitnya izin usaha pertambangan produksi hingga dilaksanakannya aktivitas pengerukkan ore nikel itu dasarnya harus ada analisis mengenai dampak lingkungan Amdal).
Di dalam Amdal tersebut, jelas telah diatur mengenai penambangan yang tidak dibolehkan menambang dekat dengan pemukiman warga berdasarkan regulasi UU Nomor 4 Tahun 2009, sekalipun lahan warga telah dibebaskan perusahaan, tetapi tidak dibolehkan menambang di area pemukiman.
Namun hal ini perlu dilakukan pengecekan terlebih dahulu guna memastikan perusahaan tambang PT WIN memiliki Amdal atau sebaliknya. Tetapi apabila perusahaan tersebut mempunyai Amdal, ini yang perlu dipertanyakan soal alasan PT WIN menggarap di area pemukiman.
“Amdal itu kan semua sudah diatur, itu saya belum tahu apakah perusahaan ini punya Amdal atau tidak, kalau punya Amdal seharusnya tidak menambang di area pemukiman jangan sampai dia melakukan aktivitas ilegal tanpa Amdal,” tuturnya.
“Kalau dia punya Amdal, tinggal kita cek apakah Amdalnya itu memperbolehkan menambang dekat pemukiman atau seperti apa. Tapi setahu sepengetahuan saya di Amdal itu sudah diatur jarak sebagaimana diatur di dalam UU,” sambung dia.
Dia juga menegaskan dan meminta pihak pemerintah maupun aparat penegak hukum (APH) yang mempunyai kapasitas serta wewenang penuh untuk menindak PT WIN. Tujuannya agar aktivitas PT WIN segera dihentikan sebelum adanya korban.
“Amdalnya (PT WIN) harus ditinjau ulang kalau itu ada, kalau tidak selesaikan secara hukum, karena aktivitas mereka dapat membahayakan kesehatan dan nyawa masyarakat,” jelasnya.
Sementara itu, pihak PT WIN melalui Kepala Teknik Tambang (KTT) perusahaan, Iman hingga sampai saat ini yang bersangkutan belum memberikan keterangan mengenai ada tidaknya Amdal PT WIN.(**)