PENAFAKTUAL.COM, MUNA – LSM Gerakan Rakyat (Gerak) Sulawesi Tenggara (Sultra) melakukan aksi demonstrasi di Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Muna dan Kantor Bupati Muna terkait polemik pemungutan suara ulang (PSU) pada pemilihan Kepala Desa di Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) beberapa bulan lalu.
Puluhan masa menuntut Pemerintah Daerah (Pemda) Muna untuk bertanggungjawab terhadap Keputusan yang telah dikeluarkan dari pembentukan majelis penyelesaian sengketa, pelaksanan pemungutan suara ulang (PSU) di Desa Wawesa, Desa Kambawuna, dan Desa Oensuli, penundaan PSU Desa Parigi dan pelantikan kepala desa hasil PSU.
“Kami meminta Pemda Muna untuk mempertahankan yang telah ditegaskan dari hasil putusan penyelesaian sengketa dan tidak membatalkan keputusan tersebut. Harus konsisten dengan keputusan yang diambil selama ini agar tidak menimbulkan konflik ditengah masyarakat kedepannya,” kata salah satu massa aksi, Arifuddin dalam orasinya, Senin, 14 Agustus 2023
Arifuddin mengatakan sesuai UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Negara telah melegitimasi Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem NKRI.
“Bupati Muna memiliki kewenangan untuk mengambil tindakan konkrit demi menjaga kondusifitas daerah maupun desa yang timbul akibat kecurangan dalam pelaksanaan pilkades serentak. Hal itu diperkuat pada pasal 65 ayat 2 angka 4 pada aturan Pemerintahan Daerah,” ujarnya
“Salah satu kewenangan Bupati sesuai aturan yaitu mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh daerah dan masyarakat,” sambung Arifuddin.
Arifuddin meyampaikan dalam Permendagri No 72 tahun 2020 tentang Pemilihan Kepala Desa dan Perbub Muna No 48 tahun 2022 tentang Pedoman Pemilihan Kepala Desa, tidak mengatur tentang PSU dan sengketa hasil pemilihan Kepala Desa, sehingga terjadi kekosongan hukum didalam pelaksanannya.
“Tidak ada yang mengatur, sehingga tidak ada larangan untuk dilakukan PSU maupun sengketa hasil oleh majelis penyelesaian sengketa sesuai keputusan Bupati Muna, kecuali timbul hukum yang melarang, bila dikaitkan dalam hukum pidana, tidak ada suatu kesalahan atau larangan sampai ada aturan yang melarang terlebih dulu,” tegas Arifuddin.
Korlap aksi, Safaruni mengatakan temuan majelis penyelesaian sengketa adalah final dan memiki legitimasi hukum terhadap buruknya sistem pemilihan Kepala Desa di Muna.
Sehingga pembatalan PSU harusnya menjadi perhatian bersama, karena tim majelis melihat fakta dan data yang ada ditemukan baik itu pemilih ganda, pemilih yang dari diluar, maupun pemilih yang tidak memenuhi syarat.
“Pemda Muna mesti melihat kondisi masyarakat, ketika dibatalkan hasil PSU, berarti melegitimasi rusaknya demokrasi di Muna. Selain itu mesti dipikirkan dampaknya, sebab Kemendagri tidak tahu menahu terkait dampak yang akan timbul,” jelasnya.
“Jika terjadi konflik akibat dampak dari ini, yang rugi adalah masyarakat, dan ini salah satu gagalnya Penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten Muna,” lanjut Safaruni.
Olehnya itu, Safaruni menegaskan bahwa untuk menjamin keamanan, kenyamanan dan ketentraman masyarakat di 4 Desa bukan tergantung Keputusan Kemendagri, tetapi tergantung keputusan Bupati Muna. Apakah Pemda Muna mau melegitimasi masyarakat yang memilih 2 kali atau tegas menjunjung tinggi proses demokrasi yang baik dan berkualitas.
“Kami mendesak kepada Pemda Muna agar tidak lagi menciptakan persoalan baru kedepannya. Pemda Muna harus Konsisten dengan keputusan Bupati maupun majelis penyelesaian sengketa yang telah dikeluarkan dan dilaksanakan,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala DPMD, Fadjaruddin Wunanto mengatakan Pemda Muna telah membentuk tim untuk menyelesaikan permasalahan pemilihan kepala desa. Hal tersebut sesuai dengan hasil rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi I DPRD Muna dalam menindaklanjuti surat dari Kemendagri.
“Terkait permasalahan ini kami telah membentuk tim dan diberi waktu sampai akhir Agustus oleh DPRD untuk melakukan klarifikasi, meneliti, mengkaji, menelah terkait masalah yang telah terjadi, baik itu pemilihan pertama maupun PSU,” ujarnya
Fadjaruddin Wunanto menegaskan Kemendagri telah memerintahkan kepada Pemda Muna untuk menyelesaikan persoalan 4 desa ini, sebab dalam aturan perundang-undangan tidak mengenal PSU.
“Saya berharap kepada teman-teman untuk menunggu hasil dari tim Pemda Muna yang sementara bekerja,” jelas Fadjaruddin Wunanto saat dialog dengan masa aksi dihalaman kantor DPMD.
Ditempat yang berbeda, Asisten I Pemda Muna Bahtiar mengatakan tim Pemda Muna masih melakukan pengkajian untuk menyelesaikan permasalahan pilkades di 4 Desa tersebut dan sampai saat ini belum ada hasil yang diputuskan dari tim Pemda Muna.
“Kami belum memutuskan, namun tim dalam waktu dekat akan melaksanakan rapat untuk memutuskan hasil dari permasalahan tersebut,” ungkapnya.
Bahtiar mengaku akan segera sampaikan kepada Bupati Muna terkait aspirasi hari ini dan akan kami bahas dalam tim. Dirinya berharap agar masyarakat tetap tenang dan menunggu hasil yang diputuskan oleh tim Pemda Muna.
“Menunggu saja, apapun hasilnya Pemerintah akan memberikan ruang-ruang untuk melakukan upaya hukum, termasuk gugatan ke PTTUN,” jelas Bahtiar saat dialog dengam masa aksi di Kantor Bupati Muna.
Bahtiar berpesan kepada masyarakat untuk tetap berpikiran secara positif, dan tetap menjaga stabilitas daerah, terkhusus di 4 Desa yang mengalami masalah pilkades.
“Terkait putusan, tentunya sudah menjadi hasil terbaik Tim Pemda Muna dalam menyelesaikan permasalahan PSU. Untuk itu mari kita tetap menjaga kondusifitas daerah,” imbuhnya.
Penulis: Nursan