Menu

Mode Gelap
Tiga Napi Korupsi di Sultra Dapat Asimilasi dari Pihak Ketiga, Salah Satunya Keponakan Gubernur Dari Kebun ke Gerbang Masa Depan: Menghadapi Cemohan dan Mencapai Impian Ridwan Bae: PT SCM dan Perkebunan Sawit Penyebab Banjir di Jalur Trans Sulawesi Korban Tenggelam di Pantai Nambo Ditemukan Meninggal Dunia Pembentukan Kaswara: Langkah Awal Kolaborasi Alumni SMP Waara

Opini · 26 Agu 2025 11:10 WITA ·

Tiga Pilar Keadilan: Pajak, Zakat, dan Wakaf dalam Perspektif Kapitalisme dan Islam


 Ilustrasi Perbesar

Ilustrasi

Oleh: Ariyana
Dosen dan Pengamat Kebijakan

Saat ini sedang ramai dibicarakan pajak versus zakat. Pernyataan yang demikian tentunya membuat sejumlah masyarakat gerah dengan keadaan negara. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa membayar pajak sama halnya dengan kita melaksanakan zakat dan wakaf, pemahaman tersebut dianggap mempunyai tujuan yang sama yaitu mendistribusikan harta kepada orang yang membutuhkan (cnbcindonesia.com, 14/08/2025).

Dari hal tersebut, tentu dapat dipahami bahwa penyataan tersebut salah besar. Pajak yang diterapkan pemerintah sekarang makin hari menyengsarakan masyarakat. Pajak menjadi sumber pendapatan APBN, bahkan yang lebih miris lagi pemerintah mencari objek pajak yang baru dengan segala cara. Lebih mengecewakan lagi, pajak yang sudah ada dinaikkan tarifnya berkali lipat, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Indonesia yang menganut  sistem  kapitalisme saat ini memberlakukan berbagai pungutan pajak untuk pembiayaan infrastruktur negara. Dalam kondisi apapun rakyat dipaksa mengeluarkan hartanya untuk membayar pajak. Sistem kapitalisme yang dianut pemerintah menjadikan pajak sebagai tulang punggung ekonomi, sementara itu pada saat yang sama menyerahkan SDA pada pihak swasta kapitalis. Rakyat makin terhimpit dengan pajak sehingga banyak yang ke jurang kemiskinan masal, sedangkan para kapitalis makin kaya raya bahkan mendominasi ekonomi negara karena mendaptakan fasilitas dari pemerintan. Kebijakan pemerintah terkait pajak hanya untuk memanjakan para kapitalis, sedangkan rakyat tercekik dan makin sulit.

Konsep pajak dalam kapitalisme zalim merupakan salah satu instrumen penting dalam perekonomian suatu negara. Pemerintah memperoleh sumber pendapatan utama dari pajak yang digunakan untuk pembangunan negara dan kepentingan korporat. Pajak dalam hal ini adalah mengambil harta rakat miskin untuk membiayai para pejabat. Uang hasil pajak tidak menyejahterakan rakyat miskin, tetapi digunakan untuk proyek-proyek yang menguntungkan kapitalis. Kebijakan pajak juga menganakemaskan kapitalis, seperti tax amnesty, yang dapat memberikan keringanan wajib pajak.

Dalam ajaran Islam, dikenal konsep zakat sebagai instrumen distribusi kekayaan yang diwajibkan bagi kaum muslimin. Pajak berbeda dengan zakat dan wakaf. Zakat merupakan kewajiban bagi muslim atas hartanya yang sudah melebihi nisab dan mencapai haul, zakat diperuntukan bagi orang kaya. Wakaf hukumnya sunah, bukan sebuah kewajiban.

Sedangkan pajak dalam Islam disebut dharibah yang sangat berbeda dengan kapitalisme. Dharibah diberlakukan jika harta di baitulmal tidak mencukupi kepentingan darurat rakyat, sifatnya temporer ketika kas negara kosong untuk memenuhi kebutuhan umat. Pajak dalam Islam, tidak akan dirasakan sebagai bentuk kezaliman yang dilakukan penguasa terhadap rakyatnya, begitu pun dengan zakat tidak akan memberatkan ketika menunaikannya.

Zakat hanya salah satu sumber pemasukan pendapatan khilafah (baitulmal). Namun pengeluaran Zakat  (objek penerimanya) sudah ditentukan oleh syariat, yaitu hanya 8 asnaf sebagaimana disebutkan dalam ( QS 9 : 60) Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Oleh karena itu, zakat sudah sangat jelas peruntukannya dan tidak boleh disalahgunakan pemanfaatannya.

Baitulmal memiliki banyak pemasukan, tidak bersandar pada zakat, salah satu pemasukan terbesar adalah dari pengelolaan SDA milik umum (barang-barang tambang) oleh negara yang tidak diserahkan pada swasta. Pengelolaan harta milik umum sebagai pendapatan rutin akan digunakan untuk membiayai kesejahteraan umat.

Pemenuhan kebutuhan rakyat dapat diperoleh dari baitulmal, negara tidak boleh menarik iuran dari warganya. Sistem ekonomi Islam dapat diterapkan secara kaffah, untuk itu tugas kita memberikan pemahaman pada umat bahwa Islam akan mewujudkan kesejahteraan pada tiap-tiap rakyat. Dengan demikian, khilafah membiayai negara bukan dengan pajak dan hutang. Penerapan sistem Islam secara kaffah dapat mewujudkan keadilan sesuai dengan hukum syara.

Artikel ini telah dibaca 27 kali

badge-check

Publisher

Baca Lainnya

Gaza Dilaparkan

17 Agustus 2025 - 19:20 WITA

Gaza Masih Terpenjara: Saatnya Merdeka

13 Agustus 2025 - 14:20 WITA

Mengulik Pencoptan Konstantinus Bukide Sebagai Sekretaris Daerah Buteng

12 Agustus 2025 - 11:52 WITA

Transformasi Digital: Upaya Mengoptimalkan Penerimaan Negara Pada Sektor Pajak

28 Juli 2025 - 11:18 WITA

Tanah Terlantar Diambil Negara, Rakyat Dapat Apa?

22 Juli 2025 - 19:10 WITA

Di Tengah Riak Momentum Pilrek UHO: PMII UHO Harus Tetap Jadi Penjaga Nilai

12 Juli 2025 - 21:41 WITA

Trending di Opini