KENDARI — Menanggapi pernyataan Nasruddin,.S.H.,M.H., selaku Kuasa Hukum korban, Kuasa Hukum Guru Mansyur Andre Darmawan, berikan tanggapan tegas.
Sebelumnya diberitakan kuasa hukum korban, Nasruddin.,S.H.,M.H., bongkar fakta persidangan perkara guru Mansyur.
Hal tersebut mendapat tanggapan dari kuasa hukum Mansyur, Andre Darmawan.
Dalam tanggapannya saat dikonfirmasi via whatsapp oleh tim media, Andre Darmawan mangatakan bahwa ini persidangan tertutup.
“Jadi menurut saya pertama, pernyataan kuasa hukum keluarga korban, Pak Nasrudin saya anggap lucu saja karena pertama dia tidak mengetahui fakta persidangan karena memang dia tidak ikut sidang, karena itu kan sidangnya tertutup. Yang hadir cuma pengacara dari Pak Mansur, kemudian jaksa, dan hakim. Sehingga kalau fakta-fakta sidang, ya pertanyaannya dimana dia mau dapatkan itu fakta-fakta sidang,” ujar Andre Darmawan, Rabu, 3 Desember 2025.
Menurut Andre Darmawan, kuasa hukum keluarga korban tersebut belum mendapat salinan putusan perkara Mansyur.
“Kemudian kedua, mungkin juga dia belum membaca putusan, kemarin kan dia tidak datang di sidang putusan dan salinan putusan juga mungkin dia juga belum dapat, sehingga itu sebenarnya pernyataan pribadi aja yang tidak berdasar kepada putusan, ya,”jelas Andre Dermawan.
Andre Darmawan juga menjelaskan bahwa hanya ada tiga halaman tentang pertimbangan terhadap fakta-fakta.
“Jadi kalau kita membaca, sebenarnya yang pertimbangan hakim yang pada yang paling pokok itu cuma tiga lembar/tiga halaman yang tentang pertimbangan terhadap fakta-fakta, yaitu cuma di halaman 47 sampai 49,” jelasnya.
Andre juga membantah adanya keterangan saksi yang bersesuaian, hingga menurutnya ini aneh.
“Nah, di kesimpulan majelis di situ katanya majelis menyampaikan berdasarkan keterangan saksi-saksi dan terdakwa yang saling bersesuaian. Makanya kita aneh, mana saksi-saksi? Nah, saksi fakta itu yang melihat atau mengalami langsung, cuma saksi korban, saksi La Muradi dan Terdakwa, keterangan saksi korban tidak bersesuain dengan saksi La Muradi, terus sudah dibantah juga oleh terdakwa. Jadi mana yang bersesuaian?,” tegasnya.
Tak hanya itu, Andre juga menerangkan adanya keterangan saksi de auditu. De auditu merupakan kesaksian yang didapat dari keterangan orang lain dan tidak mempunyai kekuatan pembuktian
“Nah, sementara saksi yang lain seperti ibunya kan saksi testimoni de auditu, itu cuma diceritakan oleh anaknya. Terus ada saksi katanya yang dua orang dari Muaz, itu juga saksi yang kejadian yang empat tahun lalu dan juga memang keterangannya juga testimoni de auditu, tidak ada yang menyatakan bahwa Pak Mansur melakukan pelecehan, cuma dari cerita temannya. Yang satu bercerita bahwa dengar dari temannya katanya mau dilecehkan, itu testimoni de auditu, kemudian yang satu lagi cuma menyatakan bahwa dia ditarik jilbabnya, padahal sudah dibantah oleh Pak Mansur cuma ditegur karena pakai jilbab terbalik,” beber Andre.
Pertimbangan Majelis kata Andre pada halaman 47 sampai 49 dalam putusan tersebut murni hanya mengutip keteranagn saksi korban.
“Jadi kalau kita baca pertimbangannya majelis di halaman 47 sampai 49 itu semua murni yang dituangkan itu semua adalah keterangannya saksi korban, ya. Itu tunggal betul keterangan saksi korban itu,” kata Andre.
Andre juga menegaskan bahwa pihaknya telah menghadirkan saksi yakni seorang guru dan saksi tersebut disumpah.
“Padahal, kita ada saksi yang disumpah ya, itu saksi namanya La Muradi, guru. Itu jelas di dalam putusan itu bisa dibaca keterangannya itu. Dalam putusan tercatat semua bahwa memang dia melihat itu anak cuma dipegang kepalanya. Itu tidak dipertimbangkan sama sekali, padahal ini saksi disumpah loh,” tegasnya.
Menurutnya keterangan anak tidak bisa dijadikan tunggal.
“Ya, jadi keterangan anak sebenarnya itu tidak bisa dijadikan tunggal dia, dia bahkan cuma bisa jadi tambahan alat bukti yang sah kalau dia bersesuaian dengan keterangan saksi yang disumpah. Itu menurut KUHAP,” terang Andre.
Itu jelas kata Andre dalam Pasal 185 ayat 7 KUHAP menyatakan bahwa saksi yang tidak disumpah, walaupun dia bersesuaian, cuma bisa dijadikan tambahan alat bukti yang sah apabila dia bersesuaian dengan saksi yang disumpah.
“Nah, ini keterangan anak kan tidak sesuai dengan saksi yang disumpah tadi, guru La Muradi yang kita hadirkan,” terangnya.
Tak hanya itu Andre juga menegaskan bahwa bukti tangkapan layar itu pun tidak menjadi pertimbangan hakim.
“Terus itu chat, WA katanya dengan rekaman suara, itu tidak dipertimbangkan hakim, tidak jadi dasar pertimbangan hakim, karena apa? Itu, itu bukti yang illegal, ya. Bukti digital itu harus melalui pemeriksaan laboratorium forensik agar dijamin keotentikannya, Dia tidak boleh diambil dari screenshot saja. Mana handphone-nya? Itu harus diambil dari situ kemudian dilakukan pemeriksaan forensik dan hasilnya dijelaskan oleh ahli forensik digital sebagai alat bukti keterangan ahli. Dia tidak pahami untuk bukti-bukti digital itu perolehannya harus sah. Kalau tidak sah, itu tidak dipertimbangkan. Makanya kan dalam putusan hakim kita coba lihat, tidak ada yang dipertimbangkan itu, karena hakim tahu bahwa ini tidak bisa dijadikan bukti karena hasil perolehannya dipastikan tidak sah itu,” bebernya.
Andre juga menerangkan bahwa perkara Mansyur ini diadili dengan hukum acara pidana sesuai KUHAP dan sistem peradilan anak
“Terus ada pernyataannya lagi katanya ini walaupun saksi tidak disumpah, tapi dia didukung oleh bukti yang lain sudah sudah bisa gitu. Karena ini katanya mengunakan undang-undang tindak pidana kekerasan seksual. Ya, dia tidak pahami bahwa ini bukan tindak pidana kekerasan seksual. Dia diadili ini pakai acara KUHAP dan sistem peradilan anak karena dia dikenakan Undang-undang Perlindungan Anak. Baca putusan,” terangnya.
Pak Mansur ini kata Andre dikenakan Undang-Undang Perlindungan Anak.
“Dikenakan Undang-undang Perlindungan Anak. Nah, kalau dia baca di Undang-undang Sistem Peradilan Anak, disitu jelas dihukum acaranya mengacu kepada tetap KUHAP, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Dia harus baca itu,” tambahnya.
Dia kata Andre harus baca Undang-undang Sistem Peradilan Anak, khususnya Pasal 16, hukum acara apa yang dipakai.
“Jadi, itu tetap hukum acara pidana, kecuali ditentukan lain undang-undang dalam sistem peradilan anak, misalnya kalau sidang saksi anak itu harus tertutup, nanti putusan baru terbuka. Kemudian tidak boleh pakai toga sidang pidana,” jelasnya.
Jadi dalam perkara ini sistem pembuktian dan alat bukti harus tetap mengacu pada KUHAP.
“Terakhir, saya ingin menegaskan bahwa putusan hakim tidak boleh hanya berdasarkan keyakinan hakim saja tapi harus didukung oleh sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sesuai ketentuan pasal 183 KUHAP dan sayangnya dalam putusan perkara Mansur tidak memenuhi ketentuan pasal 183 KUHAP”,(red)











