PENAFAKTUAL.COM, MUNA – PT PLN (Persero) sebagai perusahan listrik milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengurus kelistrikan untuk kepentingan masyarakat di Indonesia perlu menjamin kesejahteraan tenaga kerjanya (karyawan), sehingga memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai dan berkompeten dalam memberikan pelayanan secara maksimal kepada masyarakat sampai di seluruh pelosok negeri.
Namun hal berbeda dirasakan oleh karyawan PT PLN (Persero) ULP Raha, tidak mendapat jaminan kesejahteraan kerja, sehingga diduga cukup memberikan dampak dalam pelayanan terhadap masyarakat di Kabupaten Muna dan Muna Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Ketua Umum Gerakan Rakyat (Gerak) Sultra, La Ode Supriaddin mengugkapkan karyawan PLN Raha yang bertugas sebagai Pelayanan Gangguan (Yanggu), Pemeliharaan Jaringan (ROW) atau Rampal, dan Pencatat Meteran diduga tidak diberi kontrak perjanjian kerja dan mendapat gaji dibawah Upah Minimum Provinsi (UMP).
Selain itu, mereka juga tidak diberikan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan oleh Manajer PLN Raha.
“Ratusan karyawannya tidak ada BPJS dan kontrak kerja, serta digaji sebesar Rp 1,6 Juta pada bulan Januari – April 2023, kemudian dinaikan sebesar Rp 2,2 – Rp 2,25 Juta di bulan Mei, namun hal itu jauh berbeda dari di tahun 2022, mereka digaji diatas UMP sebesar Rp 3,1 Juta – Rp 3,3 Juta” ungkapnya, Senin, 11 Juli 2023.
Pria yang karib disapa Adin Laiworu itu membeberkan, Manajer PT PLN Raha diduga mengambil keputusan yang merugikan ratusan karyawannya. Sebab, diduga tidak sesuai dengan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan PP No 35 Tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan PHK, serta Perpu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Dalam regulasi telah mengatur pekerja untuk jaminan kesejahteraan, BPJS, upah minimum, pesangon, perjanjian kerja, kompensasi dan lainya, namun Manajer PT. PLN Raha tidak peduli dan hanya menekankan karyawannya untuk berkerja secara maksimal dan memenuhi target di lapangan.
“Aturannya jelas, status karyawannya tidak diperjelas, apakah sebagai Pekerja Harian Lepas (Freelancer) atau Pekerja Alih Daya (Outsourcing). Pimpinannya hanya fokus menekan karyawan bekerja maksimal didalam kota sampai pelosok desa” ujarnya
Adin menambahkan, karyawan harus menanggung kerugian masyarakat sendiri, bila terjadi masalah di lapangan, seperti masalah pembayaran kompensasi tanaman dan kecelakaan di lapangan.
Atas beberapa hal tersebut, Adin laiworu meminta kepada Manager PLN Raha untuk mundur dari jabatannya, bila kebijakan yang diambil selalu merugikan ratusan karyawan yang selalu berkerja dengan resiko tinggi.
Manajer PLN Raha harus membuatkan Kontrak Perjanjian Kerja kepada Karyawan dengan PLN atau Perusahaan mitranya, selain itu kesejahteraan, BPJS, Kompensasi dan Upah karyawannya harus diberikan sesuai aturan yang berlaku.
“Kami pikir PLN Raha hanya selalu merugikan masyarakat akibat pemadaman lampu, dan pengurusan pemasangan meteran lampu, ternyata juga merugikan karyawannya, bahkan diberlakukan mirip seperti perbudakan era moderen (Moderen Slafery)” tegasnya.
Terakhir adin laiworu menyampaikan, secara kelembagaan akan mengawal keluhan dari karyawan yang merasa dirugikan oleh keputusan Manajer PLN Raha.
“Kami akan kawal persoalan ini, karena karyawan hanya bisa diam, sebab dampaknya diminta mengundurkan diri bila melakukan protes kepada PLN”, tutupnya.
Sementara itu, Manager PLN Raha, Sadrach saat dikonfirmasi secara tertulis via WA oleh awak media, selasa 12/7/2022, mengatakan akan terlebih dahulu berkordinasi dengan kordinator tenaga kontraknya.
“Saya konfirmasi dulu pak ke kordinator nya, apa mereka selama ini di pekerjaan kan seperti itu” ungkapnya.
Penulis: Nursan