Menu

Mode Gelap
Menebak Arah Kasus Supriyani Tepis Isu Amplop Kepala Desa, Ketua APDESI Sultra Bentuk Satgas Anti Money Politik Oknum TNI AL di Kendari Diduga Hamili Kekasihnya, Korban Minta Keadilan! Diduga Lakukan Pengrusakan dan Penyerobotan, Warga Desa Tapuhaka Dipolisikan Truck Pengangkut Ore Nikel Milik PT Karyatama Konawe Utara Terbalik

Hukrim · 16 Sep 2023 19:53 WITA ·

Kasus Pemerasan PT Midi, Kejati Sultra: Ada Dugaan Upaya Perintangan


 Kantor Kejati Sultra Perbesar

Kantor Kejati Sultra

PENAFAKTUAL.COM, KENDARI – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) menduga ada pihak yang ingin menghalagi penyidikan kasus dugaan pemerasan dalam perizinan PT Midi Utama Indonesia (MUI).

Diketahui, dalam kasus ini Kejati Sultra telah menetapkan tiga tersangka yakni, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Kendari, Ridwansyah Taridala (RT), Syarif Maulana (SM) dan mantan Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir (SK). Dua nama yang disebutkan pertama, proses persidangannya tengah berjalan di Pengadilan Tipikor Kendari.

Pelaksana harian (Plh) Asisten Intelejen (Asintel) Kejati Sultra, Edwin Beslar menyebut, terdapat dugaan dugaan terjadinya perintangan penyidikan dalam kasus perkara tindak pidana pemerasan yang diduga dilakukan oleh terdakwa RT dan SM yang sementara disidangkan.

“Ada indikasi perintangan penyidikan, jadi kami sementara melakukan penyelidikan. Berbagai macam cara itu untuk menggagalkan. Itu sementara kami ungkap,” kata Edwin saat ditemui di kantornya, Jumat, 15 September 2023 malam.

Hanya saja saat ditanya, siapa yang mencoba melakukan perintangan penyidikan, Edwan tidak menjelaskan secara terperinci. Tapi berdasarkan informasi yang dihimpun media ini, Kejati Sultra telah melayangkan surat pemanggilan pemeriksaan terhadap terdakwa RT pada Senin, 18 September 2023 terkait dugaan melakukan perintangan penyidikan.

“Sementara kami ungkap. Jadi kenapa ada sprin penyelidikan terkait dengan perintangan penyidikan,” ujarnya.

Menurut Edwin, penyidikan ini berhasil bukan cuman sampai kepada perkara kasus ini di sidang, tapi bagaimana perkara ini terbukti. Itulah penyidikan yang berhasil jika apa yang dilakukan oleh penyidik penuntut umum, diputus oleh majelis hakim itu terbukti.

Edwin menambahkan, dalam kasus pemerasan PT Midi, RT didakwa sebagai orang yang membantu SM dalam melakukan tindak pidana pemerasan sesuai pasal 12 e Undang-undang No. 31 tahun 1999 jo. UU nomor 20 tahun 2021 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

“Poin disini adalah, pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, secara melawan hukum, menyalahkan gunakan kekuasaan, memaksa orang lain untuk memberikan sesuatu dalam hal ini PT Midi Utama Indonesia sebagai pihak yang dipaksa,” bebernya.

Ia menjelaskan, bagi PT Midi, bantuan corporate social responsibility (CSR) kepada pemerintah harus ditujukan ke rekening pemerintah daerah, namun yang diberikan rekening pribadi atas nama Syarif Maulana. Sehingga, untuk memenuhi keinginan permintaan itu, PT Midi terpaksa meminta bantuan Lazismu yang merupakan koleganya untuk menyalurkan bantuan.

“Karena dalam kaitan itu, yang tadinya punya itikad baik, untuk program kemanusiaan, pembangunan kampung warna-warni tetapi dalam kaitan ini, terdakwa SM sudah punya niat jahat sebelumnya. Sehingga begitu dananya masuk secara bertahap, didiamkan sendiri namun ketika terjadi persoalan, baru dikembalikan,” tuturnya.

Sementara perbuatan RT yang saat itu punya kapasitas sebagai Kepala Bappeda yang juga ditunjuk sebagai pelaksana tugas Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap pembuatan dokumen rencana anggaran biaya (RAB).

Dokumen RAB ini dilakukan atas dasar perintah Wali Kota Kendari saat itu, Sulkarnain Kadir. Atas perintah itu, dibuatlah RAB dengan komposisi anggaran yang memang sudah diketahui Rp350 juta.

Kemudian, setelah ada pelaporan, terjadi lagi perintah merubah dan menambahkan beberapa item, sehingga membengkak menjadi 721 juta. Tindak lanjut dari perintah itu adalah RT harus menyerahkan RAB SM sementara SM adalah orang yang tidak punya kapasitas untuk melaksanakan program CSR.

“Syarif Maulana merupakan salah satu tim percepatan pembangunan Kota Kendari yang tupoksinya bukan sebagai implementasi daripada pelaksanaan Dinas perumahan dan kawasan pemukiman untuk melakukan pembangunan kampung warna-warni,” jelas Edwin.

Disinilah, kata dia, sudah mulai terlihat niat jahat mereka. Sebab di dalam perjalanannya, terjadi pembahasan perubahan anggaran Pemerintah kota Kendari. Terdakwa RT sebagai Sekretaris TPAD sehingga melakukan pembahasan perubahan anggaran yang tadinya anggaran pembangunan kampung warna-warni belum ada di APBD induk, digeser dari anggaran yang tersedia di Dinas Pariwisata yang sumbernya dari uang sisa HUT Kota Kendari yang tidak terpakai senilai 900 juta.

“Jadi, anggaran yang ada di Dinas Pariwisata digeser, 300 juta untuk kampung warna-warni dan 600 juta untuk revitalisasi Pantai Nambo,” katanya.

Dalam perjalanan waktu, RT sebagai Sekretaris TPAD tahu proposal atau RAB yang di buat sudah berpindah ke SM, seharusnya RT mengikuti perkembangan dan tahu kelanjutan dari program tersebut.

“Karena di dalam asas penyelenggaraan pemerintahan, yang paling utama adalah asas kecermatan. Ketika anggaran ini dibahas dalam TPAD, sementara ada RAB yang sudah ditindaklanjuti, ini kan menjadi overlaping, dimana SM sebagai penerima anggaran tidak menyetor ke kas saerah sebagai penerimaan,” pungkas Edwin.

Sementara itu, pengamat hukum pidana, Handrawan yang juga merupakan seorang dosen Fakultas Hukum Universitas Halo Oleo (UHO) Kendari menilai bahwa terdakwa Ridwansyah tidak melakukan pelanggaran hukum dalam kasus ini meski terlibat sebagai pembuat RAB untuk perizinan PT Midi.

Hal tersebut, dikarenakan terdakwa RT hanya menjalankan perintah dari atasannya, dalam hal ini mantan Wali Kota Kendari Sulkarnain.

Ia menjelaskan pasal 51 KUHP tentang pelaku pembantuan yang tidak boleh di pidana, yaitu orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, yang tertulis dalam ayat 1.

Di ayat 2 menjelaskan perintah jabatan tanpa wewenang tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah mengira dengan itikad baik bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.(**)

Artikel ini telah dibaca 123 kali

badge-check

Publisher

Baca Lainnya

Polda Sultra Tangkap DPO Kasus Fidusia di Bangka Belitung Setelah 3 Bulan Kabur

21 November 2024 - 15:23 WITA

Mediasi Gagal, Kasus Dugaan Pencabulan di SDN 96 Kendari Berlanjut ke Polisi

20 November 2024 - 20:52 WITA

Orang Tua Korban dan Guru Supriyani Sepakat Berdamai

5 November 2024 - 16:08 WITA

Soal Kasus supriyani, KIP Sultra Minta Hakim Berlaku Adil-Tanpa Tekanan Publik

1 November 2024 - 10:45 WITA

Soal Kasus Supriyani, Majelis Hakim Diminta Tidak Terpengaruh Tekanan Publik

30 Oktober 2024 - 21:20 WITA

Tim Forensik Selidiki Penyebab Pecahnya Kaca Mobil Camat Baito

29 Oktober 2024 - 18:52 WITA

Trending di Hukrim