PENAFAKTUAL.COM, KENDARI – Berkas perkara kasus tambang ilegal dengan Tersangka LM (28) Direktur PT AG yang terjadi di Desa Okooko, Kecamatan Pomala, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) yang ditangani oleh Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, telah dinyatakan lengkap atau P-21 oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, Selasa, 30 Januari 2024.
Sebelumnya, Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, melakukan Operasi Penyelamatan Sumber Daya Alam (SDA) terhadap kegiatan penambangan ilegal dan berhasil mengamankan 17 (tujuh belas) unit alat berat Excavator, serta menetapkan 2 (dua) petinggi PT AG sebagai tersangka, yaitu LM (28) selaku Direktur PT AG dan AA (26) Komisaris PT AG.
Kedua tersangka dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas 2A Kendari dan barang bukti 17 (tujuh belas) unit alat berat Excavator disita dan dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Kendari.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, tersangka LM (28) Direktur PT AG dan AA (26) Komisaris PT AG mengajukan gugatan Pra Peradilan ke Pengadilan Negeri Kendari terkait proses penyidikan yang menjeratnya, namun putusan Pengadilan Negeri Kendari Nomor: 15/Pid.Pra/2023/PN Kdi yang dibacakan oleh Hakim tunggal I Made Sukadana memutuskan “Mengadili dalam eksepsi, menyatakan eksepsi pemohon tidak dapat diterima. Menolak permohonan Pra peradilan untuk seluruhnya”, sehingga Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi sudah sesuai dengan prosedur dan mekanisme hukum yang berlaku.
Setelah mendapatkan perlawanan dari para tersangka, Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi berhasil menyelesaikan berkas perkara (P-21) tersangka LM sebagai Direktur PT AG. Selanjutnya tersangka dan barang bukti (Tahap II) telah diserahkan atau pelimpahan tanggungjawab ke Kejaksaan Negeri Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara. Terhadap berkas perkara tersangka AA (26) sebagai Komisaris PT AG sampai saat ini masih dilakukan penelitian, pemeriksaan oleh JPU Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara.
Dalam kasus ini seluruh tersangka dikenakan pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Aswin Bangun, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana kegiatan tambang illegal. Hal ini untuk mencari kemungkinan adanya keterlibatan perusahaan ataupun perorangan dalam kegiatan tambang ilegal tersebut.
“Sehingga dapat menjadi pintu masuk bagi Penyidik untuk membuktikan penyembunyian hasil kejahatan (proceeds of crime) melalui proses pencucian uang atau tindak pidana pencucian uang (TPPU,” ungkap Aswin.
Aswin Bangun berharap kasus ini dapat memberikan efek jera bagi para pelaku, sekaligus menjadi peringatan kepada semua pihak yang masih mencari keuntungan dengan cara merusak alam dan lingkungan, untuk segera menghentikan kegiatannya.
“Komitmen Gakkum KLHK sangat jelas, kami telah melakukan 2.057 operasi pengamanan bidang lingkungan hidup dan kehutanan serta telah membawa 1.490 kasus ke meja hijau”, tegas Aswin.(mil)