PENAFAKTUAL.COM, KENDARI – Aliansi Mahasiswa Pemerhati Lingkungan dan Kehutanan (AMPLK) Sultra kembali menyoroti aktivitas penambangan PT Tristaco Mineral Makmur (TMM) di Kabupaten Konawe Utara (Konut) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Pasalnya aktivitas PT TMM diduga telah merambah kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) tanpa mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
Ketua AMPLK Sultra Ibrahim mengatakan bahwa aktivitas PT TMM diduga telah melanggar ketentuan pasal 50 ayat (3) huruf (g) Jo. Pasal 38 ayat (3) undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan yang mengatur bahwa “setiap orang di larang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan tanpa memperoleh IPPKH yang di terbitkan oleh menteri kehutanan,”. Ketentuan pidana pasal 78 ayat 6 paling lama 10 tahun penjara dan pidana denda paling banyak rp. 5.000.000.000 (lima milyar rupiah).
Ia juga membeberkan bahwa secara aturan PT TMM mesti mengurus pembayaran denda berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.359/Menlhk/Setjen/KUM.1/6/2021 tentang data dan informasi kegiatan usaha yang telah terbangun di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan.
“Dalam SK tersebut menerangkan bahwa PT TMM melakukan kesesuaian ruang tidak sesuai di kawasan Hutan Produksi Terbatas seluas 38,35 Hektar Are,” terang Ibrahim dalam keterangan tertulisnya yang diterima media ini, Selasa, 14 Februari 2023.
Terkait hal tersebut pihaknya meminta aparat penegak hukum (APH) dalam hal ini Kejati Sultra, Balai Gakum KLHK Kendari, dan Ditreskrimsus Polda Sultra untuk segera menghentikan aktivitas PT TMM di Blok Marombo Kabupaten Konut.
“Kami minta untuk segera dihentikan aktivitasnya PT TMM sampai mereka memiliki IPPKH, dan terkait perambahan kawasan hutan kami minta untuk diproses hukum sesuai aturan yang berlaku,” tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Pemanfaatan Hutan Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Beni Raharjo saat dikonfirmasi media ini beberapa waktu lalu membenarkan bahwa PT TMM belum memilki IPPKH.
“Dari list IPPKH yang dikirim ke kami, perusahaan dimaksud (PT TMM) belum memiliki persetujuan penggunaan kawasan hutan (PPKH/IPPKH)”, kata Beni Raharjo.
Menurutnya, pada bulan Juni 2021 lalu sudah masuk daftar kegiatan usaha yang telah terbangun di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan.
“Tahapannya setelah entitas dimaksud diberikan sanksi maka dapat melanjutkan PPKH”, terangnya.
Lebih lanjut, Beni Raharjo menegaskan bahwa aktivitas pertambangan PT Tristaco selama ini adalah ilegal karena belum memiliki IPPKH maupun PPKH.
“Yang beraktivitas dalam kawasan hutan tanpa izin adalah illegal”, ungkapnya.
Selain itu berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.359/Menlhk/Setjen/KUM.1/6/2021 tentang data dan informasi kegiatan usaha yang telah terbangun di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan menerangkan bahwa PT TMM melakukan kesesuaian ruang tidak sesuai di kawasan hutan produksi terbatas seluas 38,35 hektar are.
Dalam surat tersebut juga menerangkan bahwa PT TMM yang melakukan jenis kegiatan pertambangan operasi produksi (op) nikel yang beraktivitas di Kabupaten Konawe Utara mesti mengikuti skema penyelesaian sesuai UU Cipta Kerja Pasal 110 B.
Hingga berita ini ditayangkan, pihak PT TMM belum berhasil dikonfimasi.
Editor: Husain