KENDARI – Fungsi pengawasan angkutan tambang di Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali disorot. Dinas Perhubungan (Dishub) Sultra mengakui jembatan timbang milik sejumlah perusahaan tambang nikel tidak difungsikan, bahkan ada yang sama sekali tidak tersedia, meski aktivitas pengangkutan material terus berlangsung sejak bertahun-tahun lalu.
Perusahaan yang disorot antara lain PT ST Nickel Resource, PT Modern Cahaya Makmur (MCM), dan PT Tiara Abadi Sentosa (TAS).
PT ST Nickel dan PT MCM menggunakan empat ruas jalan dalam melakukan aktivitas haulingnya. Diantaranya jalan Kabupaten Konawe, Kota Kendari, jalan Provinsi Sultra, dan jalan yang berstatus jalan nasional.
Jembatan timbang digunakan untuk mengukur berat muatan maksimal yang telah ditentukan pemangku kewenangan. Pembatasan berat muatan dikarenakan hauling perusahaan tersebut menggunakan jalan negara.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) terungkap, ST Nickel dan MCM tidak memiliki jembatan timbang, sementara di PT TAS jembatan timbang hanya menjadi formalitas dan tidak pernah dilewati kendaraan angkutan.
Kondisi tersebut memicu pertanyaan soal efektivitas pengawasan. Namun, Dinas Perhubungan Sultra justru menyatakan tidak memiliki kewenangan langsung untuk mengawasi aktivitas pertambangan.
“Kami tidak punya tupoksi khusus mengawasi tambang. Kami tergabung dalam tim terpadu bersama Polda, Lantas, dan instansi terkait lainnya,” ungkap Kepala Dinas Perhubungan Sulawesi Tenggara (Kadishub Sultra), Rajulan saat dimintai keterangan awak media, Rabu, 24 Desember 2025.
Dalih keterbatasan kewenangan itu kontras dengan fakta bahwa pelanggaran berlangsung sejak sekitar 2015, tanpa tindakan tegas yang benar-benar menghentikan praktik tersebut. Dishub Sultra mengaku hanya mampu memberi teguran, meski pelanggaran dinilai berpotensi merusak jalan negara.
“Kalau rekomendasi tidak dijalankan, kami hanya bisa memberi teguran dan merekomendasikan ke BPJN. Soal pencabutan izin, itu kewenangan BPJN sebagai pihak yang mengeluarkan izin,” ujarnya.
Dishub Sultra juga mengakui bahwa teguran telah diberikan berulang kali secara tertulis kepada masing-masing perusahaan.
“Masing-masing perusahaan sudah tiga kali kami tegur. Untuk MCM bahkan lebih dari tiga kali. Teguran itu kami sampaikan langsung ke perusahaan,” tambahnya.
Namun, berulangnya teguran tanpa sanksi tegas menimbulkan dugaan lemahnya koordinasi antar instansi dalam tim terpadu. Pasalnya, meski teguran dilayangkan berkali-kali, aktivitas angkutan tambang tetap berjalan tanpa jembatan timbang yang berfungsi, seolah pengawasan hanya sebatas administrasi.
Situasi ini memperkuat sorotan publik terhadap mandulnya pengawasan angkutan tambang, sekaligus mempertanyakan keberadaan tim terpadu yang disebut-sebut menjadi garda pengawasan, namun tak mampu menghentikan pelanggaran yang berulang.(red)












