Menu

Mode Gelap
Tiga Napi Korupsi di Sultra Dapat Asimilasi dari Pihak Ketiga, Salah Satunya Keponakan Gubernur Dari Kebun ke Gerbang Masa Depan: Menghadapi Cemohan dan Mencapai Impian Ridwan Bae: PT SCM dan Perkebunan Sawit Penyebab Banjir di Jalur Trans Sulawesi Korban Tenggelam di Pantai Nambo Ditemukan Meninggal Dunia Pembentukan Kaswara: Langkah Awal Kolaborasi Alumni SMP Waara

Daerah · 20 Nov 2025 09:46 WITA ·

Kadin Sultra Dukung Raperda TJSLP: Transparansi CRS Pertambangan Diperlukan


 Wakil Ketua Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Kadin Sultra, Supriadi, saat hadir sebagai pembicara dalam Focus Group Discussion (FGD) Raperda TJSLP di salah satu hotel di Kendari, Selasa, 18 November 2025. Foto: Istimewa Perbesar

Wakil Ketua Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Kadin Sultra, Supriadi, saat hadir sebagai pembicara dalam Focus Group Discussion (FGD) Raperda TJSLP di salah satu hotel di Kendari, Selasa, 18 November 2025. Foto: Istimewa

KENDARI – Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Sulawesi Tenggara (Sultra) menyatakan dukungan penuh terhadap percepatan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TJSLP).

Regulasi ini dinilai mendesak untuk memastikan pengelolaan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan, khususnya sektor pertambangan, berjalan transparan dan tepat sasaran.

Dukungan tersebut disampaikan Wakil Ketua Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Kadin Sultra, Supriadi, yang hadir sebagai pembicara dalam Focus Group Discussion (FGD) Raperda TJSLP di salah satu hotel di Kendari, Selasa, 18 November 2025.

“Kadin dan secara pribadi mendukung penuh langkah pemerintah dan DPRD Sultra dalam membentuk produk hukum berkaitan dengan Raperda CSR,” ujarnya.

Menurut Supriadi, kehadiran Raperda ini sangat penting mengingat pengaturan mengenai pertanggungjawaban CSR selama ini belum berjalan efektif.

Pengelolaan CSR masih dilakukan sepenuhnya oleh perusahaan berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, tanpa mekanisme pengawasan eksternal.

Tanpa pengawasan yang jelas, lanjutnya, selalu ada potensi manipulasi laporan pertanggungjawaban CSR. Padahal laporan tersebut menjadi salah satu syarat penting dalam proses penerbitan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang diajukan perusahaan tambang ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“CSR ini kan dikelola perusahaan sendiri. Lalu siapa yang mengawasi? Tidak ada. Nah, Perda inilah yang akan menjadi instrumen pengawasan sekaligus memastikan transparansi pengelolaan CSR benar-benar dijalankan,” tegasnya.

Supriadi juga menyoroti tidak adanya ketentuan baku mengenai besaran biaya CSR yang harus disalurkan perusahaan dari hasil keuntungan mereka.

Padahal investasi yang masuk ke suatu daerah wajib memperhatikan dua hal mendasar: kondisi sosial lingkungan dan jaminan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Ia mengingatkan bahwa semangat tersebut sejalan dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menegaskan bahwa kekayaan alam dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Namun realitas di banyak wilayah tambang justru menunjukkan ketimpangan, di mana keberadaan perusahaan belum sepenuhnya memberikan kesejahteraan bagi masyarakat terdampak.

“Ke depan, ketika Perda ini lahir, tata kelola CSR harus benar-benar terarah. Penyalurannya bukan tunai, tapi berbentuk program yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat,” ungkapnya.

Supriadi mengusulkan sejumlah aspek yang perlu dicantumkan dalam Raperda TJSLP, di antaranya
Penetapan nominal atau persentase standar CSR yang wajib dialokasikan perusahaan.

Kemudian, kewajiban mengunggah laporan pertanggungjawaban CSR ke sistem OSS, sebagai bentuk transparansi dan pembuktian bahwa program telah dijalankan sesuai ketentuan.

Selanjutnya, pencantuman sanksi tegas, mulai dari teguran, sanksi administrasi, hingga pencabutan izin bagi perusahaan yang tidak patuh.

Ia mencontohkan, bila perusahaan mengajukan RKAB tanpa melampirkan laporan CSR sebagaimana dipersyaratkan, pemerintah daerah harus menolak rekomendasi perpanjangan RKAB tersebut.

“Kalau sudah berulang kali tidak patuh, harus ada opsi pencabutan izin. Untuk apa datang berinvestasi di daerah kita kalau mengelola CSR saja tidak bisa dan pembangunan masyarakat tidak berjalan?” tegasnya.(red)

Artikel ini telah dibaca 6 kali

badge-check

Publisher

Baca Lainnya

Polres Buton dan Polisi Kehutanan Selidiki Dugaan Ilegal Logging di Lambusango

19 November 2025 - 13:46 WITA

Peringatan World Prematurity Day 2025: RSUD Bahteramas Berikan yang Terbaik untuk Bayi Prematur

19 November 2025 - 13:38 WITA

RS Hermina Kendari Dituding Lalai, Pasien Gawat Darurat Meninggal

19 November 2025 - 13:14 WITA

BPIP dan KPOTI Berikan Pembinaan Lanjutan bagi Purna Paskibraka Duta Pancasila

17 November 2025 - 12:44 WITA

‘Green Mining’ Jadi Sorotan, Muhammadiyah Gelar Training Advokasi Lingkungan Hidup

16 November 2025 - 22:39 WITA

PT WIN Cup II 2025: 28 Tim Muda Konawe Selatan Berebut Hadiah Rp130 Juta

16 November 2025 - 19:49 WITA

Trending di Daerah