PENAFAKTUAL.COM – Tiga eks karyawan perusahaan perkebunan sawit PT Tani Prima Makmur (TPM) mendatangi Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) HAMI Sulawesi Tenggara (Sultra) di Kota Kendari, Selasa, 22 April 2025.
Maksud kedatangan ke tiga eks karyawan PT TPM tersebut, untuk meminta LBH HAMI Sultra mendampingi mereka dalam menghadapi masalah gugatan ganti rugi yang diajukan perusahaan ke Pengadilan Negeri (PN) Unaaha, dan laporan pidana di Polda Sultra.
“Mereka meminta bantuan ke LBH HAMI, kebetulan yang digugat ini sudah dipecat, dan tidak memiliki pekerjaan lagi. Jadi kami akan mendampingi mereka secara hukum dalam menghadapi gugatan dari perusahaan,” ucap Ketua LBH HAMI Sultra, Andre Dermawan.
Andre menerangkan, pemecatan dan gugatan ganti rugi oleh perusahaan berawal dari aksi demo dan mogok kerja karyawan yang dianggap dimotori ke tiga karyawan tersebut.
Namun, sebenarnya karyawan melakukan aksi demo dan mogok kerja, didasari atas tidak terpenuhinya permintaan karyawan mengenai hak-hak mereka yang mestinya mendapatkan atensi dari perusahaan.
Kemudian, saat karyawan menggelar aksi demonstrasi, ketiga mantan karyawan PT TPM ini telah menyurat ke perusahaan dan ke kepolisian perihal agenda demo mereka.
“Termaksud, tujuh hari sebelum mereka mogok kerja, sudah disampaikan ke dinas terkait, dan mogoknya itu sah. Lalu alasan mereka mogok saat itu memang karena beberapa kesepakatan yang dibuat antara perusahaan dan karyawan tidak ditindaklanjuti atau deadlock,” katanya.
Kendati demikian, perusahaan sawit yang terletak di Anggaberi, Kabupaten Konawe ini menganggap aksi demonstrasi dan mogok kerja tersebut, justru merugikan perusahaan secara materil, karena tidak adanya aktivitas hampir sepekan lamanya.
Sehingga, perusahaan mengambil langkah tegas dengan memecat ketiga karyawan yang dinilai otak provokator, dan menuntut mereka membayar kerugian perusahaan sebesar Rp10 miliar. Andre pun cukup menyayangkan adanya laporan perusahaan, bahkan menuntut karyawan yang telah dipecat membayar ganti rugi Rp10 miliar.
Padahal, aksi demo merupakan hak orang atau kelompok untuk menyampaikan pendapat di muka umum, dan telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 1998, bahkan, aksi mogok kerja juga diatur dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
“Jadi sangat disayangkan, perusahaan mengambil langkah-langkah seperti itu, termasud mereka melaporkan pidana. Padahal, sebenarnya hal begini bisa di mediasi, dan pada saat demo, ada kesepakatan yang dibangun, ada garansi dari perusahaan tidak akan melakukan pemecatan dan memberikan sanksi pada karyawan yang demo,” tandasnya.(hsn)