PENAFAKTUAL.COM, BOMBANA – Organisasi Satya Bumi baru saja merilis hasil risetnya di Pulau Kabaena Kabupaten Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Riset yang dilakukan Satya Bumi ini berfokus pada kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kerusakan lingkungan.
Dalam riset ini, Satya Bumi menggunakan metodologi investigasi lapangan dan studi pustaka serta wawancara mendalam secara acak (random sampling) dengan melibatkan 52 narasumber dari 6 desa di 4 kecamatan. Riset ini dilakukan pada Maret 2024.
Sebelum investigasi lapangan, dilakukan studi pustaka untuk menentukan lokasi di Pulau Kabaena yang berpotensi terjadi pelanggaran hak asasi manusia dan dampak lingkungan.
Investigasi lapangan kemudian dilakukan untuk mengumpulkan informasi dan memvalidasi setiap kasus pelanggaran hak asasi manusia dan dampak lingkungan.
Berdasarkan hasil riset dan pemantauan media massa terdapat 15 perusahaan tambang dengan IUP aktif. 10 (sepuluh) diantaranya diduga pernah melakukan pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan. Berikut daftar dugaan pelanggaran yang tercatat oleh tim peneliti:
- PT Almharig diduga mencemari sungai Lakambula yang merupakan sumber air bersih warga Teomokole dan menyerobot lahan masyarakat Desa Batuawu, Kabaena Selatan untuk jalan hauling.
- PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) diduga tidak menerapkan Free, Prior and Informed Consent (FPIC) karena telah melakukan eksploitasi ketika konflik dengan masyarakat Moronene di Kabaena Selatan terkait ganti rugi lahan dan kerusakan tanaman belum selesai.
- PT Bakti Bumi Sulawesi (BBS) diduga menggunakan jalan pertanian di Desa Puununu, Kabaena Selatan untuk aktivitas tambang secara ilegal yang berdampak pada rusaknya jalan. Kegiatan BBS juga berpotensi melanggar hak suku Moronene di Desa Tangkeno karena berada dalam hutan lindung dan tumpang tindih dengan beberapa lokasi wisata desa.
- PT Manyoi Mandiri diduga berada pada kawasan hutan lindung dan konservasi mangrove menyebabkan penurunan hasil tangkapan ikan akibat pencemaran air di area penangkapan.
- PT Naraya Lambale Selaras (NLS) diduga melakukan kegiatan penambangan illegal yang mencemari pasokan air bersih di Kabaena Timur.
- PT Tambang Bumi Sulawesi (TBS) diduga melanggar hak ekonomi masyarakat di Desa Puununu. Warga mengalami gagal panen jambu mete karena retakan tanah dan pergeseran lahan akibat eksploitasi nikel oleh PT TBS. Selain itu, warga Puununu juga menderita penyakit kulit akibat pencemaran air laut dari pembuangan limbah nikel.
- PT Tekonindo diduga tidak melakukan reklamasi (bekas galian masih terlihat dari pemantauan melalui citra satelit dan drone di lapangan pada Gambar 10) dan melakukan kegiatan yang tidak sesuai izin. Diketahui PT Tekonindo tidak memiliki izin pembuangan air limbah dan sama sekali tidak melakukan pengelolaan air limbah, sehingga menyebabkan banjir yang merendam puluhan rumah warga.
- PT Timah Investasi Mineral (TIM) diduga tidak membayar kompensasi untuk lahan warga yang diambil, menyebabkan konflik di Desa Baliara. PT TIM tidak mematuhi perintah Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bombana untuk membangun kolam penampungan saluran pembuangan limbah, sehingga menyebabkan banjir di Kabaena Barat pada Maret 2024.
- PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS) diduga tidak mengelola limbah dengan baik, sehingga menyebabkan pencemaran sumber air warga. Konsesi PT TMS berada di Gunung Sabanano yang merupakan sumber air bersih bagi penduduk, membuat warga takut menggunakan air. Kepala Kecamatan Kabaena Timur telah mengirim surat meminta pertanggungjawaban dan konsultasi, tetapi tidak direspons.
- PT Trias Jaya Agung (TJA) diduga tidak mengelola limbah dengan baik dan menyebabkan banjir di Desa Baliara. PT TJA juga menyebabkan air menjadi keruh dan berlumpur setinggi 20 cm yang membuat kulit warga gatal-gatal dan merah. Air keruh ini menyebabkan seorang gadis kecil tenggelam dalam lumpur karena tidak bisa berenang dan keluarganya tidak menyadari dia jatuh. Warga melaporkan bahwa PT TJA telah beberapa kali melakukan pengolahan di lahan warga tanpa izin sejak tahun 2013.(hsn)