Menu

Mode Gelap
Tiga Napi Korupsi di Sultra Dapat Asimilasi dari Pihak Ketiga, Salah Satunya Keponakan Gubernur Dari Kebun ke Gerbang Masa Depan: Menghadapi Cemohan dan Mencapai Impian Ridwan Bae: PT SCM dan Perkebunan Sawit Penyebab Banjir di Jalur Trans Sulawesi Korban Tenggelam di Pantai Nambo Ditemukan Meninggal Dunia Pembentukan Kaswara: Langkah Awal Kolaborasi Alumni SMP Waara

News · 15 Nov 2023 12:45 WITA ·

Polemik Lahan, Masyarakat Kalokalo Tolak Tawaran Kemitraan BKSDA


 Lahan masyarakat Desa Kalokalo yang telah digarap puluhan tahun ternyata masuk dalam Kawasan Konservasi Suaka Marga Satwa Tanjung Botikolo. Foto: Istimewa Perbesar

Lahan masyarakat Desa Kalokalo yang telah digarap puluhan tahun ternyata masuk dalam Kawasan Konservasi Suaka Marga Satwa Tanjung Botikolo. Foto: Istimewa

PENAFAKTUAL.COM, KENDARI – Ratusan warga Desa Kalokalo Kecamatan Lainea kabupaten Konawe Selatan (Konsel) Sulawesi Tenggara (Sultra) merasa cemas atas lahan yang mereka tempati. Bagaimana tidak, tanah yang mereka tempati selama puluhan tahun mencari nafkah ternyata masuk dalam kawasan Konservasi Suaka Marga Satwa Tanjung Botikolo.

Kepala Desa Kalokalo, Ramly Kadir memyebut sejak tahun 1967 an orang tuanya menggarap lahan tersebut. Lahan kurang lebih 150 hektar itu sudah menjadi lahan garapan masyarakat setempat sebagai mata pencahariannya,

“Dari mana pihak BKSDA mengambil titik, tiba-tiba di tahun 1995 di tetapkan sebagai kawasan Konservasi Suaka Marga Satwa Tanjung Botikolo, sementara orang tua kami dulu menggarap lahan tersebut di tahun 1967,” kata Ramly belum lama ini.

Untuk itu, 125 Kepala keluarga (KK) yang menggantungkan hidupnya di lahan tersebut akan berjuang mempertahankan haknya.

“Kami sudah beberapa kali melakukan pertemuan dengan pemerintah setempat maupun BKSD Provinsi Sulawesi Tenggara namun tidak ada titik penyelesaian, bahkan kami hanya ditawarkan sebagai mitra untuk mengolah lahan tersebut, sementara lahan itu milik kami, lahan itu sudah ada yang bersertifikat,” bebernya.

Ramly memyebut, jika BKSD hanya melakukan kemitraan terhadap lahan tersebut, tentunya warga akan menolak, karena lahan itu tidak sepenuhnya akan dimiliki warga.

“Tentu kami menolak permintaan kemitraan itu, sebab kami tidak sepenuhnya menguasai lahan itu, bahkan kami tidak bisa jual atau mewariskan ke anak cucu kami, karena ada kontrak kemitraan dengan pemerintah,” kesal Ramly.

Ramly berharap kepada pemerintah agar lahan yang digarap warga selama puluhan tahun tersebut diberi sepenuhnya agar bisa menjadi mata pencaharian keberlangsungan hidupnya hingga anak cucunya di kemudia hari.

“Saya juga tidak tenang sebagai kepala desa, karena saya mau buat program tapi terhalang dengan atau dihadapkan dengan status tanah berada di kawasan konservasi, bahkan program seperti pertanian untuk membangun desa mandiri tidak bisa kami lakukan karena terhalang dengan status kawasan konservasi,” keluhnya.

Ramly berharap dan meminta kepada pemerintah setempat agar lahan yang kini menjadi mata pencaharian satu-satunya warga Desa Kalokalo tidak dimasukkan ke dalam Kawasan Konservasi Suaka Marga Satwa Tanjung Botikolo.

Sementara itu, Kepala BKSD Sultra, Sakrianto Djawie mengatakan permasalahan yang terjadi di Desa Kalokalo akan segerah diselesai dengan baik dengan memberikan program kemitraan konservasi.

“Untuk kegiatan masyarakat di dalam sejak dikeluarkannya UJK lima tahun ke atas maka akan di akomodir melalui kemitraan konservasi, dalam hak ini masyarakat didalam tetap melakukan operasionalnya, namun tetapi ada program pemulihan ekosistem, jadi kita tetap biarkan mereka menanam tanaman pertanian di dalam lahan itu, ” kata Sukrianto Djawie.

Sukri menyebut, dengan ada kemitraan terhadap masyarakat setempat tentu akan lebih bagus sebab akan ada payung hukum yang melindungi mengolah lahan tersebut.

“Ini kita mau selesaikan dengan baik, jika ada masyarakat yang sudah menerbitakan sertifikatnya tentu kita akan berkoordinasi dengan pertanahan,” ucapnya.

Sukri menyebut, pihaknya meminta kepada masyarakat setempat untuk saling kerja sama, sebab pemerintah akan menyelesaikan masalah ini dengan baik.

“Ini lagi kita sementara inventalisir data-datanya, siapa-siapa pemiliknya, sudah ada data sementara hanya saja kami tentu kembali akan menvailidkan sehingga dibutuhkan kerja sama masyarakat setempat karena ini kita mau selesaikan,” katanya.

Saat dikonfirmasi, bahwa masyarakat mengklaim telah menggarap laham itu sejak tahun 1967 silam sebelum ditetapkan sebagai kawasan konservasi di tahun 1995 Sukri memilih tidak banyak berargumen soal itu.

“Okelah mereka berargumen seperti itu, tapi rekaman datanya ada di satelit, masuknya kapan, duluan mana kawasan mereka datang dan itu akan terekam di foto satelit dan itu tidak bisa dipungkiri,” ucapnya.(**)

Artikel ini telah dibaca 99 kali

badge-check

Publisher

Baca Lainnya

Semangat Kebangkitan Nasional Menggema di Kanwil Kemenag Sultra

20 Mei 2025 - 15:45 WITA

MTF Kendari Diduga Lalai, BPKB Debitur Disandera Meski Cicilan Sudah Lunas Sejak 2021

15 Mei 2025 - 22:52 WITA

Polres Muna Tangkap Seorang Pelajar Perempuan dengan Shabu 20,07 Gram

15 Mei 2025 - 13:04 WITA

Kapal Tugboat FIVE STAR 01 Terbakar di Pelabuhan Morosi

12 Mei 2025 - 21:13 WITA

Forum Internasional Soroti Dampak Nikel di Kabaena, Satya Bumi Minta Tanggung Jawab

10 Mei 2025 - 16:02 WITA

Mutasi Jabatan di Polres Muna, Kapolsek KP3 Raha Berganti

9 Mei 2025 - 15:00 WITA

Trending di News