Menu

Mode Gelap
Tiga Napi Korupsi di Sultra Dapat Asimilasi dari Pihak Ketiga, Salah Satunya Keponakan Gubernur Dari Kebun ke Gerbang Masa Depan: Menghadapi Cemohan dan Mencapai Impian Ridwan Bae: PT SCM dan Perkebunan Sawit Penyebab Banjir di Jalur Trans Sulawesi Korban Tenggelam di Pantai Nambo Ditemukan Meninggal Dunia Pembentukan Kaswara: Langkah Awal Kolaborasi Alumni SMP Waara

Daerah · 10 Feb 2025 20:42 WITA ·

Wacana Penerapan Asas Dominus Litis Berpotensi Menciptakan Ketimpangan


 ilustrasi Perbesar

ilustrasi

PENAFAKTUAL.COM – Wacana penerapan asas dominus litis dalam sistem hukum pidana Indonesia menimbulkan perdebatan di kalangan praktisi hukum.

Asas yang memberikan kewenangan penuh kepada jaksa dalam menentukan jalannya perkara pidana ini dinilai berpotensi menciptakan ketimpangan dan intervensi di antara penegak hukum lainnya.

Sejatinya, asas dominus litis hanya berlaku dalam proses penuntutan. Namun, jika diterapkan secara luas hingga mencakup intervensi terhadap kerja lembaga penegak hukum lain, maka hal ini dapat mengganggu keseimbangan sistem peradilan pidana.

Di beberapa negara seperti Korea Selatan, penerapan asas ini sudah menjadi bagian dari sistem hukum mereka. Namun, sistem hukum pidana Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda.

“Sehingga penerapan dominus litis tanpa penyesuaian dapat menimbulkan kekacauan”, ujar Ardi Hazim.

Lanjut Ardi Hazim, di Belanda, negara yang sistem hukumnya menjadi rujukan Indonesia, seluruh penegak hukum—jaksa, polisi, penasihat hukum (PH), dan hakim—dibina bersama dalam satu pelatihan bertahun-tahun. Hal ini bertujuan menciptakan kesamaan penilaian dan penerapan hukum yang seragam.

Berbeda dengan kondisi di Indonesia, dimana sistem peradilan pidana masih menghadapi tantangan dalam menjaga keseimbangan antara lembaga penegak hukum.

Jika salah satu dari empat pilar penegak hukum diberikan hak istimewa, maka lembaga lainnya seharusnya mendapatkan hak yang sama demi menjaga keseimbangan sistem peradilan. Ketimpangan dalam kewenangan dapat berujung pada tumpang tindih kewenangan, bahkan potensi intervensi antara penegak hukum.

Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa sistem hukum pidana di Indonesia tetap mempertimbangkan keseimbangan peran antara kepolisian, kejaksaan, pengacara, dan kehakiman.

Pengaturan yang lebih jelas dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diperlukan agar hak dan kewenangan masing-masing lembaga tetap proporsional.

“Serta menghindari potensi ketimpangan yang dapat berujung pada kekacauan penegakan hukum pidana”, ujar salah satu anggota PERADI DPC Kota Kendari, Provinsi Sultra.(red)

Artikel ini telah dibaca 80 kali

badge-check

Publisher

Baca Lainnya

Tes Urine Perangkat Desa Banggai: Langkah Proaktif Membangun Desa Bebas Narkoba

3 November 2025 - 14:04 WITA

Klarifikasi BPN Kendari: Isu Kegagalan Konstatering Tapak Kuda Hanya Salah Tafsir!

31 Oktober 2025 - 10:21 WITA

Konstatering Lahan Segitiga Tapak Kuda Berjalan Lancar dan Kondusif

31 Oktober 2025 - 09:58 WITA

DPRD Sultra Tegas, PT ST Nikel Resources Nekat Langgar Aturan: Hauling Ilegal Terus Berlanjut

31 Oktober 2025 - 09:40 WITA

Konstatering Lahan Tapak Kuda: Pihak Kopperson dan Warga Nyaris Bentrokan

31 Oktober 2025 - 08:59 WITA

Teguran BPJN Diabaikan, Truck Proyek Bypass-Rumbia Masih Gunakan Jalan Nasional Tanpa Izin

30 Oktober 2025 - 12:44 WITA

Trending di Daerah