Oleh: Zulfikar Putra
Pajak merupakan salah satu sumber utama pendapatan negara yang memiliki peran krusial dalam pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat. Keberadaan pajak tidak hanya berfungsi sebagai alat fiskal untuk pembiayaan negara, tetapi juga merupakan instrumen regulasi sosial dan ekonomi.
Dalam praktiknya, sistem perpajakan di Indonesia telah diatur dalam berbagai undang-undang. Namun, meskipun kerangka hukum telah ditetapkan, pelaksanaan pemungutan pajak masih menghadapi berbagai permasalahan yang menghambat optimalisasi penerimaan negara. Tidak dapat di nafikan bahwa seiring perkembangan zaman, yang disertai dengan arus informasi yang cepat, menuntut adanya upaya-upaya dalam pemanfaatan teknologi informasi. Di mana transformasi digital bukan lagi sebuah pilihan, melainkan keharusan bagi negara manapun yang ingin mengoptimalkan penerimaan pajaknya.
Di era yang serba terkoneksi ini, maka menjadi suatu keharusan dilakukan dengan mengadopsi teknologi digital yang kemudian menjadi kunci untuk menciptakan sistem pajak yang lebih efisien, transparan, dan mampu menjangkau setiap potensi penerimaan (Admin & PR, 2025).
Mengapa Transformasi Digital Penting?
Dengan adanya digitalisasi, memungkinkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk:
- Meningkatkan efisiensi: dalam hal ini, proses pelaporan, pembayaran, dan adminitrasi pajak dapat dilakukan secara otomatis sehingga mengurangi birokrasi dan waktu tunggu;
- Memperluas basis pajak: dengan adanya data digital yang terintegrasi, maka potensi wajib pajak baru dari ekonomi digital seperti e-commerce, influencer, atau penyedia jasa daring dapat diidentifikasi dan dipetakan dengan lebih baik;
- Meningkatkan kepatuhan: dengan adanya fitur pra-pengisian SPT, notifikasi otomatis, serta kemudahan akses informasi pajak melalui platform digital yang kemudian dapat mendorong wajib pajak untuk lebih patuh. Melalui analisis data juga dapat membenatu DJP mendeteksi anomali atau potensi ketidakpatuhan lebih awal;
- Memerangi penipuan dan penghindaran pajak: teknologi seperti big data analytics dan Artificial Intellegence (AI) dapat digunakan untuk menganalisis pola transaksi, mengidentifikasi risiko penipuan, dan melacak aliran dana yang mencurigakan;
- Meningkatkan kualitas layanan: setiap wajib pajak dapat mengakses layanan kapan saja dan di mana saja, sehingga dapat mengurangi kebutuhan untuk datang ke kantor pajak;
- Mengoptimalkan pengumpulan data: di mana semua interaksi digital menghasilkan data yang berharga. Data ini dapat digunakan untuk memahami perilaku wajib pajak, mengidentifikasi tren ekonomi dan merumuskan kebijakan pajak yang lebih tepat dan efektif di masa depan.
Strategi dalam Mewujudkan Transformasi Digital Yang Efektif
Untuk mewujudkan transformasi digital yang efektif dalam mengoptimalkan penerimaan pajak, maka diperlukan strategi komprehensif yang mencakup aspek teknologi, kelembagaan, dan sumber daya manusia.
Yang pertama, aspek teknologi: yang merupakan fondasi digitalisasi pajak. Hal tersebut karena tanpa infrastruktur digital yang kuat, maka upaya yang lainnya juga akan sia-sia. Diantaranya dengan membangun sistem pajak terintegrasi dan cerdas yaitu membangun satu platform digital komprehensif yang mengintegrasikan semua layanan pajak, mulai dari pendaftaran wajib pajak, pelaporan SPT, pembayaran hingga pengawasan dan penegakan hukum. Keamanan siber tingkat tinggi mesti dibuat, karena seiring dengan meningkatnya digitalisasi maka risiko ancaman siber juga meningkat.
Oleh karena itu, investasi pada sistem enkripsi data, deteksi intrusi, dan protokol keamanan yang ketat sangat penting untuk melindungi data wajib pajak dan menjaga kepercayaan publik. Kemudian interoperabilitas data, yaitu dengan sistem teknologi harus mampu berkomunikasi dan bertukar data dengan mudah. Tidak hanya pada internal DJP tetapi juga dengan instansi pemerintah lainnya seperti bank, lembaga keuangan, kementerian perdagangan dan platform digital seperti e-commerce.
Kedua, aspek kelembagaan: termasuk didalamnya aturan main dan struktur yang adaptif. Teknologi secangih apa pun tidak akan berjalan efektif tanpa dukungan dari struktur kelembagaan yang tepat dan aturan main yang jelas. Misalnya mengenai regulasi yang adaptif dan progresif mencakup aturan tentang pajak transaksi digital, pajak atas aset kripto atau penentuan yurisdiksi pajak untukperusahaan multinasional yang beroperasi secara digital. Selain itu, penyederhanaan proses bisnis (re-engineering).
Di mana proses transformasi digital bukan sekedar memindahkan proses manual ke digital tetapi juga menyederhanakan dan mengoptimalkan proses itu sendiri dengan memangkas birokrasi yang berbelit-belit dan alur kerja di DJP harus dirancang agar lebih efektif dan berbasis digital. Yang selanjutnya adalah kolaborasi lintas sektoral, di mana kelembagaan pajak harus proaktif menjalin kerja sama dengan berbagai pihak termasuk koordinasi data dengan bank dan penyedia layanan pembayaran, kemitraan dengan platform e-commerce serta kolaborasi dengan lembaga penegak hukum lain untuk memerangi kejahatan pajak di ranah digital.
Ketiga, aspek sumber daya manusia: yang merupakan penggerak utama perubahan. Dengan SDM yang kompeten dan adaptif merupakan kunci dari transformasi digital. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan kompetensi digital, rekrutmen talenta baru serta perubahan pola pikir dan budaya kerja yang lebih agile, inovatif, berorientasi data, dan berpusat pada pelayanan wajib pajak.
Optimalisasi Penerimaan Pajak Melalui Transpformasi Digital
Peningkatan penerimaan pajak negara sangat dipengaruhi pada tingkat kepatuhan wajib pajak sebagai warga negara yang bertanggung jawab. Sebaliknya, ketidakpatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dapat mengakibatkan berkurangnya penerimaan pajak sehingga penerimaan negara pun ikut berkurang yang akhirnya menghambat pelaksanaan inisiatif pemerintah dan menurunkan kualitas pelayanan publik (Sipahutar & Tina, 2024).
Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kepatuhan pajak melalui berbagai metode yaitu diantaranya optimalisasi sistem perpajakan digital di Indonesia merupakan bagian dari langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi administrasi, kepatuhan wajib pajak, transparansi, akuntabilitas dan pengembangan berkelanjutan. Adapun yang termasuk digitalisasi administrasi perpajakan, seperti penerapan e-Filing, e-Billing, dan sistem pendaftaran online (e-registration) telah membawa perubahan signifikan dalam cara pengelolaan pajak. Dengan adanya inovasi ini, maka memungkinkan wajib pajak untuk melaporkan dan membayar pajak secara online. Di mana hal tersebut, dapat mengurangi waktu dan biaya yang diperlukan untuk memenuhi kewajiban perpajakan. Dengan otomatisasi ini, Direktur Jenderal Pajak (DJP) dapat mengalihkan fokus dari tugas administrasi yang rutin ke pengawasan dan pelayanan yang lebih strategis (Wahyudin, 2020).
Dengan demikian. penting untuk membuat wajib pajak merasa nyaman dengan pelayanan yang mudah, aspek keamanan e-system dengan perlindungan data melalui enkripsi dan two factor authentication yang memastikan informasi pribadi dan keuangan wajib pajak tetap aman, serta e-system yang mendukung efisiensi dan efektivitas administrasi perpajakan. Dengan adanya kemudahan dan jaminan keamanan data bagi setiap wajib pajak serta kepercayaan terhadap penggunaan, maka bukan menjadi hal sulit tingkat penerimaan negara dari sektor pajak akan bertambah.