KENDARI – Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) Kota Kendari menyoroti secara serius peristiwa meninggalnya seorang sopir truk yang tertimbun tanah galian di Kelurahan Wua‑Wua, Kecamatan Wua‑Wua, Kota Kendari. Berdasarkan penelusuran organisasi tersebut, lokasi kejadian diduga merupakan lahan kavling milik PT Anugrah Rahmat Sejahtera (ARS) yang belum mengurus izin resmi alias ilegal.
Ketua DPC PERMAHI Kendari, Relton Anugrah, mengungkapkan temuan itu setelah menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Wali Kota Kendari pada Selasa (11 November 2025). Setelah aksi, PERMAHI melakukan audiensi bersama tiga instansi teknis: Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Kendari, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kota Kendari.
“Dari audiensi tersebut kami memperoleh keterangan bahwa lokasi kejadian merupakan area pematangan lahan untuk kavling yang diduga milik PT ARS, yang belum terdaftar atau tidak memiliki izin,” ujar Relton, Rabu, 12 November 2025.
Relton menilai tidak adanya perizinan terhadap proyek tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap regulasi tata ruang dan lingkungan hidup di Kota Kendari. Ia menegaskan pemerintah daerah tidak boleh menutup mata terhadap aktivitas pembangunan liar yang telah menelan korban jiwa.
“Kami berharap Pemerintah Kota Kendari segera memberikan sanksi administratif yang tegas berupa pencabutan izin, dan melakukan penertiban total terhadap seluruh aktivitas pematangan lahan ilegal di wilayah kota,” tegasnya.
PERMAHI Kendari juga meminta Polresta Kendari untuk segera memproses hukum pemilik PT ARS atas dugaan kelalaian yang menyebabkan kematian sebagaimana diatur dalam Pasal 359 KUHP. Kegiatan cut‑and‑fill tanpa izin juga dinilai melanggar UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) serta UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang sebagaimana diubah dengan UU Cipta Kerja.
“Peristiwa ini bukan bencana alam, melainkan akibat langsung dari kegiatan pematangan lahan yang dilakukan secara ilegal, tanpa memperhatikan aspek keselamatan kerja dan lingkungan,” tambah Relton.
Sebagai tindak lanjut, PERMAHI Kendari telah melayangkan surat resmi permohonan Rapat Dengar Pendapat (RDP) kepada DPRD Kota Kendari, agar kasus tersebut dibahas secara komprehensif dengan menghadirkan seluruh pihak terkait, termasuk instansi pemerintah dan pihak pengembang.
Kabid PKPL DLH Kota Kendari, Indriati Hamra, mengaku tidak mengetahui terkait izin lingkungan milik PT ARS dan menyarankan menghubungi Kabid Tata Lingkungan, Ady Irfan.
“Kalau saya ini bidang pengawasan, masalah izin dan tata lingkungan ada di bidangnya Pak Ady Irfan, silakan konfirmasi ke beliau,” ujarnya melalui WhatsApp, Kamis, 13 November 2025.
Ady Irfan membenarkan bahwa PT ARS belum mengantongi izin lingkungan.
“Tidak ada izinnya. Pengawasan berada di bidang kami,” katanya melalui WhatsApp.
Jurnalis media ini telah berupaya mengkonfirmasi pihak PT ARS melalui pesan, telepon, dan SMS, namun hingga berita ini diterbitkan belum ada respons resmi.
Sebagai catatan, pada tahun 2024 PT ARS bersama lima perusahaan lain—PT Ammar Property Indonesia, Azalia Zaki Hills, AL‑Jannah Residence, Kavling Ruko The Rich, dan PT Algeis Mega Mandiri—telah dilaporkan ke Polda Sultra terkait dugaan kejahatan lingkungan.
Kasus ini menyoroti lemahnya pengawasan terhadap aktivitas pembangunan dan pematangan lahan yang dilakukan tanpa izin resmi, serta menimbulkan pertanyaan besar mengenai tanggung jawab hukum pihak‑pihak terkait atas tewasnya korban di lokasi proyek tersebut.(red)








