PENAFAKTUAL.COM, MUBAR – Terkait dengan pernyataan Anggota DPRD Muna Barat, La Ode Sariba, mengenai keluhan masyarakat yang tidak terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Ketua DPD APDESI Sulawesi Tenggara (Sultra) La Ode Alwi Haidatul memberikan klarifikasi dan pandangan atas tersebut.
Dalam keterangan tertulis yang diterima media ini, La Ode Alwi Haidatul mengungkapkan bahwa pihaknya memahami kekhawatiran tersebut, namun perlu diuraikan dalam beberapa poin berikut:
Apa Urgensi DPRD terhadap Musyawarah Desa (Musdes)?
DPD APDESI Sultra sepenuhnya memahami pentingnya Musyawarah Desa sebagai mekanisme legal dan formil dalam pengelolaan program kesejahteraan sosial. Namun, pertanyaan yang muncul adalah, apa urgensi DPRD dalam mendesak Musdes? Proses Musdes sudah menjadi bagian dari prosedur rutin dalam penetapan DTKS dan program kesejahteraan lainnya. Proses ini dilakukan di bawah arahan pemerintah desa dan dinas terkait, sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
“Kami berpendapat bahwa lebih baik jika DPRD, terutama Komisi 1, memfasilitasi dialog antara Dinas Sosial, Dinas PMD, dan para kepala desa untuk mengevaluasi proses yang telah berjalan. Hal ini akan lebih efektif daripada sekadar mendesak musyawarah tanpa terlebih dahulu memahami kendala teknis yang dihadapi di lapangan”, kata La Ode Alwi Haidatul, Kamis, 24 Okober 2024.
Data Keluarga Miskin Sudah Terdaftar di Dinas Sosial
Menurutnya La Ode Alwi, yang harus dipahami oleh La Ode Sariba adalah bahwa data keluarga miskin sudah terdaftar di Dinas Sosial dan telah melalui proses yang sesuai kebutuhan dan ketentuan yang berlaku. Persoalan yang ada saat ini bukanlah soal data yang tidak di-update, melainkan keterbatasan anggaran dan kapasitas sumber daya di tingkat desa yang kadang menghambat proses verifikasi dan validasi.
“Kami mengusulkan agar DPRD Muna Barat mengundang Kadis Sosial, Kadis PMD, dan perwakilan kepala desa dalam rapat untuk mendiskusikan permasalahan ini secara menyeluruh. Diskusi tersebut akan membantu mengidentifikasi kendala dan menemukan solusi yang lebih tepat”, tukasnya.
Soal DTKS, PKH, dan KIP Ada Pendampingnya
Perlu diketahui bahwa program DTKS, PKH, dan KIP memiliki pendamping masing-masing yang bertugas mengawal jalannya program. Masalah yang muncul, termasuk terkait kuota bantuan yang tidak terpenuhi, sering kali bukan disebabkan oleh desa, tetapi lebih pada kinerja pendamping dan mekanisme di tingkat pusat.
Jika memang ada kendala pada penyaluran bantuan, seharusnya DPRD mendesak Kementerian Sosial untuk mengevaluasi peran dan kinerja para pendamping DTKS dan PKH. Jika para pendamping tidak menjalankan tugas mereka dengan baik, maka tidak ada salahnya bagi DPRD untuk mendorong perbaikan mekanisme pendampingan atau bahkan penghapusan pendamping yang tidak efektif.
DPD APDESI Sultra Terbuka Terhadap Kritik, Tapi Harus Ada Keseimbangan
La Ode Alwi mengatakan bahwa pihaknya sangat terbuka terhadap kritik dan desakan dari DPRD, bahkan menyambut baik perhatian yang diberikan. Namun, harus ada keseimbangan antara desakan dan dukungan yang diberikan.
“Sebagai kepala desa, kami bekerja dengan segala keterbatasan baik dari segi anggaran, sumber daya, maupun infrastruktur”, katanya.
Jika desakan DPRD dilengkapi dengan solusi atau dukungan, seperti penambahan anggaran atau peningkatan kapasitas aparatur desa, maka pemerintah desa akan lebih terbantu dalam menjalankan tugas. Pemerintah desa siap bekerja lebih keras apabila desakan yang diberikan diiringi dengan pemahaman yang mendalam terhadap kondisi dan kebutuhan di lapangan.
“Kami sepakat bahwa kesejahteraan masyarakat adalah prioritas utama, dan kami di tingkat desa siap bekerja sama dengan semua pihak, termasuk DPRD, untuk memastikan bahwa masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dapat terdaftar di DTKS. Namun, kami juga berharap adanya sinergi yang lebih baik antara pemerintah desa, dinas terkait, dan DPRD, sehingga persoalan ini dapat diselesaikan secara menyeluruh dan tepat sasaran”, beber Alwi.
Pihaknya mendorong agar DPRD lebih proaktif dalam memfasilitasi dialog antara desa, dinas sosial, dan pihak terkait lainnya, serta mendesak pemerintah pusat untuk mengevaluasi peran pendamping DTKS dan PKH. Langkah ini diharapkan dapat memastikan bahwa masyarakat yang berhak tidak lagi terabaikan dalam mendapatkan hak mereka.(hsn)