PENAFAKTUAL.COM, KENDARI – Lembaga Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis hasil survei terbarunya, jelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Tenggara (Sultra), yang digelar disalah satu hotel di Kota Kendari, Selasa, 30 April 2024.
Survei yang dilaksanakan mulai 20-26 Maret 2024 ini, LSI Denny JA memilih tajuk “Pemilih Ingin Gubernur yang Mampu Selesaikan Masalah Ekonomi, Ketimbang Isu Primordial”, untuk menggambarkan bagaimana trend isu politik identitas jelang Pilgub Sultra 27 November 2024.
Hasilnya, peneliti senior LSI Denny JA, Ikrama Masloman mengatakan, 65,6 persen dari 800 responden di seluruh kabupaten/kota di Sultra rata-rata memilih calon gubernur yang mampu menyelesaikan masalah ekonomi, pertimbangan asal usul etnis calon gubernur.
Sementara responden yang menginginkan calon gubernur dari etnis yang sama 10,5 persen, lalu 9,3 persen cenderung ingin calon gubernur yang kerap memberikan bantuan sosial ke responden, dan yang memilih tidak tahu dan tidak jawab 14,6 persen.
“65,6 persen ingin gubernur yang mampu menyelesaikan masalah ekonomi, dari pertanyaan pertimbangan manakah yang bapak/ibu gunakan untuk memilih calon gubernur diajukan ke responden,” tutur dia.
Survei ini juga menunjukkan, mayoritas etnis yang dijadikan responden setuju memilih calon gubernur yang mampu menyelesaikan masalah ekonomi, tanpa melihat latar belakang etnis dengan berada diangka tabulasi, etnis Buton 70,5 persen, Muna 62,4 persen, Bugis 80,7 persen, Tolaki 40 persen.
Suku asal Sulawesi lainnya, selain Tolaki, Buton dan Muna 73,8 persen, Jawa 66,7 persen, dan Bali 66, persen. Sedangkan suku lainnya 50 persen. Adapun responden yang memilih dari faktor kesamaan etnis dan memilih calon gubernur yang pernah menyalurkan bantuan, angka rata-ratanya dibawah 20 persen.
Sementara dari segmen pendidikan, dan pendapatan sebagian besar responden setuju dengan pendapat diatas memilih gubernur yang mampu menyelesaikan masalah ekonomi, tanpa melihat status kesukuan.
“Bila dirata-ratakan, responden lulusan SD dengan pendapatan Rp1 juta perbulan 66,9 persen, SMP/sederajat dengan pendapatan Rp1,9 juta perbulan 59,8 persen, tamat SMA/sederajat dengan pendapatan Rp2,9 juta perbulan 63,5 persen, dan pernah kuliah dengan pendapatan Rp3 juta perbulan 79,6 persen,” jelas Ikrama Masloman.
Dijelaskannya lagi, untuk segmen status responden mulai dari petani dan nelayan, buruh lepas, pedagang, wiraswasta, pegawai swasta, pelajar atau mahasiswa, dan pekerjaan lainnya, juga menginginkan calon gubernur yang dapat menetaskan masalah ekonomi, tanpa melihat etnis yang sama, berada diangka rata-rata 50 persen keatas.
Sehingga dari data tabulasi yang sudah diolah sedemikian rupa ini, LSI Denny JA menyimpulkan bahwa atribusi atau persepsi aspek kemampuan adalah penting, karena pertimbangan mayoritas publik diatas 60 persen.
Sedangkan aspek memilih karena primordial tidak signifikan, berdasarkan hasil survei. Alasannya karena yang memilih atas dasar kesamaan latar belakang hanya dibawah 15 persen, bahkan jika diperhitungkan, pandangan memilih karena etnis, pandangan tersebut merata di semua etnis,
Artinya memainkan isu primordial atau politik identitas, ini tidak hanya tidak populis, namun dapat membawa pengaruh sentimen negatif bagi yang mengarusutamakan strategi ini.
“Jadi aspek utama kemampuan menyelesaikan masalah ekonomi, berkaitan dengan kebutuhan orang dalam memenuhi kebutuhan dasarnya yaitu pangan dan lapangan pekerjaan,” jelas dia.
Menurut dia, politik identitas ini merupakan sebuah kreasi politik yang tentu ingin mempertahankan hirarki moral, dan kekuasaan. Namun, kata dia bukan dari perspektif itu, kemudian LSI Denny JA mengambil tema survei tersebut.
Yang dititikberatkan pengambilan tema ini, bagaimana melihat secara utuh isu yang santer digaungkan, apakah benar-benar memberikan dampak besar, ataukah justru membawa ke hal-hal yang negatif.
“Jadi dari lembaga, tidak ada agenda untuk mendegradasi identitas politik. Karena identitas politik bagi saya tidak baik, kecuali memang politisasi yang destruktif,” tutupnya.(hus)