Menu

Mode Gelap
Tiga Napi Korupsi di Sultra Dapat Asimilasi dari Pihak Ketiga, Salah Satunya Keponakan Gubernur Dari Kebun ke Gerbang Masa Depan: Menghadapi Cemohan dan Mencapai Impian Ridwan Bae: PT SCM dan Perkebunan Sawit Penyebab Banjir di Jalur Trans Sulawesi Korban Tenggelam di Pantai Nambo Ditemukan Meninggal Dunia Pembentukan Kaswara: Langkah Awal Kolaborasi Alumni SMP Waara

Opini · 8 Jul 2025 23:08 WITA ·

Surga Terakhir di Bumi Telah Hancur, Sampai Kapan?


 Foto  Raja Ampat di Papua Barat Daya. Sumber: detik.com Perbesar

Foto Raja Ampat di Papua Barat Daya. Sumber: detik.com

Oleh: Putri Ayu Wulandari (Aktivis Muslimah Sultra)

Jakarta: Aktivitas penambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, memicu kritik dari masyarakat sipil. Selain mencemari lingkungan, penambangan tersebut juga berpotensi melanggar ketentuan pidana, tak terkecuali tindak pidana korupsi.

Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur, Herdiansyah Hamzah mengatakan, Kepulauan Raja Ampat masuk dalam kualifikasi pulau-pulau kecil yang dilindungi lewat Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Pada Pasal 35 huruf k mengamanatkan pelarangan penambangan mineral di pulau-pulau kecil yang menimbulkan kerusakan ekologis, mencemari lingkungan, atau merugikan masyarakat sekitar. Sedangkan Pasal 73 ayat (1) huruf f mengatur soal sanksi pidananya. Ancaman pidana penjara mencapai 10 tahun.

Dunia bawah laut  Papua kini sedang tidak baik-baik saja. Surga terakhir dibumi kini telah hancur, hutan tak lagi rindang, laut tak lagi biru, hembusan angin tak bisa lagi kita rasakan, kicauan burung-burung langka tak lagi kita dengar.

Kepulauan Raja Ampat bukan hanya tempat bernaung bagi ribuan spesies ikan dan hewan darat lainnya, tetapi juga sebagai destinasi wisata yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar, namun semuanya telah hancur karena ulah tangan-tangan serakah demi mengisi kantong mereka. Surga bawah laut dunia yang menjadi kebanggaan bangsa, kini hancur oleh oligarki.

Sampai kapan pertambangan ini akan terus berjalan? Tidak ada yang tau. Mungkin sampai seluruh keindahan alam ini habis tak tersisa, yang hanya meninggalkan lumpur dan puing-puing kehancuran. Penghentian sementara oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengenai pertambangan ini sepertinya hanyalah siasat untuk meredam amarah publik, pemerintah dinilai tidak serius dalam menangani kasus seperti ini, sebab bisa jadi dari sanalah mereka juga mendapatkan keuntungan atas izin pertambangan yang mereka keluarkan.

Dengan adanya aktifitas penambangan ini bukan hanya merusak alam yang merugikan masyarakat sekitar karena berkurangnya wisatawan yang datang, tetapi juga merusak keanekaragaman hayati seperti mencemari lingkungan serta mengurangi kesuburan tanah sebab tanah telah terkontaminasi dengan logam berat sehingga sulit bagi tumbuhan dan pepohonan untuk tumbuh.

Selain itu, aktivitas penambangan ini juga telah melanggar Undang-Undang Kelestarian Lingkungan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil.

Hal ini tentu sebuah penghianatan terhadap negara dan bentuk dari rusaknya sebuah sistem, sebab negara yang seharusnya melindungi bahkan membudidayakan Sumber Daya Alam untuk kepentingan umat tetapi justru memberikan izin kepada oligarki untuk menguasai tanah rakyat. Sehingga seluruh kekayaan rakyat dirampas oleh mereka yang berkuasa.

Islam memandang ini adalah sebuah kejahatan besar, yang mana sumber daya alam adalah milik umum yang jika dikelola maka hasilnya akan disalurkan untuk kebutuhan umat, sehingga Islam melarang hal tersebut dikuasai oleh individu ataupun kelompok.

Selain itu, negara juga wajib untuk tetap menjaga kelestarian alam dan menjaga ekosistem seperti yang telah diperintahkan Allah SWT dalam Surat Al-A’raf ayat 56 berbunyi: “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.”

Kerusakan ini bukan hanya sekedar merugikan dari segi materi tetapi juga berdampak bagi kehidupan, sebab tanpa adanya gunung-gunung dan pepohonan, maka bencana alam seperti banjir, tanah longsor, bahkan sunami besar akan melanda kawasan tersebut karena hilangnya hutan akan mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air, sehingga hal ini akan terus terjadi sebab alam tidak mampu lagi menjaga keseimbangannya.

Islam sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur masalah ibadah kepada sang Pencipta, tetapi juga mengatur manusia dan negara dalam pengelolaan sumber daya alam sehingga tetap terjaga dan bermanfaat bagi hidup orang banyak.

Melalui konsep HIMA pemerintahan Islam dapat menjaga kelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati dengan cara melarang ada aktivitas pemburuan liar, pembangunan, pembudidayaan bahkan pengelolaan sumber daya alam secara pribadi seperti tambang nikel ini sebab dengan melindungi secara ketat kawasan tertentu dari kerusakan pertambangan maka akan terjaga kualitas udara yang baik, sumber air yang bersih, tanah-tanah yang subur serta melindungi berbagai bentuk kehidupan didalamnya termasuk flora dan fauna dikawasan tersebut.

Konsep HIMA ini bukan hanya bertujuan untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan menjaga ekosistem serta menjaga keberlangsungan sumber daya alam tetapi juga menjaga hajat hidup orang banyak sebab dengan adanya kawasan hutan yang asri maka akan menghasilkan sumber makanan yang melimpah seperti buah-buahan dan hewan-hewan buruan yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat sekitar sebagai sumber pangan mereka.

Selain itu, dengan tetap menjaga keasrian kawasan lindung dengan menerapkan konsep HIMA ini maka kita dapat menghadapi berbagai ancaman kerusakan yang disebabkan oleh perubahan iklim, deforestasi,pemanasan globalglobal juga eksplorasi pertambangan.

Dalam kepemimpinan Islam, pemerintah wajib menjalankan segala aturan negara sesuatu dengan hukum syara’, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam. SDA dalam negara Islam dikelola oleh pemerintah yang hasilnya disalurkan untuk pembangunan infrastruktur seperti jalanan, jembatan, pelabuhan, dan fasilitas umum lainnya termasuk telekomunikasi, bahkan untuk penyediaan energi dan air bersih.

Selain itu,pemerintah juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan untuk masyarakat, dengan memaafkan tenaga, keterampilan juga keahlian masyarakat dalam mengelola SDA sehingga dapat mengurangi angka kemiskinan.

Pemerintah sebagai pengurus dan pengawas terhadap pengelolaan SDA sudah sepatutnya menjaga kawasan SDA dengan baik termasuk dari tangan-tangan nakal yang ingin menguasai SDA secara pribadi, sebab Islam melarang manusia berserikat mengenai hal ini. Dan jika terjadi pelanggaran atau penyalahgunaan mengenai pengelolaan SDA ini maka pemerintah wajib memberikan sangsi kepada pelaku sesuai hukum yang berlaku, termasuk dalam kasus penambangan nikel dikawasan wisata dunia Raja Ampat.

Tak hanya pemberian saksi kepada oligarki yang menguasai SDA tetapi pemimpin Islam juga wajib menghukum dan memberhentikan mentri-mentri dan para wakil rakyat jika terbukti melakukan kecurangan dan pelanggaran atas undang-undang yang berlaku. Hal ini dilakukan agar pengelolaan SDA tetap berjalan dan terarah dengan semestinya yakni   pengelolaan dan pengurusan diatur oleh negara sedang hasilnya dikembalikan kepada rakyat untuk kemaslahatan umat bukan untuk memperkaya individu atau kelompok yang memiliki modal. Wallahu alam Bisshawab

Artikel ini telah dibaca 18 kali

badge-check

Publisher

Baca Lainnya

Narkoba Marak, Islam Punya Solusi

14 Juni 2025 - 14:00 WITA

Tanah Angata: Ketika Negara Tidak Lagi Berdiri di Pihak Rakyat

14 Juni 2025 - 12:29 WITA

Layanan Kejiwaan, Fatamorgana saat Kendari Darurat Kesehatan Mental

7 Juni 2025 - 00:09 WITA

Fantasi Menjijikan dalam Tatanan Sekulerisme

26 Mei 2025 - 01:13 WITA

Larangan di Bulan Puasa, Tanda Lemahnya Iman Orang Berpuasa?

8 Maret 2025 - 21:35 WITA

Playing Victim Orang Beriman?

8 Maret 2025 - 20:52 WITA

Trending di Opini