Oleh: Rasmin Jaya
Pemuda Muna Barat
Konstalasi politik lokal dalam kekuasaan akhir-akhir ini terjadi proses tarik menarik antara yang punya kepentingan baik itu di legislatif maupun di eksekutif. Hal demikian akan berdampak pada sikap rakyat untuk tidak percaya terhadap amanah yang diberikan kepada pemimpin sehingga krisis legitimasi bahwa keberadaan dan fungsi elit politik di parlemen dan di lingkaran kekuasaan tidak begitu terasa oleh masyarakat luas. Selain hanya meramaikan pemilu setiap lima tahun sekali, juga tak memberikan efek perubahan kepada masyarakat secara merata.
Program-program yang dikucurkan kepada masyarakat pada saat menjelang sosialisasi dan kampanye hanyalah sebagai pemanis untuk menarik simpati dan meraup suara pada saat pemilihan sehingga tidak ada pembangunan berkelanjutan untuk kepentingan masyarakat luas setelah terpilih, yang ada hanyalah kepentingan golongan dan partai politik itu sendiri.
Hal ini nampak terjadi dan dipertotonkan elit-elit politik lokal kita dimana terlihat sibuk mencitrakan diri mereka di media tanpa berkontribusi banyak untuk kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian para elit politik ini tidak hanya kurang berperan dalam pembangunan masyarakat melainkan juga gagal menjadikan tanggung jawab dan amanah yang telah diberikan oleh rakyat sebagai instrumen utama pembangunan daerah khususnya mereka yang duduk di kursi empuk legislatif.
Pada faktanya bahwa stabilitas politik di daerah khususnya Muna Barat banyak dipengaruhi oleh kepentingan segelintir orang lebih-lebih mereka yang dekat dengan kekuasaan. Harusnya peran elit di daerah juga menjadikan partai politik sebagai wahana dan instrumen pendidikan politik masyarakat dan alat memperjuangkan aspirasi rakyat yang kurang bersuara untuk pembangunan daerah dan sebagai upaya mendorong sektor perputaran ekonomi agar keberadaan mereka itu dekat dan ada untuk masyarakat.
Namun akhir–akhir ini dengan kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang politik sehingga mereka dengan muda dijanji dan diiming-imingkan sebuah perubahan yang lebih baik, bagaikan mimpi di siang bolong, faktanya mereka sama-sama menjadikan partai politik sebagai tangga mencapai tujuan-tujuan yang pragmatis. Tampaknya kerja elit politik di daerah adalah membesarkan partai dan bukan membesarkan daerah hal itu terjadi di daerah Kabupaten Muna Barat.
Olehnya itu dengan kondisi tersebut perlu adanya pembaharuan elit politik dalam politik lokal sebab pejabat publik dan elit politik itu sendiri telah mengalami krisis kepercayaan dari masyarakat. Jika persoalan ini terus berlarut-larut maka proses demokratisasi akan terhambat, perlu di sadari juga bahwa sala satu elemen demokrasi adalah partai politik, elit politik dan masyarakat itu sendiri.
Bukan menjadi rahasia umum lagi dalam sistem pemerintahan biasanya kepentingan organisasi politik disingkirkan berganti menjadi kepentingan orang perorang sehingga pejabat-pejabat daerah baik atasan maupun bawahan terkadang saling siku hanya untuk mendapatkan kue kekuasaan.
Inilah yang di lakukan elit politik daerah kita di atas jeritan dan persoalan rakyat yang mencekam. Yang tidak berkemampuan untuk mendapatkan keuntungan dalam struktur pemerintahan, Mengapa? karena setiap orang berusaha dan berebut posisi untuk mendapatkan peluang dan terkadang harus menggadaikan pikiran dengan ongkos untuk duduk di kursi empuk pemerintahan. Sungguh sangat bengis dan miris yang melacuri diri mereka dengan jabatan, harta dan kekayaan.
Persaingan pula menjadi sangat ketat , yang memiliki modal dan pengaruh besar yang itu dekat dengan pejabat akan mendapatkan posisi strategis tetapi jika yang modalnya kecil dan tidak kuat dalam sistem loby akan mendapatkan posisi non strategis bahkan akan di singkirkan dalam kompetisi memperebutkan jabatan. Hukum tawar menawar jabatan seperti ini sangat lekat dalam sistem pemerintahan kita sebagai daerah otonomi baru (Desentaralisasi).
Jika hal ini terus di biarkan dan turun temurun maka akan terjadinya demoralisasai dalam sistem demokrasi lokal kita bahkan akan terjadi Chaos politik (Krisis Politik).
Karenannya mereka antara elit politik yang duduk di legislatif dan eksekutif akan melakukan komromi untuk terhindar dari jeratan masalah bahkan juga akan saling menuding dan saling melempar bola atas masalah rakyat yang sedang dihadapi misalnya menyoal pertumbuhan ekonomi, KKN, infrastruktur dan pembangunan daerah itu sendiri.
Sirkulasi permainan elit lokal ini sangat membingungkan untuk orang-orang yang tidak memahami konstalasi dalam kekuasaan mulai dari kompromi, loby politik hingga pembagian kue kekuasaan dengan demikian modal politik yang di keluarkan pada saat menjelang kampanye akan berbanding sama dengan posisi jabatan yang mereka dapatkan dalam kekuasaan, Sementara yang tidak punya modal lebih akan menjadi guling tikar, Jika berpolitik adalah panggilan nurani dan pengabdian kepada masyarakat pasti akan banyak menyentuh dari pada kepentingan masyarakat luas itu sendiri tapi pada faktanya kinerja itu Nihil.
Proses perjalanan politik dan demokrasi sebagaimana yang sedang berlangsung di Muna Barat menunjukan bahwa sedang terjadi krisis dan kelambatan pertumbuhan politik sehingga hal tersebut rentan monopoli politik dan daerah otonomi baru yang seharusnya sebagai percepatan pertumbuhan di segala sektor kini harus pupus harapan dan cita -cita masyarakat.
Monopoli politik akan terus turun temurun jika sistem yang berlaku masih tetap sama, sehingga potensi-potensi yang di miliki oleh anggota rakyat tidak di perhatikan dan di abaikan.
Dalam setiap konstalasi politik pun modal yang di gelontarkan selama proses kampanye dan janji politik akan di kembalikan guna menutup utang-utang yang telah di pinjam sehingga hal ini lekat kaitan terjadinya Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme (KKN). Tak bisa di pungkuri juga bahwa mereka akan bermain mata dengan investor sebagai modal kampanye sehingga dalam kekuasaan pemerintahan maupun di legislatif itu sendiri tidak lagi mengabdi untuk kepentingan masyarakat tetapi bermain mata pada pemilik modal (Investor).
Untuk mendapatkan sesuatu Elit politik tidak akan segan-segan melacuri diri mereka. Berangkat dari sinilah penderitaan dan kekecewaan politik akan mulai tumbuh , hal ini akan berdampak pada pembangkangan rakyat atau anggota partai politik yang tidak mendapatkan jabatan akibat monopoli politik tersebut.
Kekecewaan ini akan terus tumbuh dan berkembang hingga pada potensi ledakan kemarahan akibat buntutnya tujuan demokrasi dari pada masa depan rakyat itu sendiri, Protes sosial yang posisinya berhadap hadapan dengan para pemangku kebijakan dan elit politik akan menambah krisis politik dan demokrasi bahkan berdampak dengan kondisi ekonomi akibat kebijakan yang tidak pro terhadap rakyat .
Sudah seharusnya ke depan masyarakat mengambil sikap dan jalan alternatif dalam memilih pemimpin yang bijaksana dan amanah dalam rangka mewujudkan nawacita dan harapan masyarakat yang mengendap sehingga di perlukan program pencapaian yang lebih besar. Sehingga masyarakat dapat tercerahkan , tersadar untuk menemukan kembali tawa yang telah lama hilang.
Sudah cukup kita membuktikan dalam nyata akan partisipasi aktif masyarakat mengawal pesta demokrasi dengan demokratis berharap ada harapan dan niatan baik. Seharusnya sebagai wakil rakyat harus mampu mempertahankan hak-hak rakyat sebagaimana komitmen pada saat menjelang kampanye bukan malah mereka sendiri yang merampas dan menenggelamkan harapan itu, betapa luar biasa dan berprestasinya politisi kita hari ini.
Rakyat yang tidak tahu menahu akan selalu menjadi korban dan sasaran tembak para penguasa -penguasa daerah kita dalam memutuskan suatu kebijakan. Sikap pragmatisme yang menggerogoti politisi seakan sudah membudaya dalam lingkaran kekuasaan itu sendiri.
Kita butuh alternatif baru, wakil rakyat yang betul-betul memahami kondisi masyarakat. Saatnya poros pemuda maju.**)