PENAFAKTUAL.COM, JAKARTA – Andre Dermawan, pengacara asal Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) jalani sidang perbaikan permohonan pengujian materi yang dimohonkan di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin, 17 Maret 2025.
Diketahui, sidang perbaikan permohonan pengujian materi merujuk pada Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat terhadap Pasal 27 ayat (1), 28D ayat (1), 28E ayat (3), dan 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
Sidang perbaikan permohonan perkara
Nomor 183/PUU-XXII/2024 ini, dipimpin oleh Majelis Hakim yang juga sebagai Wakil Ketua MK, Saldi Isra dengan didampingi Hakim Konstitusi, Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi, Arsul Sani.
Dalam kesempatan tersebut, Andre mempersoalkan tidak adanya ketentuan larangan jabatan pimpinan organisasi merangkap jabatan negara. Bukan tidak mungkin, jabatan negara yang dirangkap bisa saja disalahgunakan.
“Merangkap jabatan negara, membuat organisasi advokat tidak bebas dan mandiri, karena ada intervensi kekuasaan pemerintahan dalam organisasi advokat, dan cenderung akan didominasi kelompok advokat tertentu,” ujar Andre, dikutip dari laman resmi MK.
Dia mencontohkan, Prof. Otto Hasibuan selaku Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), yang telah menjabat sebagai Wakil Menteri Koordinator (Wamenko) Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan sejak Bulan Oktober 2024.bSebulan kemudian, Otto Hasibuan memimpin Rakernas Peradi di Bali pada Bulan Desember 2024 lalu.
Yang membuat mencengkangkan menurut Andre, saat Otto Hasibuan menyampaikan rekomendasi hasil rakernas yang mana mendesak Mahkamah Agung (MA) mencabut Surat Edaran MA Nomor 73 tahun 2015 tentang Penyumpahan Advokat.
Selain itu, Otto menyarankan agar semua advokat yang telah disumpah bergabung ke organisasi Peradi serta meminta MA hanya melakukan penyumpahan terhadap calon advokat yang diusulkan Peradi.
Menurut Andri yang tergabung dalam Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini, rekomendasi yang disampaikan Otto dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Peradi tidak dapat dipisahkan dari kapasitasnya saat ini sebagai Wamenko.
Sehingga ia mengatakan, rekomendasi tersebut dapat saja dimaknai sebagai rekomendasi dari Kementerian Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan.
“Rekomendasi ini bertentangan dengan kondisi faktual saat ini terkait banyaknya organisasi advokat yang secara de facto ada melaksanakan tugas dan fungsi organisasi advokat.
Selain itu juga, lanjut Andre, bahwa rekom Peradi kepada MA tidak sesuai dengan Putusan MK Nomor 112/PUU-XII/2014 yang menyatakan Pasal 4 ayat (1) UU Advokat bertentangan dengan UUD NRI 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa pengadilan Tinggi atas perintah Undang-Undang wajib mengambil sumpah bagi para advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengaitkan dengan keanggotaan organisasi yang secara de facto ada yaitu Peradi dan KAI.
Ia pun menilai, justru tindakan Otto Hasibuan ada upaya melemahkan kelompok organisasi advokat lainnya, dengan rekomendasi yang disampaikan ke MA.
Hal inilah yang kemudian ia tolak dengan mengajukan pengujian materi terhadap UU Advokat dengan harapan, ada pasal yang mengantur pimpinan organisasi advokat tidak boleh merangkap jabatan negara.
Sebab, akan menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest), karena tidak bisa memisahkan antara kepentingan individu atau kelompok organisasi dengan kepentingan tugas jabatannya sebagai pejabat negara.
“Bahkan cenderung menyalahgunakan kekuasaannya dengan mengabaikan putusan Mahkamah untuk kepentingan individu atau kelompok organisasi dan ke depan dapat dipastikan Prof. Dr. Otto Hasibuan SH, MH dalam kapasitasnya Wakil Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan,” jelasnya.
Untuk itu, dalam petitumnya Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya, menyatakan Pasal 28 ayat (3) UU Advokat sebagaimana telah dimaknai Putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Pimpinan organisasi advokat memegang masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut, dan tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah dan tidak dapat merangkap sebagai pejabat negara.(red)