Menu

Mode Gelap
Ridwan Bae: PT SCM dan Perkebunan Sawit Penyebab Banjir di Jalur Trans Sulawesi Korban Tenggelam di Pantai Nambo Ditemukan Meninggal Dunia Pembentukan Kaswara: Langkah Awal Kolaborasi Alumni SMP Waara Bupati Bombana Burhanuddin Lantik Sunandar A Rahim sebagai Pj Sekda Tujuh Kapolres di Sulawesi Tenggara Berganti

Hukrim · 23 Des 2024 21:10 WITA ·

PT OSS dan VDNI Mangkir dari Sidang Perdana Gugatan Lingkungan Hidup


 Sidang perdana dugaan pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan. Foto: Istimewa Perbesar

Sidang perdana dugaan pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan. Foto: Istimewa

PENAFAKTUAL.COM, KONAWE – Untuk pertama kalinya, dugaan pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan oleh perusahaan PLTU industri PT OSS dan VDNI digelar di meja hijau dengan nomor perkara : 28 Pdt.Sus-LH/2024/PN Unh, Pengadilan Negeri Unaaha, Senin, 23 Desember 2024.

Sidang Perdana Gugatan Lingkungan Hidup itu dilaksanakan atas tuntutan sejumlah warga yang terdampak lingkar industri Morosi bersama Walhi Sultra, LBH Kendari dan YLBHI-LBH Makasar. Pasalnya, keberadaan PLTU Captive milik PT OSS dan VDNIP yang dinilai telah sejak lama merusak sendi-sendi kehidupan dan kesehatan masyarakat sekitar perusahaan.

Sayangnya, gelar perkara guna mencari keadilan atas dugaan perbuatan melawan hukum PT OSS dan VDNI itu justru tidak dihadiri tergugat. Kedua perusahaan itu mangkir atas surat panggilan pertama yang telah dilayangkan Pihak Pengadilan Negeri Unaaha beberapa waktu lalu.

“Kami sangat menyangkan ketidakhadiran kedua perusahaan itu, padahal surat panggilan telah diberikan dari pihak pengadilan. Tergugat dalam hal ini tidak koperatif dan tidak punya itikad baik dalam menghadapi proses hukum”, tegas Andi Rahman, Direktur Walhi Sultra dalam Konferensi Persnya di Unaaha hari ini.

Diketahui, PLTU Captive milik perusahaan ini menggunakan energi fosil batu bara sebagai bahan bakar utama dalam pengoperasiannya. Walhasil, diagnosa ISPA dan pencemaran tembak ikan/udang warga sekitar akibat polusi udara dan limbah industri terus bertambah setiap tahun sejak 2018 lalu.

“Dampak dari debu batu bara juga menyerang kesehatan masyarakat, data Puskesmas Morosi dari tahun ke tahun menunjukkan tren yang tinggi dari penyakit ISPA atau penyakit pernapasan”, tambahnya.

Selain itu, berdasarkan hasil riset Walhi Sultra, mayoritas masyarakat Morosi yang bermata pencaharian sebagai petani tambak mengalami kerugian ekonomi akibat beroperasinya PLTU Captive tersebut.

“Selain telah terjadi kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi dan gangguan kesehatan warga, disini kami juga menilai telah terjadi pelanggaran HAM,” terangnya.

Karenanya, warga terdampak bersama Koalisi Bantuan Hukum Rakyat Tim Advokasi Rakyat Morosi meminta adanya pemulihan lingkungan dan penghentian operasi PLTU yang masih menggunakan batu bara.

Selain, itu warga juga menuntut adanya proses ganti rugi materil dan immateril kepada PT OSS dan VDNI atas aktivitas PLTU mereka serta mendesak Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara untuk menjalankan tugas dan tanggungjawabnya berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku.(hsn)

Artikel ini telah dibaca 111 kali

badge-check

Publisher

Baca Lainnya

Polres Buteng Gerak Cepat Amankan Nyawa Pencuri Sapi dari Amukkan Massa

19 April 2025 - 15:33 WITA

Pencurian Sapi di Buton Tengah, Polisi Dalami Dugaan Jaringan Lebih Besar

19 April 2025 - 13:07 WITA

Dua Pria Bersaudara Tersangka Curi Sapi di Buton Tengah, Mobil Hangus Dibakar Massa

19 April 2025 - 12:10 WITA

Polres Kolut Tetapkan 2 Anak sebagai Tersangka Pembakaran Santri

18 April 2025 - 23:05 WITA

Kasus Korupsi Nikel, Kejati Sultra Bidik Komisaris PT LAM Tan Lie Pin

18 April 2025 - 22:53 WITA

Kejagung Periksa Sekda Konawe Utara Terkait Dugaan Korupsi Tambang

18 April 2025 - 21:51 WITA

Trending di Hukrim