KENDARI — Jaringan Garuda Nusantara (JGN) Sulawesi Tenggara kembali melaporkan secara resmi dugaan korupsi proyek Jalan Lingkar Kota Baubau senilai Rp160 miliar yang bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2021, ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sultra. Laporan tersebut telah diterima dengan Nomor Tanda Bukti Laporan: TBL/780/IX/2025/Ditreskrimsus.
Laporan ini merupakan tindak lanjut dari penyelidikan sebelumnya yang sudah bergulir sejak tahun 2023, namun hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti, bahkan belum ada satu pun pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.
Proyek mega infrastruktur ini bersumber dari utang Pemerintah Kota Baubau melalui Bank Sultra, dengan total anggaran mencapai Rp160 miliar. Pekerjaan dibagi ke dalam empat paket besar yang dikerjakan ini oleh perusahaan berbeda, yakni:
- PT Garangga Cipta Pratama – Peningkatan Jalan Lingkar Ruas Bungi–Sorawolio Tahap IV senilai Rp43,89 miliar,
- PT Mahardika Permata Mandiri – Pembangunan Jalan Lingkar Ruas 2 Wabarobo–Batu Popi senilai Rp41,64 miliar,
- PT Meutia Segar – Peningkatan Jalan Lingkar Ruas 2 Bukit Asri–Batu Popi senilai Rp40,40 miliar,
- PT Merah Putih Alam Lestari – Jalan Lingkar Ruas 2 Sorawolio–Bukit Asri senilai Rp39,12 miliar.
Berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Tahun 2022 dan 2023, proyek ini tercatat mengalami kekurangan volume pekerjaan senilai Rp4,8 miliar pada 13 paket proyek di bawah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Baubau yang dikerjakan sejak tahun 2021 hingga 2023.
Tak hanya itu, hasil pemantauan lapangan JGN Sultra juga menemukan sejumlah titik proyek yang mengalami kerusakan parah dan penurunan kualitas jalan, mengindikasikan bahwa material yang digunakan tidak sesuai spesifikasi teknis, serta pengawasan dari pihak dinas terkesan lemah dan tidak profesional.
Sebelumnya, kasus dugaan korupsi proyek Jalan Lingkar Baubau telah masuk tahap penyidikan di Polda Sultra dengan nomor laporan Sp.Lidik/257.a/VIII/2023 Ditreskrimsus tertanggal 11 Agustus 2023. Namun, hingga kini proses hukumnya stagnan tanpa kejelasan.
Rasidin, Ketua JGN Sultra, menjelaskan bahwa berdasarkan informasi dari penyidik Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Sultra, pihak perusahaan disebut telah melakukan pengembalian sebagian kerugian negara, namun hal itu tidak dapat menghapus unsur pidana sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Pengembalian uang hasil korupsi tidak berarti pelaku bebas dari jeratan hukum. Undang-undang sudah jelas, kejahatan korupsi tetap harus dipidana,” tegas Rasidin.
JGN Sultra menilai Polda Sultra lamban dan terkesan ragu menuntaskan kasus ini. Padahal bukti audit, hasil penyelidikan, dan temuan lapangan sudah cukup kuat untuk menaikkan status penyidikan menjadi penetapan tersangka terhadap para pihak yang bertanggung jawab.
“Kami menilai Polda Sultra tidak serius. Kasus ini sudah berjalan lebih dari dua tahun tanpa kejelasan. Masyarakat Baubau berhak tahu siapa yang bermain di balik proyek bermasalah ini,” ujar Rasidin Aktivis HMI Cabang Kendari.
Lebih lanjut, JGN Sultra menegaskan bahwa jika Aparat Penegak Hukum (APH) di Sulawesi Tenggara tidak berani menindak tegas pelaku korupsi dalam kasus ini, maka mereka akan mendorong laporan ini ke Kejaksaan Agung RI dan Mabes Polri agar mendapat perhatian di tingkat pusat.
JGN Sultra menilai proyek Jalan Lingkar Baubau merupakan proyek strategis yang seharusnya memberikan manfaat besar bagi mobilitas masyarakat dan ekonomi lokal. Namun akibat praktik korupsi dan lemahnya pengawasan, proyek tersebut justru menjadi sumber kerugian negara dan kekecewaan publik.
“Ini bukan sekadar soal uang, tapi soal moral dan keadilan. Rakyat Baubau dirugikan dua kali — uangnya dikorupsi, jalannya pun hancur. Jika kasus ini dibiarkan, berarti hukum di Sultra sudah benar-benar lumpuh,” tutup Rasidin Eks Menteri Pergerakan BEM UMK.(red)









