Oleh: Normah Rosman
(Pemerhati Masalah Sosial)
Dilansir dari CNN Indonesia (19/1/2023), menurut jubir Menko Jodi Marvel, Luhut bukan berbicara tengtang kenaikan pajak kendaraan dalam waktu dekat ini. Wacana kenaikan pajak kendaraan dalam rangka upaya memperbaiki kualitas udara di Jabodetabek yang juga pernah dibahas dalam rapat koordinasi lintas Kementerian/Lembaga (K/L) beberapa waktu lalu. Jodi juga menegaskan jika usul tersebut muncul guna memberi efek jera tambahan bagi para pengguna kendaraan non-listrik. Pemerintah ingin mempersulit penggunaan kendaraan pribadi sehingga masyarakat terdorong menggunakan angkutan umum.
Merek mobil listrik asal Cina, Build Your Dream (BYD) resmi meluncur di Indonesia. Menteri Koodinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengungkapkan jika BYD, menanamkan investasi besar-besaran di Indonesia. Airlangga turut mengapresiasi investassi industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai di Indonesia. Investasi BYD di Indonesia mencapai triliunan rupiah. Sementara itu, menurut Presiden Direktur PT. BYD Motor Indonesia Eagle Zhao, mobil listrik yang akan diluncurkan di Indonesia akan diimpor utuh terlebih dahulu (oto.detik.com, 18/1/2024).
Wacana Kenaikan Pajak Kendaraan
Baru-baru ini rakyat +62 mengetahui jika pemerintah telah mewacanakan kenaikan pajak kendaraan yang berbahan bakar bensin. Tentu berita ini membuat sebagian besar masyarakat resah, terlebih lagi yang menggantungkan hidupnya dengan kendaraan berbahan bakar bensin.
Meskipun baru berupa wacana, tapi tidak menutup kemungkinan kenaikan pajak kendaraan ini akan segera direalisasikan walaupun saat ini pemerintah membantahnya. Wacana kenaikan pajak ini konon untuk mengurangi polusi udara di wilayah Jabodetabek.
Tentu saja solusi ini dianggap masyarakat kurang tepat, karena dengan solusi yang ditawarkan maka akan menambah masalah baru. Sedangkan faktor utama penyebab solusi itu sendiri bukanlah banyaknya kendaraan bermotor yang berbahan bakar bensin. Sehingga solusi ini tidak tepat mengingat banyaknya faktor yang menyebabkan terjadinya polusi udara di Jabodetabek.
Di Balik Rencana Kenaikan Pajak Kendaraan
Wacana kenaikan pajak konon katanya untuk mengurangi polusi yang ada di Jabodetabek terkesan klise, sebab dibalik kenaikan pajak yang diwacanakan, terdapat tujuan lain. Adanya program konversi energi menuju penggunaan listrik merupakan alasan utama yang sebenarnya dalam wacana kenaikan pajak kendaraan berbahan bakar bensin. Apalagi dengan adanya investai besar-besaran dari negeri tirai bambu, terkait pengadaan kendaraan listrik berbasis baterai. Meskipun saat ini baru saja diluncurkan, tapi terlihat bagaimana pemerintah mengapresiasi mereka.
Meskipun saat ini kendaraan listrik berbasis baterai akan diimpor utuh dari negeri tirai bambu, tak menyurutkan keinginan para pemangku jabatan untuk mendukungnya secara penuh. Salah satu bentuk dukungan yang diberikan yaitu dengan wacana kenaikan pajak bagi kendaraan berbahan bakar bensin. Dan berharap masyarakat mau beralih ke kendaraan umum maupun kendaraan listrik. Kebijakan ini sangat berpihak pada oligarki daripada rakyat.
Tak heran jika kebijakan yang dilontarkan oleh pemerintah semata untuk keuntungan para oligarki, mengingat asas negeri ini adalah kapitalisme. Kapitalisme nyata telah merenggut kesejahteraan masyarakat, dan menjadi penyebab utama dalam menetapkan pajak yang mencekik sebagai sumber pemasukan negara.
Sistem Islam, Solusi Tuntas
Sistem Islam adalah sebuah sistem yang mampu mengeluarkan masyarakat dari jeratan pajak yang mencekik. Karena sistem ini berasal dari Allah Swt. Al-Khaliq. Sistem Islam, yakni Khilafah Islamiyyah yang mampu membiayai negara tanpa harus memungut pajak dari rakyatnya. Negara berfungsi sebagai raa’in (pengurus urusan umat), akan memberlakukan sistem ekonomi Islam secara kaffah (menyeluruh), dan tentunya akan didukung oleh sistem politik Islam.
Adapun sumber pendapatan utama negara yang mampu menghapus pajak, yakni: Pertama, sektor kepemilikan individu, seperti sedekah, zakat dan sebagainya. Khusus untuk zakat tidak boleh bercampur dengan harta yang lain. Kedua, sektor kepemilikan umum, seperti pertambangan, minyak bumi, gas, batu bara, kehutanan dan sebagainya. Ketiga, sektor kepemilikan negara, seperti jizyah, kharaj, ghanimah, fai’, usyur, dan sebagainya. Syariat Islam juga telah menetapkan sejumlah kewajiban dan pos yang harus berjalan.
Jika di Baitul Maal ada harta, maka semua biaya operasional negara dan kesejahteraan rakyat akan dibiayai oleh Baitul Maal. Jika Baitul Maal sedang kosong atau tidak mampu membiayai kebutuhan negara, maka kewajiban tersebut akan berpindah dalam bentuk dharibah (pajak). Pajak hanya diambil dari kaum Muslimin yang memiliki kelebihan harta, setelah mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar dan perlengkapan hidup secara sempurna, sesuai dengan standar hidup tempat mereka tinggal.
Namun hal ini tidak berlangsung lama karena pungutan yang dikenakan sekedar menutupi kekurangan selisih ketika ada suatu pembiayaan yang bersifat wajib. Ketika kebutuhan tersebut telah terpenuhi dan pemasukan dari pos utama telah berjalan dan mencukupi, maka pajak akan dihapus.
Dharibah adalah harta yang diwajibkan Allah Swt. kepada kaum Muslim untuk membiayai kebutuhan dan pos yang diwajibkan kepada mereka. Dalam kondisi ketika harta di Baitul Maal sedang kosong. Sehingga dalam Khilafah tidak ada pungutan pajak secara tidak langsung, pajak pertambahan nilai, pajak barang mewah, pajak hiburan, pajak jual beli, pajak kendaraan bermotor dan pajak lainnya sebagaimana yang berlaku pada sistem kapitalisme. Wallahu a’lam.