KENDARI – Oknum Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra atas dugaan pemalsuan sertifikat kompetensi pengadaan barang/jasa pemerintah. Laporan ini disampaikan oleh Lembaga Pemantau Kebijakan dan Pendidikan (LPKP) Sultra pada Kamis, 14 Agustus 2025.
Ketua Umum LPKP Sultra, Filman Ode, mengungkapkan bahwa Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) adalah lembaga pemerintah non-kementerian yang bertanggung jawab kepada Presiden.
Tujuan utama LKPP adalah untuk mengembangkan, merumuskan, dan menetapkan kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah, serta membina dan mengembangkan sistem informasi pengadaan.
Salah satu tujuan dari LKPP adalah melakukan pembinaan dan pengembangan SDM pengadaan. LKPP menyelenggarakan berbagai pelatihan dan sertifikasi untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di bidang pengadaan barang/jasa. Hal tersebut untuk memastikan bahwa seluruh pejabat pengadaan (PPTK) memiliki sertifikat kompetensi sebagai syarat utama untuk menjadi PPTK (Perpres No 12 tahun 2021 pasal 69 ayat 1).
Namun, Filman Ode mengungkapkan bahwa ada salah satu oknum pejabat PPTK inisial FS yang menggunakan sertifikat kompetensi LKPP level 1 diduga palsu atau tidak sah. Pada tahun 2024, telah ditemukan adanya penggunaan sertifikat kompetensi pelatihan pengadaan barang/jasa (LKPP) FS, yang diduga palsu atau tidak sah sebagai prasyarat administrasi dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Sertifikat tersebut digunakan oleh FS sebagai PPTK layaknya sebagai individu yang telah memiliki sertifikat kompetensi pengadaan barang/jasa pemerintah sebagaimana diatur dalam perundang-undangan yang berlaku.
Namun, setelah dilakukan verifikasi dan konfirmasi ke Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), diketahui sertifikat FS tidak terdaftar secara resmi dalam database LKPP, serta terdapat beberapa indikasi manipulasi data dalam dokumen tersebut.
Lebih ironis lagi, persoalan ini telah dilaporkan kepada Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara pada bulan Desember tahun 2024. Namun, sampai saat ini Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara tidak merespons hal tersebut.
“Besar dugaan kami bahwa Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara melindungi FS. Hal yang dilakukan oleh Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara ini sangat disayangkan, karena Gubernur Sulawesi Tenggara sangat serius dalam persoalan Pendidikan di Sulawesi Tenggara”, kata Filman Ode.
Untuk itu, pihaknya menekankan bahwa kalau persoalan ini tidak segera ditindaklanjuti oleh Gubernur Sulawesi Tenggara, ini akan mencoreng nama baik Gubernur Sulawesi Tenggara di mata Nasional dalam konteks dunia Pendidikan, dan mencoreng nama baik Universitas Halu Oleo sebagai institusi induk Sekda Sultra dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sultra.
Selanjutnya, ada dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Sekda provinsi Sulawesi Tenggara sejak tahun 2023-2025 tentang dana publikasi di semua Biro dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Diduga kuat bahwa Sekda provinsi Sultra mengatur seluruh dana publikasi tersebut.
Pihaknya juga membenarkan bahwa persoalan tersebut diduga melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Undang-Undang No 1 tahun 2023 pasal 391 KUHP tentang pemalsuan dokumen Pasal 263 KUHP ayat 1 “barang siapa membuat surat palsu yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal dengan maksud untuk menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun penjara.
Kemudian, PASAL 264 KUHP, pemalsuan surat yang dilakukan terhadap akta otentik atau surat yang dibuat oleh pejabat negara diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun. Lalu, Pasal 69 ayat (1) Perpres No 12 tahun 2021 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah “Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) harus memiliki sertifikat kompetensi pengadaan barang/jasa pemerintah yang dikeluarkan oleh LKPP.
Lebih lanjut lagi diatur Peraturan LKPP No 7 tahun 2021 tentang sumberdaya manusia pengadaan barang/jasa pemerintah, yang mensyaratkan pejabat pengadaan memiliki sertifikat kompetensi yang sah dan diakui oleh LKPP.
Atas dasar tersebut, LPKP Sultra meminta secara tegas kepada Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tenggara untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan pemalsuan dokumen sertifikat kompetensi barang/jasa pemerintah di seluruh PPTK lingkup Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tenggara. Pihaknya juga meminta agar Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dan oknum PPTK tersebut diproses hukum.
“Karena ini bukan hanya sebatas dugaan tindak pidana pelamsuan dokumen, tetapi ada dugaan tindak pidana korupsi dengan nilai ratusan milyar rupiah sejak Sekda provinsi Sulawesi Tenggara menjabat Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tenggara,” beber Filman.
Selain itu, ia juga meminta kepada Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tenggara untuk segera melakukan penyelidikan dan penyidikan kepada Sekretaris Dearah Provinsi Sulawesi Tenggara karena diduga kuat terlibat dalam dugaan pemalsuan dokumen tersebut.
“Kami juga meminta kepada Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tenggara untuk segera melakukan penyelidikan dan penyidikan kepada Sekretaris Dearah Provinsi Sulawesi Tenggara karena diduga kuat terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi anggaran publikasi seluruh biro dan OPD di Sulawesi Tenggara”, tegasnya.
Terakhir, Filman juga meminta Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari untuk segera menarik kembali Sekda Provinsi Sultra dan Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sultra.
“Kerena jika dibiarkan akan mencederai dan merusak nama Universitas Halu Oleo sebagai institusi asal mereka,” pungkasnya.(red)











