Oleh: Zafiludin
Sejak berada pada wilayah administrasi Kabupaten Muna, wilayah kepulauan sangat jarang tersentuh pembangunan. Sebut saja Pulau Maginti yang dulu merupakan wilayah kecamatan Tiworo Kepulauan.
Satu-satunya pembangunan yang nampak kelihatan sejak dahulu sampai sekarang, hanya bangunan sekolah oleh pemerintah daerah Kabupaten Muna. Padahal jika kita telusur lebih dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Muna sebagiannya adalah pesisir dan kepulauan yang memiliki potensi luar biasa bagi Pendapatan Asli Daerah.
Selama puluhan tahun wilayah kepulauan dianaktirikan dalam segala hal. Dari sisi pembangunan sangat terbelakang. Bahkan terbilang tidak ada perhatian sama sekali dari pemerintah daerah.
Wilayah kepulauan selalu dipaksa harus menelan pil pahit setiap perhelatan politik lima tahunan. Dibutuhkan hanya pada saat ada kepentingan politik, setelahnya tidak pernah dilirik dalam kepentingan kebijakan yang beririsan dengan kepentingan rakyat secara langsung.
Pada pertengahan tahun 2014 Kabupaten Muna Barat dimekarkan, dimana seluruh kepulauan masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten pemekaran. Secercah harapan meliputi hati dan pikiran masyarakat kepulauan. Bukan tanpa alasan, sebagaimana tujuan pemekaran yaitu dalam rangka pemerataan pembangunan.
Seperti malam merindukan rembulan, masyarakat sangat antusias menyambut itikad baik pemerintah pusat dalam pemekaran Daerah Otonomi Baru ini.
Pertama, untuk menjangkau ibukota Kabupaten, masyarakat tidak harus membuang waktu yang terlalu lama. Kedua, wilayah pesisir dan kepulauan makin berpeluang mendapatkan tempat di hati pemerintah daerah yang baru serta membuka aksesibilitas yang selama ini terisolasi.
Seiring berjalannya waktu, harapan akan sentuhan pembangunan dan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat pesisir seperti hanya isapan jempol belaka. Selama enam tahun Pak La Ode Rajiun Tumada menahkodai Muna Barat, semakin menimbulkan pesimisme masyarakat Muna Barat terutama wilayah pesisir. Belum lagi menuntaskan janji politik saat menjabat, beliau malah memilih untuk meninggalkan tugas untuk menantang Bupati Petahana bertarung di Kabupaten Muna.
Pada sisi lain, anggota legislatif yang menjadi benteng terakhir bagi terwujudnya harapan rakyat tidak menampakkan cahaya harapan setitik pun. Alih-alih melihat aspirasi rakyat, mereka malah tampak menikmati situasi yang semakin hari semakin kacau. Para anggota dewan pilihan rakyat Muna Barat malah larut dalam pesta demokrasi di Kabupaten induk dan mengesampingkan tugas pokoknya di Muna Barat.
Harapan Itu Masih Ada
Kekalahan mantan Bupati Muna Barat pada pilkada Kabupaten Muna tahun 2020, tidak hanya menyebabkan ia kehilangan peluang untuk menjadi orang nomor satu di Muna, melainkan juga menyisakan lubang kegagalan besar di Muna Barat selama masa pemerintahannya.
Pada akhir juli 2022 Mendagri Tito Karnavian seolah membawa angin segar bagi masyarakat Muna Barat. Sebagai orang yang berpengalaman mengurus Perencanaan Anggaran Seluruh Pemerintah Daerah di Indonesia, Dr. Bahri yang diberi amanah menjadi Penjabat Bupati Muna Barat.
Pengalamannya sebagai ASN di lingkungan Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia dan juga sebagai salah satu putra daerah Muna Barat (dari ibu), Pak Bahri tentu membawa sedikit harapan dan optimisme bagi masyarakat Muna Barat secara umum, dan masyarakat pesisir secara khusus. Melihat latar belakang keluarga beliau yang berasal dari satu wilayah kepulauan di Muna Barat.
Bukan tanpa alasan, harapan akan pemerataan pembangunan oleh rakyat pesisir didukung oleh pengalaman dan akses beliau dalam pemerintah pusat. Sebagai pegawai kementrian, tentu lebih mudah mengakses program-program kementrian agar dapat diluncurkan ke daerah demi memenuhi pembangunan sesuai harapan masyarakat.
Namun demikian, menjelang setahun masa pemerintahan Dr. Bahri, nampaknya juga belum menunjukkan tanda akan ada perubahan seperti yang diharapkan. Walaupun memang jika kita lihat pada masa pemerintahan ini, bolehlah kita memahami karena beliau harus memperbaiki tata kelola pemerintahan yang sempat carut marut warisan pemerintahan sebelumnya.
Sebagai putra kepulauan, Pak Bahri diharapkan mampu memahami kondisi sosial kultur masyarakat pesisir dan kepulauan di mana sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai nelayan yang tentunya tidak hanya membutuhkan sarana dan prasarana, melainkan juga sistem pemerintahan yang mampu melakukan inovasi khususnya di bidang perikanan yang memang menyimpan potensi besar bagi kemakmuran rakyat, juga sebagai sumber pendapatan asli daerah yang bisa dioptimalkan.
Terlepas dari beberapa hal di atas, sebagian besar wilayah pesisir ini hampir tidak pernah menikmati penerangan yang merupakan fasilitas pemerintah daerah. Berpuluh-puluh tahun mereka hidup dalam kegelapan. Dana kalaupun ada, itu merupakan unit usaha personal masyarakat setempat yang menuntut konsekuensi finansial bagi masyarakat sebagai pengguna jasa penerangan.
Dari sudut pandang ekonomi, ketersediaan sarana dan prasarana penerangan di wilayah pesisir ini tidak hanya akan menjadikan desa-desa semakin ramai dan seolah hidup. Melainkan juga dapat meningkatkan pendapatan perkapita penduduk.
Dalam pantauan kami beberapa tahun yang lalu, saat berkeliling di Pulau-Pulau, ada banyak potensi yang bisa dioptimalkan dari ketersediaannya saran penerangan di desa. Salah satu dampak positif yang bisa dirasakan adalah akan semakin banyak tumbuh usaha mikro, misalnya penjual es batu, penjual jajanan minuman sekelas pop ice dan usaha mikro lainnya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah masyarakat dapat meminimalisir biaya produksi, sehingga harga jual bisa dijangkau.
Penulis adalah Pemuda Pulau Maginti