Oleh: Febriani Safitri, S.T.P
(Pemerhati Sosial)
Kasus bunuh diri kembali mencuat di negeri ini, parahnya terjadi selama setahun ini mulai dari anak–anak hingga orang dewasa. Sebagaimana yang dilansir KBRN, Jakarta: Pemerintah mencatat, setidaknya ada 20 kasus bunuh diri anak-anak sejak Januari 2023. Hal itu disampaikan Deputi bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Nahar. Nahar mengatakan bahwa para korban bunuh diri merupakan anak-anak berusia di bawah 18 tahun. Menurutnya, kebanyakan mereka yang bunuh diri disebabkan oleh depresi. (rri.co.id).
Begitu juga yang terjadi dikalangan dewasa, sebagaimana data CNN Indonesia- Mahasiswi semester I salah satu perguruan swasta di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta meninggal dunia usai bunuh diri dengan melompat dari lantai atas gedung asrama kampusnya. Dari secuil fakta tersebut menambah kasus bunuh diri yang terjadi diinndonesia. Hal ini diperkuat oleh Pusat Informasi Kriminal Nasional Polri mencatat terdapat 971 kasus orang mengakhiri hidup di Indonesia sepanjang periode Januari hingga 18 Oktober 2023. Data tersebut menunjukan bahwa kasus pembunuhan bukan persoalan baru terjadi indonesia. (cnnindonesia.com).
Kementerian Kesehatan sangat mendukung dan menjaring komponen masyarakat termasuk komunitas Into the Light dalam mencegah terjadinya bunuh diri. Kementerian Kesehatan telah menjalankan program di antaranya pelayanan mobile mental helath service. Kegiatan itu dilakukan dengan mengembangkan pelatihan dan memperkuat ketahanan keluarga. Namun disisi lain solusi yang dihadirkan pemerintah untuk mencegah kasus bunuh diri tidak memberikan hasil yang signifikan bahkan terus bertambah.
Lantas apa sebenarnya yang menjadi penyebab kasus bunuh diri terus terjadi? Kasus Bunuh diri terjadi mayoritas dari kalangan terdidik, yang tidak jarang pula yang memiliki prestasi akademik yang baik, mestinya mengundang perhatian serius untuk mengevaluasi sistem pendidikan tinggi yang sedang dijalankan negeri ini.
Begitu juga dalam dunia kampus Indonesia makin fokus dalam mencanangkan terserapnya mahasiswa di dunia kerja sebagai indikator keberhasilan proses pendidikan tinggi,”. Dunia pendidikan tinggi terlihat jelas tidak mencanangkan ketangguhan pembentukan karakter manusia sebagai indikator utamanya. Padahal jika itu yang dicanangkan, niscaya berbagai problem lain akan terselesaikan secara otomatis. Termasuk kemauan yang kuat untuk mencari nafkah, kreatifitas, dan seterusnya akan muncul seiring dengan pembentukan karakter para laki-laki dalam tanggung jawabnya sebagai pencari nafkah, tanpa harus merubah arah pendidikan tinggi sebatas menyiapkan manusia sebagai mesin pekerja.
Islam datang untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Islam mampu mewujudkan peradaban agung yang memanusiakan manusia. Islam membangun manusia terlebih dahulu sebelum Islam membangun bangunan sistem pendidikan Islam, akidah Islam menjadi asasnya. Tujuan pendidikannya mencetak generasi berkepribadian islam dengan pola pikir dan sikap yang dibimbing oleh akidah Islam. Kebahagiaan hidup bagi generasi adalah ridha Allah Swt., bukan berorientasi pada materi.
Konsep Kurikulum pendidikan Islam, menghadirkan pribadi-pribadi unggul yang berakidah Islam, tsaqafah Islam, serta ahli dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan mampu mengusai teknologi. Islam mencetak generasi unggul berkarakter pemimpin. Keberadaan mereka di tengah masyarakat sebagai sosok pemimpin dan pemberi solusi, bukan menjadi biang masalah.
Generasi hebat hanya akan lahir dari rahim sistem Islam serta Generasi yang produktif berkarya untuk umat dan hatinya senantiasa bertaut kepada Rabb-nya. Mereka menganggap dunia adalah ladang amal untuk meraih kemuliaan di akhirat di dalam surga Firdaus-Nya kelak.
Wallahualam.