KONAWE UTARA – Sejak terklaimnya wilayah izin usaha pertambangan eks 11 IUP di Blok Mandiodo Kabupaten Konawe Utara (Konut) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) pada bulan September 2021 silam, PT Antam lewat penegak hukumnya telah berhasil mengeluarkan eks pemilik 11 IUP yang telah kalah dalam putusan 225 Mahkamah Agung.
Saat itu, di blok Mandiodo tak ada lagi aktivitas pertambangan baik di Areal Penggunaan Lain (APL) maupun di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan berbagai titik yang sering dilakukannya aktivitas penambangan oleh eks 11 IUP.
Namun, beberapa pekan setelah dilakukannya penertiban, banyak oknum yang mulai bergerak dan mengaku mendapat perintah kerja oleh pemilik IUP, baik di APL dan di HPT bahkan ada juga yang melakukannya di kawasan hutan lindung.
Sementara itu, PT Antam Tbk belum memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH) sesuai UU Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Minerba. Alih-alih dalam persoalan tersebut terhitung mulai bulan Oktober 2021 hingga Oktober 2022 telah banyak di temukan bukaan kawasan hutan di WIUP PT Antam Tbk.
Bahkan banyak tongkang siluman yang dikeluarkan menggunakan dokumen lain, ditambah lagi penindakan sang pemilik IUP tidak begitu tegas memproses dan menuntaskan perkara Penambangan Tanpa Izin (PETI) di wilayahnya.
Penanggung Jawab Front Pemuda dan Mahasiswa Konawe Utara (FPMKU) Andi Arman Manggabarani sangat menyayangkan kejadian tersebut.
“Baru setahun lebih, kita semua sudah melihat mengenai kerusakan alam yang terjadi di blok Mandiodo tepatnya di WIUP PT Antam Tbk. Tak mungkin hal ini bisa terjadi kalau pihak perusahaan tersebut tegas dan memberhentikan penambangan di luar dari SPK yang diberikan oleh PT Antam yang sering terdengar ke publik sebanyak kurang lebih 42 hektare”, ungkap Andi Arman Manggabarani, Jumat, 9 Desember 2022.
“Pastinya ada dugaan kami kongkalikong perusahaan yang melakukan PETI di wilayah PT Antam Tbk yang mendapatkan KSO resmi dari PT Lawu Agung Mining (LAM). Hal ini kami tidak akan diamkan sebelum PT Antam Tbk, PT LAM dan KSO-MTT mau bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan hingga hutan di WIUP PT Antam Konawe Utara,” tegasnya.
Olehnya itu, pihaknya akan terus mengawal persoalan ini hingga ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI) agar dilakukan peninjauan serta mendesak PT Antam Tbk beserta perusahaan lain untuk bertanggung jawab atas kerugian negara yang disebabkan oleh penambangan kawasan hutan di beberapa titik di WIUP tersebut.
“Atau diberikan sanksi yang lebih keras berupa pencabutan izin, biar persoalan selesai kalau seumpama tidak ada tanggung jawab dari pihak mereka”, tutupnya.
Editor: La Ode Sari