Ketika sakit, Tuhan jadi terasa begitu jauh. Tapi boleh jadi sebelum sakit Tuhan memang sudah jauh. Aku saja mungkin yang gede rumonso (GR), merasa Tuhan selalu dekat denganku. Maka itu, upaya untuk mendekatkan diri pada Tuhan terus dievaluasi, sangat mungkin tidak ada kemesraan yang asyik, sehingga Tuhan menerbitkan rasa bersalahku yang entah bagaimana prosesnya, tak pernah bisa kupamahi.
Tetapi ya, itulah wilayah kekuasaan Tuhan yang tak mungkin terjamah oleh akal intelektual. Begitulah semua kembali kuakui sebagai suatu misteri dari kekuasaan dan kerahasiaan milikn-Nya semata.
Bahkan untuk selera makan yang drop, buang air besar yang sulit hingga tidak samasekali sepekan bisa kentut, aku seperti kembali diungatkan, mungkin semua suatu peringatan dari Tuhan atas kejumawahanku, sehingga Tuhan merasa perlu menambah sedikit cobaan keyakinan terhadap-Nya yang acap terabaikan.
Dan yang menarik, ketika kentut tak bisa dilakukan, betapa banyak nikmat Tuhan yang tidak terpikirkan sebelumnya telah Dia anugrahkan secara cuma-cuma.
Begitulah, ketika semua mulai kembali berangsur membaik, selera makan mulai terasa menjadi luar biasa, kentut pun lancar dan enak, buang air besar dan air kecil mulai lancar, ada semacam kesadaran baru yang muncul, betapa banyak bentuk cinta dan kasih serta kemurahan Tuhan yang tiada pamrih itu.
Karenanya, aku mulai kembali bertanya nakal, apa kepetingan Tuhan pada semua itu, kecuali kukira sekedar membuktikan kekuasaan-Nya atas diri kita yang justru mengalami langsung semua kejadian yang lebih bersifat rohani, meski akibatnya melampaui jasmani. Artinya, aku sendiri tiada kuasa seperti kepemilikan-Nya yang tiada terbantahkan itu.
Bayangkan, hanya untuk mengatasi rasa sakit diri kita sendiri, ternyata manusia tidak bisa berbuat apa-apa kecuali lega lila — pasrah — kepada Allah SWT.
Meski kemudian diam-diam dalam proses kepulihan diri dari sakit, aku kembali berjanji kepada Tuhan untuk lebih patuh dan taat, sebab dari semua itu Tuhan jelas tidak berharap apa-apa, kecuali taat serta patuh dengan tuntunan dan petunjuk-Nya.
Maka itu untuk membangun kemesraan kembali bersama-Nya, ada semacam nazar yang tak tertulis, bahwa setelah sembuh dan pulih kelak, aku akan selalu berkunjung ke rumah Tuhan. Meskipun mungkin saja Dia agak mencibir mempermalukan diriku yang acap lupa diri.
Saat kumulai lag ikuti shalat berjemaah di surau kampungku, Tuhan terkesan sedang berada di sampingku. Ia pun membisikkan sesuatu, lalu aku pun membalas bisikan-Nya. Hingga ada janji yang sedemikian jelas dia akan berikan. Dan aku percaya, sebab janji Tuhan tak seperti janji politik kaum pergerakan atau aktivis serta kawan yang doyan selingkuh dan menghembuskan angin surga semata.