KENDARI – Sebuah lembaga pendidikan Islam yang berlokasi di Desa Oko‑Oko, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, kini berada di ambang penggusuran. Pondok Pesantren Imam Syafi’i, yang menempati lahan seluas kurang lebih 20.000 meter persegi, diduga menjadi korban dampak aktivitas tambang yang dilakukan oleh PT Indonesia Pomalaa Industri Park (IPIP).
Berdasarkan foto dokumentasi yang diterima media ini, area sekitar pondok tampak gundul setelah pepohonan ditebang, sementara genangan air mengisi lubang‑lubang bekas galian.
Kondisi tersebut memaksa para santri dan pengurus pesantren untuk menyuarakan keprihatinan melalui media sosial, berharap perhatian publik dapat membantu mengatasi permasalahan yang mereka hadapi.
“Kami hanya bisa bersuara lewat media sosial. Semoga ada yang peduli dengan kondisi pondok kami. Pondok yang kami bangun dengan tetesan keringat dan tenaga,” tulis akun resmi Pondok Pesantren Imam Syafi’i Oko‑Oko pada unggahan yang telah menyebar luas.
Pengurus pesantren mengungkapkan bahwa mereka terpaksa mengungsikan sebagian fasilitas karena tidak dapat menahan kerusakan lingkungan yang semakin parah.
“Lihatlah di sekitar kami hampir semua pohon habis, lalu ada lubangan air yang sekali‑kali bisa meluap. Inilah alasan kenapa kami harus pergi dari pondok kami yang sekarang. Keselamatan kami dan anak‑anak kami jauh lebih utama,” tambah mereka.
Pihak pesantren juga menegaskan bahwa pembangunan pondok tersebut merupakan hasil kerja keras dan sumbangsih masyarakat setempat. Namun, dengan adanya dugaan aktivitas tambang yang tidak terkontrol, keberlangsungan pendidikan dan kehidupan religi di kawasan itu menjadi terancam.
Hingga berita ini diturunkan, tim redaksi masih berupaya menghubungi pihak PT IPIP untuk meminta konfirmasi mengenai aktivitas tambang yang diduga menyebabkan kerusakan tersebut.
Kisah Pondok Pesantren Imam Syafi’i ini kembali menyoroti pentingnya keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan, terutama di wilayah yang kaya akan sumber daya alam namun rawan terhadap eksploitasi tidak bertanggung jawab. Semoga suara warga dan lembaga pendidikan ini mendapat perhatian yang sepatutnya dari pihak berwenang.(red)











