Oleh: Ariyana
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sila kelima dari Pancasila, apakah keadilan bisa kita dapat saat ini?. Sementara masih banyak ketimpangan yang terjadi dalam semua bidang. Negara harusnya melindung rakyat, untuk itu pengelolaan sumber daya alam seperti, tanah, air, dan hutan, harus mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan Masyarakat.
Tugas negara untuk memberikan perlindungan rakyat baik dari segi ekonomi, sosial dan keamanan. Tanah merupakan hak bagi rakyat untuk dikelola baik secara pribadi ataupun berupa usaha.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menegaskan bahwa tanah yang dibiarkan tidak digunakan atau tanah terlantar selama dua tahun berpotensi diambil alih negara. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar (kompas.com, 18/07/2025).
Berdasarkan hal tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa peran pemerintah untuk memberikan keadilan bagi masyarakat tidak ada sama sekali. Selain itu pada pasal 7 ayat 2 PP No 20 Tahun 2021, bahwa pengambilan secara ‘paksa’ bisa dilakukan terhadap tanah milik pribadi, hak guna bangunan, hak guna usahan hak pakai, hak pengelolaan dan tanah yang diperoleh atas dasar penguasaan tanah (cnnindonesia.com, 14/07/2025).
Kapitalisme menjadikan tanah sebagai komoditas, bukan amanah publik. Apalagi faktanya tanah dalam skema HGU dan HGB lebih banyak dikuasai korporasi besar, sementara rakyat kecil kesulitan memiliki lahan untuk tempat tinggal, bertani, atau berdagang. Negara justru menjadi fasilitator kepentingan pemodal, bukan pelindung hak rakyat.
Penarikan tanah telantar bahkan bisa jadi menjadi celah pemanfaatan tanah untuk oligarki. Pengalihanfungsi tanah dapat dilakukan negara demi keuntungan ekonomi untuk memuluskan para oligarki. Ketimpangan persoalan tanah kian melebar, kalangan berduit akan lebih menguasai tanah yang diklaim milik negara. Ketika negara sudah merampas hak rakyat, apa yang akan dilakukan untuk memberikan keadilan bagi masyarakat?.
Di saat yang sama, banyak tanah milik negara yang seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan umum justru dibiarkan terbengkalai. Pemerintah pun tidak memiliki rencana yang jelas untuk memanfaatkan lahan terlantar itu. Sehingga dapat memicu penyalahgunaan atau pengelolaan tidak tepat sasaran.
Bahkan pada akhirnya rakyat kembali menjadi korban, sementara pengusaha mendapat kemudahan. Pengelolaan tanah selalu dikaitkan dengan ketersediaan anggaran, seolah kepemilikan tanah hanya bermanfaat jika menguntungkan secara finansial. Padahal, tanah adalah sumber kehidupan. Kapitalisme menjadikan semua hal, termasuk tanah, tunduk pada kepentingan bisnis dan investor.
Dalam Khilafah, tanah terbagi menjadi tiga jenis kepemilikan: individu, negara, dan umum. Begitupun tentang kepemilikan yang menjadi milik bersama bukan perorangan. Menurut hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Imam Ahmad “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (muslimahnews.net/).
Padang rumput dalam hal ini adalah tanah yang menjadi hajat hidup Bersama. Negara tidak boleh menyerahkan tanah negara untuk dikuasai individu atau swasta tanpa batas. Khilafah akan mengelola tanah-tanah milik negara untuk proyek strategis yang menyentuh kebutuhan rakyat: permukiman, pertanian, infrastruktur umum. Bukan untuk dijual ke asing atau dikuasai korporasi. Tujuannya bukan laba, melainkan kesejahteraan dan keberkahan. Islam memiliki mekanisme pengelolaan tanah termasuk tanah terlantar dan tanah mati.
Negara Khilafah merupakan negara yang memiliki kedaulatan penuh untuk mengurus urusan negara dan menyejahterakan rakyat, karena daulah sudah menjalankan syariat Islam secara kaffah. Dengan demikian. Kedaulatan penuh ini membuat negara khilafah tidak akan tunduk pada korporasi yang sudah menzalimi masyarakat secara luas.
Islam memiliki serangkaian aturan dan mekanisme pengelolaan harta milik umum dan tidak ada yang istimewa untuk digunakan secara individu. Oleh karena itu, pengaturan kepemilikan sudah ditetapkan sesuai syariat Islam dan ketentuan hukum syara agar tidak terjadi monopoli kepemilikan secara mutlak. Solusi yang tepat untuk mengatur kehidupan bernegara secara adil yaitu dengan menerapkan Islam secara kaffah.