KONAWE SELATAN – Eksploitasi nikel yang dilakukan oleh PT Ifishdeco di Kecamatan Tinanggea, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), telah meninggalkan dampak lingkungan yang serius. Keadaan ini terungkap dalam kunjungan kerja yang dilakukan oleh Komisi III DPRD Sultra pada Rabu, 2 Juli 2025 lalu untuk memantau kondisi operasional pertambangan perusahaan.
Ketua Komisi III DPRD Sultra, Sulaeha Sanusi, mengungkapkan rasa keprihatinannya setelah melihat langsung bekas tambang tersebut. Ia menyatakan bahwa kubangan yang ada saat ini mirip dengan yang ditemukan di area tambang batubara di Pulau Kalimantan.
“Lihatlah, sangat menyedihkannya. Ini mirip dengan gambar-gambar yang kita lihat dari Kalimantan. Ternyata, kondisi serupa terjadi di daerah kita,” kata dia beberapa waktu lalu.
Menanggapi kondisi kubangan tersebut, Sulaeha menekankan pentingnya memanggil PT Ifishdeco untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP). Tujuannya adalah untuk memahami rencana reklamasi yang harus diimplementasikan setelah aktivitas penambangan berakhir. Dia menyatakan bahwa perhatian harus diberikan kepada langkah-langkah yang akan diambil untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada lingkungan.
Lebih lanjut, Sulaeha mencatat bahwa PT Ifishdeco belum akan menghentikan operasionalnya, dengan estimasi masih ada sekitar 5.000 metrik ton nikel yang perlu digali.
“Mereka mengaku rencana penghentian penambangan masih jauh. Namun, setelah semuanya habis, apa yang akan dilakukan untuk mereklamasi area ini? Kami melihat ada genangan air yang sudah seperti kolam,” ujarnya, menunjukkan kekhawatirannya.
Sulaeha menegaskan tanggung jawab DPRD Sultra untuk memfasilitasi dialog dengan PT Ifishdeco dan mendorong partisipasi masyarakat Konawe Selatan dalam proses ini.
Dia mengungkapkan komitmennya untuk segera menggelar RDP yang melibatkan pihak-pihak terkait, terutama masyarakat yang telah menyampaikan aspirasi mereka terkait dampak dari operasional perusahaan.(red)