PENAFAKTUAL.COM, JAKARTA – Penggunaan Tanda Tangan Elektronik (TTE) merupakan solusi atas masalah jaminan identitas dan integritas dalam dokumen elektronik pada sistem transaksi elektronik.
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria menyatakan meski terjamin, tidak semua TTE memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
“Dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), ada 6 syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memberikan jaminan identitas penandatanganan, integritas dokumen yang ditandatangani, dan faktor yang kita sebut sebagai faktor nirsangkal,” tuturnya dalam VIDA Executive Summit 2024 di Jakarta Selatan, Selasa, 3 Agustus 2024.
Faktor nirsangkal meliputi data pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada penanda tangan. Selanjutnya, data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa penanda tangan.
Selain itu, segala perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui. Kemudian, segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait dengan tanda tangan elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui.
Ada pula syarat terdapat cara tertentu yang digunakan untuk mengidentifikasi siapa penanda tangannya. Dan terdapat cara tertentu untuk menunjukkan penanda tangan telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik yang berada dalam sistem elektronik.
Menurut Wamen Nezar Patria, jaminan tersebut memberikan kepercayaan terhadap dokumen dan transaksi yang dilakukan secara elektronik. Dan pada gilirannya dapat memastikan keabsahan individu atau pihak yang bertransaksi.
“Oleh karena itu, muncul Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi dengan memanfaatkan teknologi Infrastruktur Kunci Publik atau IKP dengan menggunakan proses enkripsi, autentikasi, dan verifikasi identitas dan telah terbukti keamanannya,” jelasnya seraya menambahkan dengan teknologi IKP, integritas atau keutuhan dokumen elektronik akan terjamin, terdapat identitas penandatanganan dan memenuhi aspek nirsangkal.
Wamenkominfo menekankan pengawasan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PsrE) sebagai penerbit sertifikat elektronik dan penyelenggara TTE oleh Kementerian Kominfo melalui sejumlah regulasi.
“Seperti misalnya Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Ini menjadi dasar bagi Kominfo dalam melakukan standarisasi operasional PsrE dan melakukan pengawasan terhadap PSrE,” tandasnya.
Menurut Wamen Nezar Patria, PsrE Indonesia menyediakan solusi tandatangan digital yang mudah, efisien, dan berkekuatan hukum. Hal itu ditujukan untuk menyederhanakan proses administrasi sekaligus mencegah penipuan penggunaan dokumen dan transaksi elektronik.
“Bahkan pemanfaatan teknologi AI dan sistem verifikasi identitas dengan menggunakan teknologi biometrik, liveness, dan teknologi lainnya dapat menurunkan angka sibercrime di Indonesia,” tegasnya.
Selain Wamen Nezar Patria, VIDA Executive Summit 2024 juga dihadiri Founder dan Group CEO VIDA Niki Luhur, perwakilan Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia serta pembicara perwakilan industri, media, pemerintah serta partner VIDA.(hsn)