Menu

Mode Gelap
Menebak Arah Kasus Supriyani Tepis Isu Amplop Kepala Desa, Ketua APDESI Sultra Bentuk Satgas Anti Money Politik Oknum TNI AL di Kendari Diduga Hamili Kekasihnya, Korban Minta Keadilan! Diduga Lakukan Pengrusakan dan Penyerobotan, Warga Desa Tapuhaka Dipolisikan Truck Pengangkut Ore Nikel Milik PT Karyatama Konawe Utara Terbalik

Hukrim · 2 Agu 2024 10:36 WITA ·

Kasus Korupsi Jembatan di Butur, Mestinya Ada Penyelenggara Negara yang Terlibat


 La Ode Bariun Perbesar

La Ode Bariun

PENAFAKTUAL.COM, KENDARI – Polemik terkait status saksi Mantan Kadis SDA dan Bina Marga Sultra Burhanuddin pada perkara Tipikor Pembangunan Jembatan Cirauci II Kabupaten Buton Utara (Butur) kembali mendapatkan tanggapan.

Sebelumnya, beberapa Aktivis dan LSM menyuarakan terkait dugaan keterlibatan Mantan Pj Bupati Bombana dalam perkara ini.

Walaupun perkara tersebut kemarin telah memasuki tahap akhir dengan divonisnya dua terdakwa dalam perkara ini di PN Tipikor Kendari.

Hal tersebut kembali mendapatkan tanggapan dari Akademisi Hukum Unsultra, La Ode Bariun. Ia mengatakan dalam sebuah perkara korupsi mesti ada penyelenggara negara yang terlibat di dalamnya.

“Yang namanya tindak pidana korupsi tidak bisa hanya satu pihak saja, banyak pihak yang pasti terlibat, ada penyedia (Penyelenggara Negara), rekanan (kontraktor), dan pekerja,” katanya.

“Kalau hanya rekanan itu ada keanehan, jadi secara teknis ada PPK, pengawas, perencanannya dan seterusnya,” tambahnya.

Menurut Bariun,  sangat ironi apabila dalam sebuah perkara korupsi tidak ada penyelenggara negara yang terlibat.

“Kalau dari fakta-fakta sidang sudah ada dugaan, berarti tinggal jaksa saja yang membuktikannya, dalam persidangan jika jaksa tidak dapat membuktikan itu tetapi sangat ironi kalau hanya wiraswasta yang terlibat,” ungkapnya.

Pihaknya menegaskan bahwa apabila tidak ada penyelenggara negara yang terlibat itu perlu dipertanyakan.

“Sebuah perkara korupsi tidak bisa sendiri, pasti ada penyelenggara negara dan wiraswasta, kalau hanya satu pihak itu patut dipertanyakan,” tegasnya.

Lanjutnya bahwa dalam sebuah perkara korupsi tidak ada namanya peringatan, kalau sudah ada kerugian negara.

“Tidak ada peringatan, kalau juga tidak ada endingnya, apalagi sudah ada kerugian negara, tidak ada artinya peringatan kalau sudah sampai tiga kali tetapi tetap juga tidak ada penyelesaian, sama saja cuci tangan, karena pengawasannya tidak jalan, karena pengawasannya tidak jalan berarti penyedianya juga pasti terlibat,” pungkasnya.

Sebelumnya, diberitakan bahwa perkara Tipikor pembangunan Jembatan Cirauci II Kabupaten Buton Utara dengan pagu anggaran sebesar Rp. 2.130.680.000 yang bersumber dari DIPA Dinas Sumber Daya Air (SDA) Dan Bina Marga Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Tahun Anggaran 2021, telah sampai pada tahap pembacaan Putusan terhadap 2 (dua) terdakwa di Pengadilan Negeri Kendari Kelas IA (Tipulu) pada Kamis 23 Juli 2024.

Terkait hal tersebut Kajati Sultra Hendro Dewanto saat ditanyakan perihal perkara tersebut pada 17 Juli 2024 usai berkunjung di sekretariat PWI Sultra mengatakan pihaknya sejauh ini masih mempelajari terkait dugaan keterlibatan, Mantan Kadis SDA dan Bina Marga Sultra.

“Masih kita pelajari, Karena saya sih melihatnya konstruksi perkaranya, nanti kita lihat lagi, apakah memang ada fakta-fakta yang mengarah kesana, karena dia selaku KPA kalau tidak salah,” katanya.

“Tetapi dalam faktanya, saya hanya melihat bahwa dia sudah mengingatkan, dan ada beberapa peringatan,” tambahnya.

Saat ditanyakan apakah dalam sebuah perkara korupsi dimungkinkan tidak ada penyelenggara negara yang terlibat, pihakmya mengatakan dimungkinkan.

“Mungkin, mungkin, karena apa kita lihat saja unsurnya, karena dalam pasal itu setiap orang. Sejauh ini (Burhanuddin) masih sebagai saksi ,” pungkasnya.

Sementara itu Kasipenkum Kejati Sultra Dody melalui keterangan tertulisnya yang diterima media ini mengatakan pada Kamis 23 Juli 2024, PN Kendari memvonis kedua terdakwa bersalah.

“Para terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP,” jelasnya.

Untuk Terdakwa R diputus pidana penjara selama 3 (tiga) tahun, dikurangi masa penahanan dan denda sebesar Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) subisidiair 3 (tiga) bulan kurungan.

“Kemudian terdakwa TU diputus pidana penjara selama 3 (tiga) tahun, dikurangi masa penahanan dan denda sebesar Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) subisidiair 3 (tiga) bulan kurungan,” pungkasnya.

Sementara kuasa hukum kedua terdakwa sebelumnya mengatakan mengaku heran karena hanya ada dua yang menjadi tersangka.

“Padahal dari pihak Bina Marga diduga ikut terlibat dalam kasus tersebut sembari memperlihatkan dakwaan yang menyebutkan keterlibatan salah satu Oknum di dinas tersebut,” jelasnya.(hsn)

Artikel ini telah dibaca 123 kali

badge-check

Publisher

Baca Lainnya

Polda Sultra Tangkap DPO Kasus Fidusia di Bangka Belitung Setelah 3 Bulan Kabur

21 November 2024 - 15:23 WITA

Mediasi Gagal, Kasus Dugaan Pencabulan di SDN 96 Kendari Berlanjut ke Polisi

20 November 2024 - 20:52 WITA

Orang Tua Korban dan Guru Supriyani Sepakat Berdamai

5 November 2024 - 16:08 WITA

Soal Kasus supriyani, KIP Sultra Minta Hakim Berlaku Adil-Tanpa Tekanan Publik

1 November 2024 - 10:45 WITA

Soal Kasus Supriyani, Majelis Hakim Diminta Tidak Terpengaruh Tekanan Publik

30 Oktober 2024 - 21:20 WITA

Tim Forensik Selidiki Penyebab Pecahnya Kaca Mobil Camat Baito

29 Oktober 2024 - 18:52 WITA

Trending di Hukrim